ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 37: 26 Rabi’ul Akhir 1447 / 18 Oktober 2025



Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 45 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27

Masalah Ke-47: Mengkufuri Nikmat Allah ﷻ

Mereka menisbatkan nikmat Allah kepada selain-Nya, seperti-Nya:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya “. (QS. an-nahl : 83 ).

📃 Penjelasan:

Menisbatkan nikmat kepada selain Allah merupakan syirik dan kufur kepada-Nya, serta merupakan perbuatan kaum Jahiliyah. Allah berfirman tentang mereka:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir “. (QS. an-nahl : 83 ).

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18).

Imam Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, “Sesungguhnya Allah memaafkan kekurangan kalian dalam bersyukur. Jika kalian bertaubat, kembali taat dan ingin menggapai ridho Allah, Dia sungguh menyayangi kalian dengan ia tidak akan menyiksa kalian setelah kalian betul-betul bertaubat.” Demikian beliau sebutkan dalam Jami’ul Bayan fii Ta’wil Ayyil Qur’an, 8: 119.

Maka, salah satu bentuk syukur adalah dengan bersedekah setiap hari, yang cukup dilakukan dengan shalat dhuha dua raka’at.

Sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam :

فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ

“Dalam diri manusia ada 360 persendian, lalu diwajibkan sedekah dari setiap sendinya,” mereka bertanya,”Siapa yang mampu demikian, wahai Nabi Allah?” Beliau menjawab,”Memendam riak yang ada di masjid dan menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalanan. Apabila tidak mendapatkannya, maka dua raka’at shalat Dhuha mencukupkanmu.” [HR Abu Dawud no. 5242 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam kitab Irwâa`ul-Ghaliil, 2/213 dan at-Ta’liq ar-Raghib, 1/235 ].

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rohimahullah berkata, Syukur adalah pangkal iman, dan dibangun di atas tiga rukun :

  1. Pengakuan hati bahwa semua nikmat-nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya dan kepada orang lain, pada hakekatnya semua dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Menampakkan nikmat tersebut dan menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat-nikmat itu.
  3. Menggunakan nikmat itu untuk taat kepada Allah dan beribadah dengan benar hanya kepada-Nya.

(al-Qoulus Sadiid Fii Maqooshidit Tauhiid – hal. 140)

Dikatakan: makna ayat an-nahl : 83 adalah :

1. Mereka mengetahui Rasulullah dan risalahnya, kemudian mereka mengingkarinya, dengan ingkar dan sombong, padahal hati mereka mengakui dan mengetahui bahwa dia adalah Rasulullah, sebagaimana firman Allah ﷻ:

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. ( al-An’am : 33 ).

Mereka mengetahui nikmat Allah dengan diutusnya Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah merupakan nikmat terbesar bagi umat manusia, kemudian mereka kafir terhadap Rasulullah dan menginkarinya. Ini salah satu pendapat dalam tafsir ayat ini.

2. Pendapat kedua : Bahwa mereka mengetahui nikmat Allah kepada mereka yang disebutkan dalam surat, yakni surat an-Nahl, kemudian mereka mengingkarinya; maksudnya , mereka menisbatkannya kepada selain Allah, mereka menisbatkannya kepada upaya dan kekuatan mereka, kepada usaha mereka, sebagaimana perkataan Qarun:

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku “. (QS. al-Qashash : 78 ).

Yakni saya telah mendapatkannya dengan pengalamanku, keterampilanku, dan usahaku. Maka ia telah mengingkari nikmat Allah kepadanya, demikian pula selain Qarun. Allah menyebutkan bahwa manusia jika diberi nikmat ia berkata : “ini milikku”, yakni ini sudah menjadi hak aku, dan aku diberikan haknya, bukan milik Allah ﷻ. Ia menisbatkan kebaikan yang ia dapatkan kepada dirinya, dan ia tidak mengatakan : “ini karunia dari Allah dan rahmat dari-Nya”.

Hukum Perkataan Seandainya Bukan karena Fulan…

Kata ‘law (seandainya atau andaikata)’ biasa digunakan dalam beberapa keadaan dengan hukum yang berbeda-beda. Berikut rinciannya sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Qoulul Mufid (2/220-221):

Perkataan Aun bin Abdillah Hukum Ungkapan “Kalau Bukan Karena Fulan dan Fulan, maka akan terjadi seperti ini”. Yaitu mengingkari nikmat Allah ta’aala tidak secara langsung.

– Jika hanya sebagai Khobar atau berita saja dan betul terjadi, maka ini tidak masalah.
– Jika tujuannya untuk merincikan sebab, maka ada tiga keadaan:

  1. Jika sebab ghaib yang tidak ada pengaruhnya maka ini syirik akbar. Seperti Jika bukan karena Syaikh Fulan atau kuburan Fulan, maka ini syirik akbar.
  2. Menyandarkan kejadian dengan sebab yang benar baik secara dhahir maupun syariat. Maka, ini boleh jika tidak diyakini sebab itu tidak berpengaruh terhadap dirinya sendiri dan tidak melupakan Allah sang pemberi nikmat. Seperti si Fulan sehat setelah berobat ke Dokter Fulan, Jika hanya mengabarkan maka boleh. Jika berkata dia sehat karena Dokter Fulan, kalua tidak dia mati. Ini boleh jika tidak yakin bahwa semata-mata karena si dokter tadi yang menyembuhkan dan melupakan kekuatan Allah ta’aala.
  3. Menisbatkan kejadian kepada sebab yang nampak tetapi tidak ditetapkan hissi[Kedokteran maupun pengalaman] maupun syariat [Kedokteran maupun syariat], ini adalah syirik kecil. Seperti memakai gelang agar terhindar dari penyakit ain.

Hukum Mengingkari Nikmat Allah ﷻ

  1. Mengingkari secara langsung bahwa hal ini bukan dari Allah ﷻ, maka ini adalah syirik akbar.
  2. Mengingkari nikmat Allah ﷻ dengan menyatakan bahwa Allah ﷻ tidak melakukannya. Maka, ini syirik akbar. Seperti memanen hasil bumi mereka melakukan sedekah bumi atau sedekah laut.
  3. Tidak mengingkari nikmat Allah ﷻ secara langsung, tetapi menisbatkan kepada selain Allah ﷻ. Seperti, kalau bukan karena dokter itu, dia akan mati.

Sebagai contoh: Mujahid Rahimahullah mencontohkan orang yang mengatakan ‘ini hartaku yang kudapatkan dari warisan orangtuaku. Apakah ini perkataan kufur?

Jawab: Jika dilihat dari kalimatnya maka, ini termasuk mengingkari nikmat Allah ﷻ tidak secara langsung. Maka dilihat kondisinya:
1. Warisan adalah dzahir yang nyata.
2. Ditetapkan syariát

Maka hal ini boleh diucapkan dengan syarat:
1. Warisan bukan murni dari diri sendiri atau makhluk.
2. Menyadarkan kepada Allah ﷻ.
Demikian, dikiaskan kepada kasus-kasus lainya seperti halnya mencela angin, hujan dan lainya.

Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita dan keluarga kita dari berbuat syirik. Aamiin.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم