ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 31: 7 Rabi’ul Awal 1447 / 30 Agustus 2025
Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 37 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27
Berikut pokok-pokok masail jahiliyah yang telah dibahas:
- Mereka Ahlu Jahiliyyah beribadah dengan menjadikan orang-orang sholih sekutu didalam berdoa dan beribadah kepada Allah ﷻ.
- Kaum Jahiliyah Berecerai berai Dalam Ibadah dan Agama.
- Mereka Menganggap Bahwa Menyelisihi Pemerintah Merupakan Keutamaan, Taat dan Patuh Merupakan Kehinaan.
- Taklid Buta.
- Berdalil dengan Pendapat Mayoritas Tanpa Melihat Sumbernya.
- Berargumen Dengan Perbuatan Generasi Pendahulu Tanpa Melihat Sumber Landasannya.
- Berargumen Dengan Pihak Yang Kuat Bahwa Itulah Kebenaran.
- Berargumen Bahwa Apa Yang Menjadi Pegangan Orang-orang Lemah Bukanlah Kebenaran.
- Mengikuti Ulama Fasik dan Orang-orang Bodoh.
- Mereka Menjuluki Ahli Agama Islam Dengan Kurang Pemahaman Dan Tidak Punya Hafalan.
- Mengambil Kias ( analogi ) Yang Salah.
- Membuang Kias ( analogi ) Yang Benar.
- Ghuluw ( sikap berlebihan ) Terhadap Ahli Ilmu Dan Orang Shalih.
- Menafikan Kebenaran dan Menerima Kebatilan.
- Tidak Mau Menerima Kebenaran dengan Alasan yang Batil.
- Orang-orang Yahudi Mengganti Taurat dengan Kitab-kitab Sihir.
- Menisbatkan Kebatilan kepada Para Nabi.
- Mereka Menisbatkan Diri Kepada Para Nabi Padahal Mereka Menyelisihinya.
- Mencela Orang-orang Shalih Disebabkan Perbuatan Sebagian Orang yang Menisbatkan Diri Kepada Mereka.
- Mereka Berkeyakinan bahwa Sihir dan Perdukunan Merupakan Bagian Karamah Para Wali.
- Ibadah Mereka kepada Allah dengan Bersiul dan Bertepuk Tangan.
- Mereka Menjadikan Agama Sebagai Senda Gurau dan Permainan.
- Terlena Dengan Dunia.
- Tidak Mempedulikan Kebenaran Jika Dibawa Oleh Orang-orang Miskin.
- Berdalil Atas Batilnya Suatu Perkara Disebabkan Orang-orang Lemah Lebih Dahulu Masuk ke dalamnya.
- Menyelewengkan Dalil-dalil Dari Al-Kitab Setelah Mengetahuinya Demi Menuruti Hawa Nafsu.
- Menyusun Kitab-kitab yang Batil Lalu Dinisbatkan kepada Allah ﷻ.
- Menolak Kebenaran yang Datang dari Kelompok Lain.
- Tidak Mau Mengamalkan Perkataan Orang yang Mereka Ikuti.
- Lebih Mengutamakan Perpecahan dan Meninggalkan Persatuan.
- Permusuhan Mereka kepada Agama yang Benar dan Kecintaan Mereka kepada Agama yang Batil.
- Pengingkaran Mereka terhadap Kebenaran Bila Kebenaran Itu Bersama dengan Orang Selain Mereka yang Tidak Mereka Sukai.
- Kontradiksi Mereka Dalam Pengakuan dan Pengingkaran.
- Setiap Kelompok Menganggap Dirinya Paling Benar, Sedangkan yang Lain Tidak Benar.
- Taqarrub (Mendekatkan Diri) kepada Allah dengan Melakukan Perbuatan yang Diharamkan.
- Dalam Mendekatkan Diri kepada Allah, Mereka Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram.
- Menjadikan Ulama dan Ahli Ibadah Sebagai Sesembahan Selain Allah ﷻ.
- Mereka Mengingkari Nama-nama dan Sifat-sifat Allah ﷻ.
- Mereka Melakukan Ilhad di dalam Nama-nama Allah ﷻ.
******
40. Mengingkari Keberadaan Allah ﷻ
Tha’til, seperti perkataan firaun dan pengikutnya.
📃 Penjelasan:
Tha’til merupakan bagian dari Ilhad (penyimpangan) yang bermakna mengingkari atau meniadakan. Demikian juga tidak bergerak atau berfungsi, seperti mesin yang rusak.
Ta’thil yang dimaksud di sini yaitu mengosongkan alam semesta dari penciptanya dan meniadakan pencipta perkataan firaun dan pengikutnya alam ini. Alam ini tidaklah melainkan hasil proses alam, begitulah perkataan mereka.
Pelakunya disebut Mu’atthil (jika jamak mu’atthilah) seperti Firaun, ia berkata:
يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
“Hai kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku “. ( QS. al-Qashash : 38 ).
Ta’thil ( peniadaan nama-nama dan sifat-sifat Allah secara mutlak ) seperti mereka tidak menetapkan sifat qadim dan rahmat. Seperti pemikiran Mu’tazilah menggunakan logika yang rusak, mereka beranggapan jika menetapkan banyak sifat sama saja menetapkan Tuhan-tuhan yang lain!
Demikian juga mereka menetapkan sifat sebagian dan menafikan sebagian sifat yang lain yaitu dengan mentakwil, seperti sifat-sifat Allah ﷻ wajah, tangan, atau pendengaran, karena mereka beranggapan penetapan sifat tersebut akan menyerupakan Allah dengan makhluk (menimbulkan tasybih) atau tidak sesuai dengan akal. Alih-alih menetapkannya, mereka akan menolak sifat-sifat tersebut atau mengubah makna ayat yang menyebutkannya, misalnya menafsirkan “tangan Allah” sebagai “kekuasaan Allah”, bukan anggota tubuh seperti makhluk.
- Takwil pada hakikatnya adalah Ta’thil karena makna aslinya ditiadakan. Maka, maknanya meniadakan dan mengingkari sifat Allah ﷻ.
- Tafwidh (menyerahkan), menetapkan hanya lafadznya dan maknanya (Wallohu’alam) terserah Allah ﷻ. Pelakunya disebut Mufawwid. Ini juga bagian dari Ta’thil yang maknanya juga Ilhad.
Karena sifat Allah ﷻ terdiri dari lafadz, dan lafadz memiliki makna. Seperti nama Dzat Allah ﷻ Ar-Rahman dan memiliki sifat rahmat. Maka ada lafadz Ar-Rahmah yang maknanya sifat rahmat.
Dan aqidah salaf menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah lafadz dan maknanya yang diketahui, yang tidak ditetapkan adalah kaifiatnya (caranya), sebagai contoh Allah ﷻ beristiwa, memiliki lafadz dan maknanya berdiam di suatu tempat yang tinggi, tetapi tidak menetapkan kaifiatnya.
Demikian juga sifat Allah ﷻ Nuzul yang mengandung makna turun, tetapi Wallohu’alam kita tidak menjelaskan bagaimana cara turunnya.
Menetapkan makna tidak berarti menetapkan kaifiatnya (caranya), karena Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.
Dalam Al-Qur’an pengelompokan ayat:
1. Muhkamat: yaitu indah dalam bentuk dan susunan kata serta maknanya, dan sebagian besar dari Al-Qur’an adalah muhkamat.
2. Mutasyabihat: yaitu sebagian isi Al-Qur’an (sedikit) memiliki keserupaan dengan sebagian yang lain dalam hal keindahan, kesempurnaan dan tujuan-tujuan yang mulia.
Allah ﷻ telah berfirman:
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُۘ وَالرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَاۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ ٧
Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ululalbab. (Q.S Ali ‘Imran Ayat 7)
Dan ayat-ayat mutasyabihat tergantung dari orang yang memahaminya, tiap-tiap orang berbeda dalam memahaminya. Dan kelompok-kelompok yang menyimpang memasukkan ayat-ayat tentang sifat-sifat Allah ﷻ ke dalam kelompok ayat-ayat mutasyabihat, dan ini keliru besar. Karena lafadz dan maknanya sudah jelas. Dan dari segi kaifiatnya kita tafwidh, tidak menentukan. Wallohu’alam.
Keyakinan yang benar tentang tauhid asma’ wa shifat ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Termasuk keimanan kepada Allah adalah beriman terhadap sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya sendiri dan juga yang Rasulullah tetapkan untuk Allah tanpa melakukan tahrif, ta’thil, tamtsil, dan takyif “ (Al-‘Aqidah Al-Waasitiyyah). Dalam menetapkan sifat Allah, kita dilarang melakukan tahrif, ta’thil, tamtsil, dan takyif.
- Ta’wil (penyelewengan makna) terhadap ayat maupun hadits tentang sifat-sifat Allah. Yang melakukan ta’wil adalah kelompok Jahmiyah dan Mu’tazilah. Demikian pula kelompok ‘Asyairah yang melakukan ta’wil terhadap sebagian sifat Allah.
- Tahrif artinya mengubah, baik mengubah kata maupun makna. Namun yang banyak terjadi adalah tahrif makna. Pelaku tahrif disebut muharrif.
- Ta’thil artinya mengosongkan dan meninggalkan. Maksudnya adalah mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya, baik mengingkari keseluruhan maupun sebagian, baik dengan men-tahrif maknanya maupun menolaknya. Pelaku ta’thil disebut mu’atthil.
- Takyif artinya menyebutkan tentang kaifiyyah (karakteristik) suatu sifat. Takyif merupakan jawaban dari pertanyaan “bagaimana?”.
Ahlussnunnah wal jama’ah tidak men-takyif sifat Allah. Terdapat dalil naqli dan dalil ‘aqli yang menunjukkan larangan takyif.
- Tamtsil adalah menyebutkan sesuatu dengan yang semisalnya (dari seluruh sisi). Takyif dan tamtsil mempunyai makna yang hampir sama, namun terdapat perbedaan antara keduanya. Takyif lebih umum daripada tamtsil. Setiap mumatstsil (orang yang melakukan tamtsil) adalah mukayyif (orang yang melakukan takyif), namun tidak setiap mukayyif adalah mumatstsil.
Bagian dari tamtsil adalah tasybih, yaitu menyebutkan sesuatu dengan yang semisalnya (dari sebagian sisi).
Contoh: sifat kalam Allah ﷻ berbicaranya dari semua sisi seperti saya (ini berarti tamtsil), jika seperti bicaranya saya dalam suaranya saja (tasybih).
- Tajsim: Aqidah yang mensketsa menjasadkan bentuk-bentuk, sifat-sifat Allah ﷻ, seperti memiliki tangan, mata, mulut. Tetapi kita tidak menetapkan nama alat pendengaran seperti telinga, mata dan tangan seperti makhluk.
Maka, menetapkan jisim bagi Allah ﷻ kita tidak menjawabnya, wallohu’alam, karena Allah ﷻ tidak menjelaskan di dalam Al-Qur’an.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم


