Assunnah Qatar

Kegiatan Kajian Melayu Assunnah Qatar

Sesungguhnya shalat adalah ibadah yang agung, meliputi ucapan dan perbuatan yang disyari’atkan. Dari keduanya, terangkai tata caranya yang begitu sempurna. Shalat, sebagaimana didefinisikan oleh para ulama, adalah: Rangkaian ucapan dan perbuatan yang bersifat khusus, dimulai dengan takbir, dan ditutup dengan salam.

Rangkaian ucapan dan perbuatan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga bagian: Rukun-rukun, hal-hal yang wajib, dan hal-hal yang disunnahkan.

Rukun-rukun shalat, adalah hal-hal dalam shalat yang apabila sebagian darinya ditinggalkan, maka shalat menjadi batal. Baik itu ditinggalkan secara sengaja atau karena lupa. Atau minimal rakaat di mana hal itu ditinggalkan menjadi tidak sah, sehingga digantikan dengan rakaat selanjutnya, seperti akan dijelaskan nanti.

Hal-hal yang wajib dalam shalat, adalah hal-hal yang apabila sebagian darinya ditinggalkan dengan sengaja, maka shalat menjadi batal. Dan apabila ditinggalkan karena lupa, maka shalat tidak batal, tapi harus diganti dengan sujud sahwi.

Hal-hal yang disunnahkan dalam shalat, adalah hal-hal yang apabila sebagian darinya ditinggalkan, tidak menyebabkan shalat batal, baik dengan sengaja atau karena lupa. Akan tetapi menyebabkan nilai shalat menjadi berkurang.

Nabi ﷺ, melaksanakan shalat dengan sempurna,lengkap dengan semua rukun, hal-hal yang wajib, serta hal-hal yang disunnahkan di dalamnya. Beliau bersabda: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalar.” (HR Bukhori)

Setelah memuji Allâh dan bersyukur atas nikmat yang Allâh ﷻ karuniakan kepada kita semua, kita berdoa agar Allâh ﷻ memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita.

Pada pertemuan lalu telah dijelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa yang dijelaskan dalam awal Surat Al-Baqarah ayat 3-4:

ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

وَٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِٱلْءَاخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

▪️ Sifat-sifat Orang yang beruntung dalam ayat ini adalah:

1. Beriman kepada perkara Ghaib: yaitu segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera dan tersembunyi, yang diberitakan oleh Allah atau Rasulullah seperti hari Akhir, surga dan neraka, hisab, mizan dan lainnya.

2. Mendirikan shalat : yakni menunaikannya sesuai ketentuan syariat yang meliputi syarat, rukun, wajib dan sunnahnya.

Dalam sebuah hadits, dijelaskan bahwa sholat lima waktu ibarat seseorang mandi membersihkan diri lima kali sehari.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »

“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

“Amal ibadah yang pertama yang akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya yang lain dan jika shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalannya yang lain [HR Thabrani, dishahihkan oleh syaikh Albani].

Judul ini adalah judul yang ditulis oleh Imam an-Nawawi Rahimahullah, karena Imam Muslim tidak menyebut judul pada setiap Bab-nya.

Bab ini juga merupakan bagian dari fitnah karena dua orang muslim yang akan saling membunuh, tentu merupakan hal yang tidak disukai (Fitnah).

📖 Hadits Muslim Nomor 5139

حَدَّثَنِي أَبُو كَامِلٍ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ وَيُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ خَرَجْتُ وَأَنَا أُرِيدُ هَذَا الرَّجُلَ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرَةَ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ يَا أَحْنَفُ قَالَ قُلْتُ أُرِيدُ نَصْرَ ابْنِ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي عَلِيًّا قَالَ فَقَالَ لِي يَا أَحْنَفُ ارْجِعْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ قَالَ فَقُلْتُ أَوْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ قَدْ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ

Telah menceritakan kepadaku Abu Kamil Fudhail bin Husain Al Jahdari telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dan Yunus dari Al Hasan dari Al Ahnaf bin Qais berkata: Aku pergi untuk menemui orang ini lalu Abu Bakrah menemuiku, ia bertanya: Kamu mau kemana wahai Ahnaf? Aku menjawab: Aku hendak menolong putra paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam -maksudnya Ali. Lalu ia berkata: Wahai Ahnaf, kembalilah karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Bila dua orang muslim berhadapan dengan pedang, pembunuh dan yang terbunuh ada di neraka.” Aku berkata: Atau dikatakan: Wahai Rasulullah, ia yang membunuh (pantas masuk neraka), lalu bagaimana dengan yang terbunuh? Beliau menjawab: “Sesungguhnya ia ingin membunuh kawannya.”

Hadits ini menjelaskan investigasi Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu yang mencari seseorang dari Yaman, berdasarkan wahyu dari Rasulullah ﷺ dan ini menunjukkan benarnya perkataan Rasulullah ﷺ.

Umar bin Khathab mencari Uwais bin ‘Amir dengan menanyakan asal yang umum sampai ke yang khusus agar tidak salah orang. Beliau memulai dengan menyebut asal dari Murad kemudian dari Qaran kemudian bekas penyakit kulit yang berbekas.

Uwais bin ‘Amir adalah orang yang mustajab do’anya karena sangat berbakti kepada ibunya. Sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut agar Umar memohon untuk dimintakan ampun.

Uwais bin ‘Amir memiliki sifat yang qona’ah dan tawadhu, tidak mau dimuliakan dan lebih menyukai sebagai golongan masyarakat miskin pada umumnya, tidak memanfaatkan untuk dinaikkan kedudukannya padahal Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu menawarkan untuk dipermudah urusan safarnya. Dia hanya berkata “Saya lebih senang menjadi golongan manusia yang fakir miskin.”

Hadits ini juga menyebut keadaan zaman ini, dimana orang melihat seseorang dari penampilan fisiknya yang kaya agar dia menghormatinya. Hingga pada hadits kedua orang-orang mencela Uwais bin ‘Amir Al-Qarni.

📖 Hadits ke-55 | Bab: Dosa-dosa Besar (Membunuh).

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الكَبَائِرِ، قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهَادَةُ الزُّورِ»

55. Anas Radhiyallahu’anhu berkata: “Ketika Nabi ﷺ ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau menjawab: ‘Syirik (mempersekutukan Allah), durhaka pada kedua orang tua, menghilangkan jiwa (manusia), dan saksi palsu.'”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-52, Kitab Kesaksian dan bab ke-10, bab apa yang dikatakan dalam hal kesaksian palsu)

📖 Hadits ke-56 | Bab: Dosa-dosa Besar

عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: “اجتنبوا السبع المُوبِقَات، قالوا: يا رسول الله، وما هُنَّ؟ قال: الشركُ بالله، والسحرُ، وقَتْلُ النفسِ التي حَرَّمَ الله إلا بالحق، وأكلُ الرِّبا، وأكلُ مالِ اليتيم، والتَّوَلّي يومَ الزَّحْفِ، وقذفُ المحصناتِ الغَافِلات المؤمنات.

56. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata: “Nabi ﷺ bersabda: ‘Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan.’ Sahabat bertanya: Apakah itu ya Rasulullah?’ Nabi i menjawab: ‘1) Syirik (mempersekutukan Allah), 2) berbuat sihir (tenung), 3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, 4) makan harta riba, 5) makan harta anak yatim, 6) melarikan diri dari medan perang, 7) dan menuduh zina wanita mukminah yang baik.'” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-55, Kitab Wasiat dan bab ke-23, bab firman Allah: “Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim…”)

💡 Iman kepada surga dan neraka mencakup tiga hal:
1. Keduanya benar-benar adanya tanpa keraguan.
2. Surga dan neraka keduanya adalah makhluk yang diciptakan.
3. Surga dan neraka Allâh ﷻ jadikan kekal dan tidak fana.

Imam Hafizh bin Ahmad bin Ali Al-Hakami Rahimahullah (w. 1377 H) berkata dalam manzhumah-nya Ma’aariju Al-Qabul:

Neraka dan Surga adalah benar adanya, keduanya telah ada saat ini dan keduanya tidak fana

Keduanya kekal dan abadi karena Allah yang membuat keduanya kekal
Keduanya tidak akan rusak selamanya, dan tidak pula fana penduduk keduanya

Pertama : Surga dan Neraka benar adanya tanpa ada keraguan.

Surga hanya diperuntukkan bagi seorang muslim yang beriman dan beramal shaleh. Neraka diperuntukkan untuk orang kafir, munafiq, atheis dan yang semisal mereka, serta ahli maksiat, orang yang sombong, kasar lagi keras permusuhannya.

Dalil-dalil yang menujukkan adanya surga sangat banyak didalam Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih, serta kesepakatan para ulama As-Salafu As-Shaleh dari zaman ke zaman. Allâh ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

21. Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

22. (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 21-22)

وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْٓ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ ۚ

“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir”. (QS. Ali ‘Imran: 131)

Allâh ﷻ berfirman اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ (Disediakan untuk orang-orang kafir) merupakan dalil bahwa neraka sudah ada, ini merupakan Fi’il Madhi (Bahasa Arab: فعل ماضي) adalah kata kerja yang menunjukkan peristiwa di masa lalu.

Kata اُعِدَّتْ merupakan bina majhul (telah disediakan) yang maknanya telah ada. Demikian juga untuk surga dengan makna yang sama, pada kata اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ. Lihat ayat berikutnya:

۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

133. Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,

Dari ‘Ubadah bin Shamit Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa saja yang bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak diibadahi kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan dia bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, Isa puta Maryam adalah hamba dan utusa-Nya, kalimat dan ruh-Nya yang di berikan kepada Maryam, surga itu benar (haq), neraka itu benar adanya, maka Allah akan masukkan dia ke surga-Nya dengan amal apa saja yang dia punya”.

Dalam riwayat lain ada tambahan: “Dari pintu surga yang delapan sesuai yang dia kehendaki”. (HR. Bukhari (no. 3435).

Kedua: Meyakini bahwa Surga dan Neraka telah diciptakan oleh Allâh ﷻ

Dari Sahabat ‘Imran bun Husain Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Maka aku melihat kedalam surga dan kebanyakan penghuninya para fuqara (fakir maskin), dan aku melihat ke neraka dan kebanyakan penghuninya adalah para wanita”. (HR. Bukhari (no. 3241).

Bagian Kelima: Muamalat | Bab 1 – Jihad | Bagian 1

Definisi Jihad (Pengertian Jihad)

▪️ Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun perbuatan.

▪️ Secara istilah syari’ah berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuan kaum muslimin untuk memperjuangkan melawan orang-orang yang dzalim, murtad maupun pemberontak dan selain mereka untuk menegakan Islam demi mencapai ridha Allâh ﷻ.

Bab ini terdiri atas sebelas materi:

Materi Pertama: Hukum, Macam, dan Hikmah Jihad

1. Hukum Jihad

Jihad khusus, yaitu perang melawan kaum kafir dan kaum yang memerangi umat Islam, hukumnya fardhu kifayah. Apabila sebagian kaum Muslimin sudah melakukannya maka kewajiban sebagian yang lain gugur. Ini berdasarkan firman Allâh ﷻ,

۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (At-
Taubah: 122)

💡 Jihad terbagi menjadi dua, yaitu jihad ath tholab (menyerang) hukumnya fardhu kifayah dan jihad ad daf’u (bertahan) hukumnya fardhu ‘ain.

Hanya saja, bagi orang yang ditunjuk oleh imam maka jihad menjadi fardhu ain baginya, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ, “Dan apabila kalian diminta untuk berangkat maka berangkatlah.” (HR. Al-Bukhari, 3/18, Muslim, Kitab Al-Ijarah, 85, 86, Ibnu Majah, 2773, dan Imam Ahmad, 1/226).

Demikian pula halnya ketika musuh sudah mengepung suatu negeri maka seluruh penduduknya menjadi tertunjuk, termasuk kaum perempuan, untuk melawan musuh.

💡Maka hukum fardhu kifayah berubah menjadi fardhu ‘ain, berlaku pada tiga keadaan:
1. Jika ditunjuk oleh pemimpin.
2. Jika diserang musuh.
3. Jika sudah masuk ke kancah peperangan, maka dilarang untuk melarikan diri.

Hadits 12:

وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – عن النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «النَّاسُ مَعَادِنٌ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، خِيَارُهُمْ في الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ في الإسْلاَمِ إِذَا فَقهُوا، وَالأرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ، ومَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ». رواه مسلم. وروى البخاري قوله: «الأَرْوَاحُ … » إلخ مِنْ رواية عائشة رضي الله عنها

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ sabdanya: “Para manusia ini adalah bagaikan benda logam, sebagaimana juga logam emas dan perak. Orang-orang pilihan diantara mereka di zaman Jahiliyah adalah orang-orang pilihan pula di zaman Islam, jikalau mereka menjadi pandai -dalam hal agama. Ruh-ruh itu adalah sekumpulan tentara yang berlain-lainan, maka mana yang dikenal dari golongan ruh-ruh tadi tentulah dapat menjadi rukun damai, sedang mana yang tidak dikenalinya dari golongan ruh-ruh itu tentulah berselisihan -maksudnya ruh baik berkumpulnya ialah dengan ruh baik, sedang yang buruk dengan yang buruk.” (Riwayat Muslim)

Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi ﷺ Al-Arwah dan seterusnya itu dari riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha.

Keterangan: Dalam menafsiri pengertian perihal ruh itu ada yang saling kenal mengenal yakni ‘Ta’aruf dan ada yang tidak saling kenal-mengenal yakni Tanakur, maka Imam Ibnu Abdissalam berkata sebagai berikut: “Hal itu yakni kenal atau tidak kenal, maksudnya adalah mengenai keadaan sifat. Artinya andaikata Anda mengetahui seorang yang berlainan sifatnya dengan Anda, misalnya Anda seorang yang berbakti kepada Allah dan yang dikenal itu orang yang tidak berbakti atau mengaku ketiadaan Allah, sekalipun kenal orangnya, tetapi tidak saling kenal mengenal jiwa, ruh ataupun faham yang dianutnya. Sebaliknya jika orang itu sama dengan Anda perihal keadaan sifatnya, sama-sama berbaktinya kepada Allah, sama-sama berjuang untuk meluhurkan kalimat Allah, sama-sama membenci kepada kemungkaran dan kemaksiatan, maka selain kenal orangnya, juga sesuai jiwanya, sesuai ruhnya dan sejalan dalam faham yang dianutnya. Oleh sebab itu dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwa seorang yang merasa jiwanya itu masih lari atau enggan mengikuti ajakan orang yang mulia dan utama amalannya, pula bagus kelakuannya, hendaknya segera mencari sebab-sebabnya, sekalipun ia sudah mengaku sebagai manusia muslim. Selanjutnya setelah penyakitnya ditemukan, hendaknya secepatnya diubati dan dibuang apa yang menyebabkan ia sakit sedemikian. Cara inilah yang sebaik-baiknya untuk menyelamatkan diri dari sifat yang buruk, sehingga ruhnya dan jiwanya dapat saling berkenalan dengan golongan orang-orang yang baik pula ruh dan jiwanya.”

Bab 2: Penenggelaman Tentara yang akan Menghancurkan Ka’bah

📖 Hadits Muslim Nomor 5131

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id], [Abu Bakr bin Abu Syaibah] dan [Ishaq bin Ibrahim], teks milik Qutaibah, berkata Ishaq: telah mengkhabarkan kepada kami dan yang lain berkata: Telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Abdulaziz bin Rufai’] dari [Ubaidullah bin Al Qibthiyyah] berkata: Al Harits bin Abu Rabi’ah dan Abdullah bin Shafwan bertamu ke kediaman [Ummu Salamah], Ummul Mu`minin, aku bersama keduanya, keduanya bertanya tentang tentara yang dibenamkan ke bumi dan itu terjadi dimasa Ibnu Az Zubair. Ia menjawab: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Seseorang berlindung di baitulah lalu pasukan dikirim menemuinya, mereka berada disalah satu padang pasir lalu mereka dibenamkan.” Aku bertanya: Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan orang yang benci? Beliau menjawab: “Ia dibenamkan bersama mereka, tapi ia dibangkitkan pada hari kiamat berdasarkan niatnya.” Abu Ja’far berkata: Itu di tanah lapang Madinah. Telah menceritakannya kepada kami [Ahmad bin Yunus] telah menceritakan kepada kami [Zuhair] telah menceritakan kepada kami [Abdulaziz bin Rufai’] dengan sanad ini, dan dalam haditsnya disebutkan: Ia berkata: Lalu aku bertemu dengan Abu Ja’far, aku berkata: Sesungguhnya Ummu Salamah hanya mengatakan disalah satu padang pasir. Abu Ja’far berkata: Tidak, demi Allah sesungguhnya itu adalah padang pasir Madinah.

Penenggelaman (الخسف) merupakan tanda-tanda besar hari kiamat, terkhusus yang disampaikan Rasulullah ﷺ akan terjadi tiga kali. Dan ini belum terjadi.

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Asid Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ السَّاعَةَ لَنْ تَقُومَ حَتَّـى تَرَوْا عَشْرَ آيَاتٍ… (فَذَكَرَ مِنْهَا:) وَثَلاَثَةُ خُسُوفٍ: خَسْفٌ بِالْـمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ.

“Sesungguhnya Kiamat tidak akan tegak hingga kalian melihat sepuluh tanda… (lalu beliau menyebutkan, di antaranya:) Dan tiga penenggelaman ke dalam bumi, penenggelaman di sebelah timur, penenggelaman di sebelah barat, dan penenggelaman di Jazirah Arab.” [ Muslim dalam hadits selanjutnya]

Hadits ke-54 | Bab: Dosa-dosa Besar dan yang Paling Besar (Lanjutan) 

عن أبي بَكْرَةَ- رضي الله عنه – عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «أَلا أُنَبِّئُكم بِأَكْبَرِ الْكَبَائِر؟»- ثَلاثا- قُلْنَا: بَلى يا رسول الله، قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِالله وَعُقُوقُ الوالدين، وكان مُتَّكِئاً فَجَلس، وَقَال: ألا وَقَوْلُ الزور، وَشهَادَةُ الزُّور»، فَما زال يُكَرِّرُها حتى قُلنَا: لَيْتَه سَكَت.
[صحيح] – [متفق عليه]

54. Abu Bakrah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan dari Nabi – ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Kami menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda, “(Yaitu) menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau pada waktu itu bersandar, lalu duduk kemudian meneruskan sabdanya, “Ingatlah juga perkataan palsu dan kesaksian palsu.” Beliau terus-menerus mengulanginya sampai kami berkata, “Andai saja beliau diam (berhenti).”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-52, Kitab Kesaksian dan bab ke-10, bab apa yang dikatakan dalam hal kesaksian palsu) Maksudnya: Nabi ﷺ benar- benar minta perhatian terhadap hal yang biasanya diremehkan oleh masyarakat karena dianggap sepele.

🏷️ Syarah Hadits: (Lanjutan)

Termasuk Dosa besar: Durhaka kepada Orang Tua

▪️Besarnya hak kedua orang tua karena Rasul -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menggandengkannya dengan hak Allah -Ta’ālā-. Ketaatan kepada orang tua setelah ketaatan kepada Allâh ﷻ dan Rasul-Nya. Kita diperintahkan untuk berbakti kepada orang tua baik masih hidup atau telah mati.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali (QS Luqman ayat 14).