Artikel

Keistimewaan lain dari hari Jum’at adalah adanya anjuran berangkat lebih awal ke masjid, untuk tujuan shalat Jum’at. Lalu menyibukkan diri dengan melakukan shalat sunnah, berdzikir dan membaca al-Qur’an, hingga imam datang untuk berkhutbah. Juga keharusan untuk diam bagi orang yang mendengarkan khutbah. Apabila seseorang tidak diam saat mendengarkan khutbah, maka ia dianggap berbuat sia-sia.

Barangsiapa yang berbuat sia-sia, maka ia tidak mendapatkan (pahala) Jum’at.

Makna tidak mendapatkan Jum’at baginya:
– Dianggap tidak ada Jum’at baginya atau sia-sia.
– Shalat Jum’atnya tidak sempurna (pendapat yang rajih).

Berkata as-Sindi, “Makna tidak mendapatkan Jumat adalah tidak mendapatkan keutamaan yang lebih dari Jumatnya, dan bukan berarti tidak sah shalatnya dan tidak gugur kewajibannya.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dan kawan-kawan (II:125).

Ibnu Qudamah berkata, khutbah merupakan syarat dalam shalat Jum’at, maka shalat Jum’at tidak sah jika tidak khutbah. Ini juga merupakan pendapat Imam Atha’, Annakhai, Qotadah As-Tsauri, Syafi’i, Ishak, Abu Zaur, Ashabur Ra’yi (Imam Abu Hanifah).

Ini juga termasuk keajaiban ayat Allah ! permusuhan mereka hingga puncaknya terhadap agama yang menjadi penisbatan diri mereka serta kecintaan mereka terhadap agama orang-orang kafir yang memusuhi mereka dan memusuhi Nabi mereka serta kelompok mereka dengan kecintaan yang paling dalam.

Sebagaimana telah mereka lakukan kepada Nabi ketika datang kepada mereka dengan agama Musa dan mereka mengikuti kitab-kitab sihir yang merupakan agama pengikut Fir’aun.

Fitnah ada dua macam:

Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya.
Fitnah syahwat.

Kadang-kadang dua-duanya menjangkit pada seorang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya.

Sama halnya musibah yang menimpa manusia ada dua:

Musibah dunia: yang merupakan ladang untuk mendapatkan pahala. Seperti sakit, ujian harta dan jiwa. Ujian inilah sebagai penghapus dosa.
Musibah akhirat: yang lebih berbahaya, karena menyangkut agama kita, karena syubhat dan syahwat yang menyambar.

Hendaklah ia membaca ayat-ayat yang membangkitkan harapan dan menimbulkan rasa takut, mengandung nasehat-nasehat, menyebabkan zuhud terhadap keduniaan, menimbulkan kesukaan kepada akhirat dan persiapan untuknya, pendek angan-angan dan budi pekerti mulia.

Pasal 2: apabila pembaca memulai dari tengah surah atau berhenti di tempat yang bukan akhirnya, hendaklah ia memulai dari permulaan kalam yang saling berkaitan satu sama lain dan berhenti pada kolom terkait serta tidak terikat dengan persepuluhan dan bagian-bagiannya, karena bisa terjadi di tengah kalam yang terkait seperti bagian yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 199-202:

199 – ثُمَّ أَفِيضُوا۟ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ وَٱسْتَغْفِرُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

200 – فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَٰسِكَكُمْ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.

201 – وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.

202 – أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ

Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Shalat Jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ

“(Shalat) Jum’at adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim dalam jama’ah kecuali bagi empat orang: budak yang dimiliki, wanita, anak kecil dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud no. 1067. Kata Syaikh Al Albani, hadits ini shahih)

Dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ.

“Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at tanpa ‘udzur, maka dia dicatat dalam golongan orang-orang munafik.“

Shahih: [Shahiihul Jaami’ush Shaghiir (no. 6144)], ath-Thabrani dalam ash-Shagiir (I/170 no. 422).

Ini termasuk keajaiban ayat Allah, yaitu mereka meniggalkan wasiat Allah agar berkumpul ( bersatu ) dan melakukan apa yand dilarang dari perpecahan. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 53:

كُلُّ حِزْبٍۭ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).

Termasuk puncak tipu daya syetan dan olok-olokannya kepada orang-orang yang terkena fitnah dengan gambar-gambar (hawa nafsu) yaitu syetan itu memberikan angan-angan dan dalih kepada salah seorang dari mereka bahwa dia tidak mencintai wanita bukan mahramnya itu, atau anak kecil yang tampan tersebut kecuali karena Allah semata, tidak untuk suatu kemungkaran (zina).

Karena itu syetan memerintahkan agar dia menjalin persaudaraan dengan mereka. Padahal ini termasuk jenis mukhadanah (mengambil wanita atau pria sebagai kekasih yang ia berzina dengannya), bahkan ia termasuk mukhadanah secara rahasia, seperti para wanita yang memiliki kekasih-kekasih sebagai piaraan (yang Allah memperingatkan agar kita tidak menikah dengan mereka, dan menyebut mereka sebagai wanita-wanita yang tidak memelihara diri).

Para ulama salaf dan khalaf dari para sahabat dan tabiin radhiallahu anhum dan para ulama anshor (kota-kota Madinah, Baghdad, dan Bashrah), dan imam-imam muslimin sesudah mereka sepakat atas disunnahkannya membaguskan suara ketika membaca Alquran.

Perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan mereka sangat masyhur sehingga kami tidak perlu menukilnya satu demi satu.

Ketahuilah, bahwa banyak ulama salaf meminta dari para pembaca yang bagus suaranya agar membaca Al Qur’an, sedangkan mereka mendengarkannya.

Hal ini disepakati tentang kebaikannya dan merupakan kebiasaan orang-orang baik dan para ahli ibadah serta hamba-hamba Allah yang shaleh dan menjadi sunnah yang berlaku dari Rasulullah.

Dhaman (Penjamin): Dhaman adalah menanggung kewajiban dari orang yang memiliki kewajiban. Misalnya, ada seseorang yang mengatakan “Dia adalah tanggungan saya, dia saya yang jamin” Oleh karena itu dia menjadi penjamin. Pemilik hak berhak untuk menuntut haknya kepada penjamin.

Kafalah: Kaftalah adalah Akad yang menetapkan iltizam (melazimkan) hak tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya di hadapan pengadilan.

Rahn (Gadai): Rahn (gadai) adalah menjamin utang dengan barang yang utang dimungkinkan bisa dibayar dengan barang itu atau dengan penjualan barang itu. Misalnya, si A ingin meminjam uang kepada si B. Si B minta kepada si A agar memberikan jaminan berupa binatang, perhiasan, ataupun yang lainnya.

Sehingga ketika jatuh tempo waktu pembayaran tiba dan si A belum bisa membayar makautang tersebut bisa dilunasi dengan jaminan yang ada di tangan si B. Orang yang memberi utang (B) disebut juga murtahin (orang yang menerima barang gadaian). Sementara itu orang yang berutang disebut juga rahin (orang yang menggadaikan) dan barang yang digadaikan disebut rahn (barang yang digadaikan).