بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Tanggal: 28 Dzulqa’dah 1446 / 26 Mei 2025
Tempat: Ain Khalid Coumpound
Bersama: Ustadz Abu Abdus Syahid Isnan Efendi, Lc, M.A Hafidzahullah
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 197-199
Alhamdulillah atas nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada kita terutama bertemu dengan bulan Dzulhijjah, dimana bulan haji ini banyak keutamaan. Yaitu hari-hari sebagai musim kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar. Dan (demi) hari yang sepuluh” (Al-Fajr: 1-2).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan hal ini, beliau berkata
:ليالي العشر اﻷخير من رمضان ، أفضل من ليالي عشر ذي الحجة ، و أيام عشر ذي الحجة أفضل من أيام عشر رمضان ، وبهذا التفصيل يزول اﻹشتباه ، ويدل عليه أن ليالي العشر من رمضان إنما فضلت بإعتبار ليلة القدر ، وهي من الليالي ، و عشر ذي الحجة إنما فضل بإعتبار أيامه، إذ فيه يوم النحر ، و يوم عرفة ،و يوم التروية …
“Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arofah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah)” [4. Zaadul Ma’aad hal. 20].
Banyak amalan-amalan yang bisa dilakukan pada awal Dzulhijjah di musim kebaikan ini. Hendaknya setiap hamba berusaha untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin. Terutama bagi kaum muslimin yang sedang melakukan amaliah haji dan umrah, hendaknya tahan sedapat mungkin publikasi di media sosial yang dapat mengikis pahala hajinya. Na’udzubillah.
📖 Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 197:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
📃 Penjelasan: Lanjutan
Waktu haji itu bulan-bulannya telah ditentukan, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah (10 hari pertama dari bulan tersebut). Barangsiapa berihram sebelum bulan-bulan itu maka dia memulai umrah.
Barangsiapa mewajibkan dirinya untuk berhaji di bulan-bulan ini lalu berihram, maka dia tidak boleh melakukan rafats (berjima’ atau mengucapkan perkataan kotor) fusuq (melakukan kemaksiatan atau melewati batas-batas syariat), dan jidal (perdebatan yang mengakibatkan perselisihan dan perkelahian).
Dan kebaikan yang kalian lakukan dalam haji seperti memberi makan dan sedekah itu diketahui oleh Allah lalu akan membalasnya. Dan berbekallah makanan dan nafkah untuk berhaji sampai kalian tidak membutuhkan bantuan orang lain, dan berbekallah untuk akhirat dengan amal shalih. Karena sebaik-baik bekal yang bermanfaat yaitu takwa kepada Allah. Dan takutlah kepada Allah, wahai orang-orang yang berakal.
📖 Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 198:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ ۖ وَٱذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
📃 Penjelasan:
📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
Ketika Allah memerintahkan untuk bertaqwa, Allah mengabarkan bahwasanya mencari karunia Allah dengan mencari penghidupan pada saat musim haji dan selainnya tidaklah berdosa apabila tidak mengganggu hal yang wajib atasnya, bila maksud kedatangannya adalah berhaji, dan pencahariannya itu adalah halal yang disandarkan kepada karunia Allah, tidak bersandar kepada keahlian seseorang dan melakukan sebab-sebab namun merupakan dzat yang membuat sebab-sebab tersebut, karena yang seperti ini adalah inti dari dosa itu sendiri.
🏷 Namun lebih selamat untuk menghindari urusan dunia, seperti berniaga. Dan rizki datang dari Allah ﷻ.
Dan dalam FirmanNya, “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di masy’aril haram“, terkandung dalil yang menunjukkan kepada beberapa hal;
– Pertama: wukuf di Arafah, hal ini adalah sesuatu yang telah diketahui dan merupakan rukun dari rukun-rukun Haji, maka bertolak dari Arafah tidaklah dilakukan kecuali setelah wukuf di sana.
– Kedua: perintah untuk berdzikir kepada Allah di masy’aril haram yaitu Muzdalifah, hal ini pun telah diketahui, yang dilakukan pada malam hari penyembelihan seraya bermalam disana, dan setelah salat subuh wukuf di Muzdalifah seraya berdoa hingga pagi sangat terang, termasuk dalam berdzikir kepada Allah adalah menunaikan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah padanya.
– Ketiga: bahwasanya wukuf di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah sebagaimana yang ditunjukkan oleh huruf fa dan pengurutan.
– Keempat dan kelima: bahwasanya Arafah dan Muzdalifah adalah tempat syiar-syiar haji yang memang dimaksudkan untuk dikerjakan dan ditampakkan.
– Keenam: bahwasanya Muzdalifah itu termasuk daerah haram sebagaimana Ia dibatasi dengan kata Harom.
– Ketujuh: bahwasanya Arafah termasuk daerah hal sebagaimana yang terpahami dari pembatasan yang ada pada kata Muzdalifah.
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”
Maksudnya, berdzikirlah kalian kepada Allah sebagaimana Dia telah karuniakan kepada kalian hidayahNya setelah kesesatan, sebagaimana juga Dia telah mengajarkan kepada kalian apa-apa yang tidak kalian ketahui sebelumnya. Hal ini adalah sebesar-besarnya kenikmatan yang harus disyukuri dan dibalas dengan bersyukur kepada Allah yang telah memberikannya dengan hati maupun lisan.
Berdo’alah seperti yang diajarkan Rasulullah:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: «أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ: لاَ تَدَعَنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتكَ». رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائيُّ بِسَنَدٍ قَويٍّ.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku wasiatkan (perintahkan) kepadamu wahai Muadz agar engkau jangan sekali-kali meninggalkan pada setiap dubur (akhir) shalat doa: ALLOHUMMA A’INNI ‘ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (artinya: Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu).” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dengan sanad yang kuat). [HR. Ahmad, 36:429; Abu Daud, no. 1522; An-Nasai, 3:53. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menyatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Yang mensahihkan hadits ini adalah Imam Nawawi dalam Al-Adzkar, Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nataij Al-Afkar, 2:298, dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3:194).
📖 Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 199:
ثُمَّ أَفِيضُوا۟ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ وَٱسْتَغْفِرُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
📃 Penjelasan:
Dianjurkan untuk beristighfar setelah melakukan amalaiah ibadah. Karena istighfar adalah penutup amal.
Mengapa beristigfar?
Manusia tidaklah terjaga dari kesalahan dan dosa karena setan selalu mengintai dan menghembuskan nafsu ke dalam dirinya yang dihiasi dengan gemerlap keindahan dunia. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْم
“Dan aku (istri Al-Aziz) tidak menyatakan diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)
Terlebih pula dalam hal ibadah, tentu ketika kita melakukan berbagai ibadah tersebut banyak kekurangan. Oleh karena itu, banyak perintah di dalam Al-Qur’an maupun hadis agar kita senantiasa beristigfar seusai melakukan suatu aktivitas ibadah.
📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat tertolaknya orang-orang banyak.” Maksudnya, kemudian bertolaklah kalian dari Muzdalifah dari tempat bertolak nya orang-orang dari sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang. Dan yang dimaksud dengan bertolak tersebut telah diketahui oleh mereka, yaitu untuk melempar jumroh, menyembelih hewan kurban, thowaf, sa’i, bermalam di mina pada malam-malam Tasyrik, dan menyempurnakan sisa kegiatan manasik haji lainnya. Dan ketika bertolak, maksudnya adalah apa yang telah disebutkan dan hal-hal yang disebutkan pada akhir manasik, ketika telah selesai darinya, Allah memerintahkan untuk beristighfar dan banyak berdzikir kepadaNya. Istighfar tersebut untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada seorang hamba dalam melaksanakan ibadahnya dan kelalaiannya padanya, sedangkan dzikir kepada Allah adalah wujud syukuran atas segala nikmat yang telah diberikan dengan taufikNya dalam melaksanakan ibadah yang agung dan karunia yang tak terkira tersebut.
Demikianlah seharusnya yang dilakukan seorang hamba setiap kali ia selesai dari suatu ibadah, sepatutnya ia beristighfar kepada Allah dari kelalaiannya dan bersyukur atas TaufikNya, bukan seperti orang yang memandang bahwa ia telah menyempurnakan ibadah, dan telah berbuat baik kepada Allah dan ibadah itu menjadikannya menempati posisi yang tinggi, sesungguhnya orang seperti ini berhak atas kemurkaan dan amalnya ditolak, sebagaimana yang pertama berhak untuk dikabulkan dan diberi Taufik kepada amalan-amalan yang lainnya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم