Tag Archives: Ustadz Isnan Efendi

Termasuk dalam hal ini bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu memerintahkan menebang pohon yang di bawahnya pernah dilakukan bai’at oleh nabi, ia juga memerintahkan agar kuburan Danial (Nabi di zaman Bani Israil) disembunyikan, untuk menutup berbagai sarana menuju syirik dan fitnah. Beliau Radhiyallahu Anhu juga melarang sengaja shalat di tempat-tempat yang dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam beristirahat dalam perjalanannya, seraya berkata, “Apakah kalian ingin menjadikan bekas-bekas jejak nabi-nabi kalian sebagai tempat ibadah? (Akan tetapi) siapa yang mendapati waktu shalat di sana, hendaknya ia shalat, jika tidak maka jangan lakukan.”

Ghuluw ( sikap berlebihan ) terhadap ahli ilmu dan orang shalih, sebagaimana firman Allah :

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

” Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar “. ( QS. an-Nisa : 171 ).

Allah memerintahkan kita agar memanfaatkan nikmat dunia yang Allah berikan, untuk meraih kemuliaan akherat. Renungkanlah firman-Nya:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Carilah negeri AKHERAT pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagianmu dari dunia“. (QS. Al-Qosos: 77).

Dalam bab ini terdapat delapan pembahasan materi

11-12. Mengambil Qiyas ( analogi ) yang Salah Dan Mengingkari Qiyas ( analogi ) yang Benar.

Berargumen dengan kias yang salah, seperti perkataan mereka:

إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا

“Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga”. ( QS. Ibrahim : 10 ).

Membuang analogi yang benar, kesamaan masalah ini dan masalah sebelumnya yaitu tidak paham kompromi masalah dan tidak paham perbedaan masalah.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 190:

وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

📃 Penjelasan:

Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk berperang saat berada di Madinah, sebagian berpendapat dalam Surat Al-Hajj ayat 39.

– Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

10. Mereka Menjuluki Ahli Agama Islam dengan Kurang Pemahaman dan Tidak Punya Hafalan (Tidak Pandai).

Berargumen atas batilnya agama dengan sebab kurangnya pemahaman ahlinya dan tidak punya hafalan, sebagaimana perkataan mereka:

بَادِيَ الرَّأْيِۚ

Yang dangkal pemikiran. ( QS. Hud : 27 ).

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang tidak terhingga.

Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, mereka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 232).

– Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

8. Mereka berdalil batilnya sesuatu ketika yang mengikutinya hanyalah orang-orang yang lemah.

Sebagaimana firman Allah ﷻ:

قَالُوٓا۟ أَنُؤْمِنُ لَكَ وَٱتَّبَعَكَ ٱلْأَرْذَلُونَ

Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?”. (QS Asy-Syu’ara ayat 111).

Dan firman-Nya :

أَهَؤُلاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا

“Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka “. (QS. al-An’am : 53 ).

Maka Allah membantahnya dengan firman-Nya :

أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ

“Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” . (QS. al-An’am : 53 ).

Jika Anda merenungkan syariat, maka Anda akan dapati bahwa ia menutup segala sarana ke arah yang diharamkan, dan itu merupakan lawan dari siasat yang justru untuk mencapainya. Siasat adalah berbagai sarana dan pintu menuju keharaman, sedang saddudh dhara’i’ merupakan lawan daripadanya.

Jadi dua masalah tersebut adalah dua hal yang sangat bertentangan. Pembuat Syariat mengharamkan berbagai sarana (yang bisa menghantarkan pada keburukan), meskipun dengannya itu ia tidak memaksudkan hal yang haram, sebab ia bisa mengakibatkan kepada hal tersebut, apatah lagi jika dia memaksudkan terhadap sesuatu yang diharamkan itu sendiri.

Berargumen dengan pihak yang memiliki kekuatan pemahaman dan pelaksanaan, juga dalam kerajaan, harta dan kehormatan. Maka Allah membantah hal tersebut dengan firman-Nya :

وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ

” Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu “.( QS. al-Ahqaf : 26 ).

Dan firman-Nya :

كَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ

“…sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar”.( QS. al-Baqarah : 89 ).