بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 25 Dzulqa’dah 1446 / 23 Mei 2025.



Tidak Dicintai Karena Dzatnya Kecuali Allah

Jika telah diketahui bahwa segala aktivitas dasarnya adalah cinta dan keinginan, maka tentu harus ada yang dicintai dan diingini untuk diri itu sendiri, dan bukan dicari dan dicintai untuk lainnya. Sebab kalau setiap yang dicinta untuk yang lain, maka akan terjadi mata rantai yang tak berujung dalam sebab dan tujuannya, dan hal tersebut adalah batil menurut kesepakatan orang-orang yang berakal.

Dan sesuatu terkadang dicintai pada satu sisinya, tetapi tidak pada sisi yang lain. Karena itu, tidak ada suatu pun yang dicintai karena dzatnya dalam segala sisinya kecuali Allah Yang Mahaesa semata, yang tidak berhak menyandang ketuhanan kecuali Diri-Nya. Dan seandainya di langit dan di bumi terdapat tuhan-tuhan lain selain Allah, niscaya terjadilah kebinasaan. Dan Ilahiyah (ketuhanan) yang diserukan para rasul kepada masing-masing umatnya untuk mentauhidkan Tuhan, yaitu: Ibadah dan penyembahan.

Dan di antara konsekwensinya yaitu mengesakan Ketuhanan yang juga diakui oleh orang-orang musyrik. Dan Allah menjadikan hal ini sebagai kesaksian atas mereka, sebab mengakui keesaan Ketuhanan Allah berarti harus mengakui dan merealisasikan pengesaan Allah dalam ibadah dan penyembahan.

Kecintaan Yang Bermanfaat

Setiap yang hidup memiliki keinginan dan perbuatan sesuai dengan dirinya. Setiap yang bergerak memiliki tujuan mengapa ia bergerak. Dan tidak ada kemaslahatan baginya kecuali jika akhir tujuan geraknya adalah Allah semata. Sebagaimana tak berarti keberadaan dirinya kecuali dengan menjadikan Allah semata sebagai Tuhan dan Penciptanya. Ia ada karena Allah semata, dan kesempurnaan dirinya yaitu dengan menjadikan Allah sebagai tujuannya. Sesuatu yang tidak diciptakan-Nya, tidak akan ada dan sesuatu yang tidak karena-Nya, tidak akan bermanfaat, tidak akan kekal. Karena itu Allah befirman,

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.” (Al-Anbiya’: 22).

Dalam ayat tersebut Allah tidak befirman, “Niscaya keduanya telah lenyap”, sebab Allah Mahakuasa mengkekalkannya dalam keadaan rusak. Di sini menunjukkan bahwa keduanya tidak akan baik kecuali jika Pencipta keduanya adalah Tuhan Yang Mahaesa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan sungguh kebaikan suatu amal atau aktivitas adalah tergantung pada niat dan tujuannya, maka setiap pekerjaan tergantung pada niat, tujuan dan keinginan pelakunya.

Dan klasifikasi pekerjaan menjadi baik dan rusak terkadang tergantung pada jenis pekerjaan itu sendiri dan terkadang tergantung pada tujuan dan niatnya. (Ikhlas dan Muttaba’ah).

Adapun klasifikasi cinta dan keinginan menjadi bermanfaat dan merusak, maka hal itu tergantung dengan yang dicintai dan yang diingini. Jika yang dicintai dan diingini itu sesuatu yang tidak patut untuk dicintai dzatnya kecuali Dia, dan bahwa Dia adalah puncak kecintaan yang tertinggi, yang tidak akan ada kebaikan, keberuntungan dan kesenangan bagi hamba kecuali dengan menjadikan-Nya sebagai satu-satunya yang dicinta, yang diingini dan puncak yang dicari, maka kecintaannya itu adalah kecintaan yang bermanfaat baginya. Tetapi, jika yang dicintai, diingini dan dicari itu selain-Nya, maka kecintaannya itu akan membahayakan baginya, bahkan sebagai siksa dan derita.

Maka, kecintaan yang bermanfaat adalah kecintaan yang memberikan apa yang bermanfaat bagi pemiliknya dari berbagai kebahagiaan dan kenikmatan. Sedangkan kecintaan yang berbahaya adalah kecintaan yang membahayakan pemiliknya, membuatnya tersiksa dan menderita.

Ilmu dan Keadilan Adalah Dasar Segala Kebaikan

Jika masalah di atas telah jelas, maka orang yang berfikir dan mengerti tentang dirinya tidak akan mengutamakan kecintaan pada apa yang membahayakan dan membuatnya menderita. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali karena maksud dan keinginannya yang rusak.

Untuk itu perlu disinggung dua hal:

  • Pertama, soal kebodohan (ilmu yang rusak).
  • Kedua, soal kezaliman (keinginan yang rusak).

Manusia, pada dasarnya diciptakan dalam keadaan zalim dan bodoh. la tidak akan bisa terlepas dari kebodohan dan kezaliman kecuali jika Allah mengajarinya apa yang bermanfaat serta memberikannya petunjuk. Siapa yang dikehendaki-Nya baik, maka Dia akan mengajarinya apa yang bermanfaat baginya, sehingga ia terbebas dari kebodohan, dan bermanfaat baginya apa yang diajarkan-Nya, dan dengan demikian, ia juga terbebas dari kezaliman.

Adapun jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah membiarkannya pada dasar penciptaan semula (bodoh dan zalim). Demikian seperti disebutkan dalam Al-Musnad dari hadits Abdullah bin Amr dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan kegelapan. Lalu Ia memancarkan cahaya-Nya. Maka barangsiapa yang terkena cahaya itu ia mendapat petunjuk dan barangsiapa tidak mendapatkannya maka ia tersesat.”

🏷️ Takdir Allah ﷻ bersifat rahasia dan tidak boleh menanyakan, seperti perbuatan Allah ﷻ, dalam hadits : _Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan kegelapan._

Nafsu selalu menginginkan apa yang membahayakannya dan tidak bermanfaat baginya. Sebab terkadang dia memang tidak mengerti bahayanya, tetapi terkadang pula karena niatnya yang buruk, atau karena kedua-duanya.

Karena itu, hakikat iman yaitu yang membawa pemiliknya untuk melakukan apa yang bermanfaat baginya dan meninggalkan apa yang membahayakannya. Jika ia tidak melakukan hal yang bermanfaat, atau tidak meninggalkan yang membahayakannya, maka berarti imannya belum iman yang sesungguhnya, tetapi ia baru memiliki kadar iman seperti itu.

Seorang Mukmin yang hakiki adalah yang dengan neraka seakan-akan ia melihatnya, sehingga ia tidak meniti jalan yang menjerumuskan dirinya ke dalamnya, apatah lagi berusaha untuk masuk ke dalamnya. Juga seorang Mukmin yang hakiki adalah yang dengan surga ia tidak berpangku tangan untuk tidak berusaha mencarinya. Dan hal tersebut sama dengan apa yang dicari manusia di dunia dari berbagai kemanfaatan, atau untuk menghindar dari berbagai bahaya.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم