Ustadz Isnan Efendi

Kumpulan kajian rutin bersma Ustadz Isnan Efendi, BA Hafidzahullah

Pembahasan masalah keimanan dengan hal-hal ghaib harus bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, tidak ada celah bagi akal untuk dijadikan sebagai hujjah. Mengingkari Takdir termasuk dalam kekufuran.

Takdir adalah ketetapan dan ketentuan Allah ﷻ. Ada Qadha dan Qadar, yang keduanya memiliki makna yang sama, meskipun ulama berbeda pendapat.

Qadar yaitu ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan ketetapan-Nya terhadapnya sebelum terjadi, dan tulisan-Nya di Lauhul Mahfuzh, kemudian penciptaan-Nya terhadapnya. Iman kepada Qadar merupakan salah satu rukun iman yang enam.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, Setiap hamba memerlukan hidayah di atas jalan yang lurus, dan seorang hamba sangat berhajat akan do’a ini, karena tidak ada yang mampu mengantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat kecuali atas hidayah Allah ﷻ, siapa yang tidak tidak mendapatkan hidayah ini, maka ada dua kemungkinan : dia menjadi orang-orang yang dimurkai atau menjadi sesat. Dan hidayah ini tidak akan pernah didapatkan kecuali dari Allah ﷻ.

Dan hajat seorang hamba untuk mendapatkan hidayah ini sangat urgent agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan serta kemenangan tidak seperti hajatnya kepada rizki atau pertolongan, sesunguhnya Allah ﷻ memberikan rezeki kepadanya, sampai ajalnya tiba dan ini pasti. Jika dia diberi hidayah maka dia akan termasuk orang yang bahagia sebelum mati atau sesudahnya. Dan kematian adalah jalan menuju kebahagian yang abadi. Begitu juga pertolongan Allah ﷻ yang derajatnya lebih rendah dari hidayah.

Apabila kalian telah selesai dari amalan-amalan haji maka perbanyaklah berzikir kepada Allah dengan bertahlil, bertakbir, dan dengan pujian-pujian kepada-Nya sebagaimana kalian menyebut dan membangga-banggakan para pendahulu kalian (orang tua atau nenek moyang kalian), atau lebih baik dari itu.

Sebagian manusia hanya memohon urusan dunia, mereka tidak akan mendapat bagian dari kenikmatan akhirat, sebab yang mereka pentingkan hanyalah dunia.

Dan diantara manusia ada kelompok orang mukmin yang mengucapkan dalam doanya, “wahai tuhan kami, berikanlah kepada kami di dunia ini keselamatan, rizki, ilmu yang bermanfaat, amal Shalih dan lainnya dari perkara-perkara agama dan dunia, dan di akhirat berikanlah kami surga, dan jauhkanlah dari kami siksaan neraka.”

Dan  do’a ini termasuk do’a yang paling lengkap isinya oleh karena itu, nabi dahulu sering membacanya sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab shahihain. Dan ini termasuk keutamaan Nabi ﷺ yang disebut dengan Jawami’ul Kalim (جَوَامِعِ الْكَلمِ) adalah kemampuan istimewa yang dianugerahkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ , berupa kemampuan untuk menyampaikan makna yang luas dan mendalam melalui kalimat-kalimat yang ringkas, padat, dan mudah dipahami.

Diantara prilaku Jahiliyah yaitu syirik dalam kekuasaan, seperti perkataan kaum Majusi. Majusi merupakan sekelompik manusia di negeri Persia. Mereka menyembah api dan mengatakan : ” Alam ini memiliki dua pencipta, Tuhan cahaya dan Tuhan kegelapan, Tuhan cahaya menciptakan kebaikan dan Tuhan kegelapan menciptakan keburukan. Oleh karena itu mereka disebut Tsanawiyah ( penyembah dua Tuhan) , dan ini syirik dalam rububiyah.

Al-Alusi menyebut ada manuskrip yang lain yaitu Asyirkatu filmulki. Yang maknanya berbagi.

Mereka membagi-bagi Kekuasaan Seperti Kaum sosialis, yaitu “Majusi mazdakiyah” mengacu pada mazhab dalam agama Majusi (Zoroastrianisme) yang didasarkan pada ajaran Mazdak, seorang reformis agama dan filsuf Persia.

Mazdakisme adalah cabang atau aliran dalam Zoroastrianisme yang menekankan kesetaraan sosial dan pembagian kekayaan, dengan ajaran yang menentang praktik-praktik yang dianggap korup dalam masyarakat saat itu.

Hal yang perlu diketahui dalam masalah ini adalah bahwasanya rahmat yaitu suatu keadaan yang memerlukan sampainya manfaat dan maslahat kepada hamba, meskipun ia membencinya atau menderita karenanya.

Inilah rahmat dalam arti yang sesungguhnya. Karena itu, orang yang paling mengasihimu (merahmatimu) adalah orang yang (menurut anggapanmu) menyusahkanmu karena ia berupaya keras menyampaikan maslahat kepadamu, dan menolak bahaya dari dirimu, (Yang paling awal adalah orang tua kita).

Maka dari itu, termasuk kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya adalah ia memaksa anak tersebut agar mencari ilmu dan mengamalkannya. Dan untuk itu, terkadang anak itu menderita karena dipukul oleh ayahnya atau karena diberi tindakan lainnya. Orangtua itu melarang berbagai keinginan anaknya yang bisa mendatangkan bahaya.

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah) Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 Pertemuan 32: 14 Rabi’ul Awal 1447 / 6 September 2025 Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 40 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27 Masalah Ke – 41: Menyifati […]

Jika seorang hamba selamat dari fitnah syubhat dan syahwat, maka ia telah memperoleh dua tujuan yang agung, yang keduanya merupakan sumber kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya. Dua hal itu adalah petunjuk dan rahmat.

Dalam firman-Nya di atas, Allah menghimpunkan untuk hamba-Nya tersebut dua hal sekaligus, rahmat dan ilmu. Hal itu sama dengan ucapan para penghuni gua, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan berikanlah kepada kami ar-rusyd dalam urusan kami (ini).” (AlKahfi: 10).

Ar-Rusyd dalam ayat di atas berarti ilmu yang bermanfaat dan diamalkan. Di samping itu, ar-rusyd dan al-huda, jika disebutkan secara terpisah, maka masing-masing mengandung makna yang lain. Sedang jika disebutkan secara bersama-sama, maka al-huda berarti ilmu yang bermanfaat, sedang ar-rusyd adalah pengamalan daripadanya.

Keyakinan yang benar tentang tauhid asma’ wa shifat ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Termasuk keimanan kepada Allah adalah beriman terhadap sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya sendiri dan juga yang Rasulullah tetapkan untuk Allah tanpa melakukan tahrif, ta’thil, tamtsil, dan takyif “ (Al-‘Aqidah Al-Waasitiyyah). Dalam menetapkan sifat Allah, kita dilarang melakukan tahrif, ta’thil, tamtsil, dan takyif.

Dan aqidah salaf menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah lafadz dan maknanya yang diketahui, yang tidak ditetapkan adalah kaifiatnya (caranya), sebagai contoh Allah ﷻ beristiwa, memiliki lafadz dan maknanya berdiam di suatu tempat yang tinggi, tetapi tidak menetapkan kaifiatnya.

Demikian juga sifat Allah ﷻ Nuzul yang mengandung makna turun, tetapi Wallohu’alam kita tidak menjelaskan bagaimana cara turunnya. Menetapkan makna tidak berarti menetapkan kaifiatnya (caranya), karena Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura ayat 11: Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.

Pengingkaran dalam sifat seperti dalam firman Allah ﷻ:

وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لا يَعْلَمُ كَثِيراً مِمَّا تَعْمَلُونَ

“akan tetapi kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan “. (QS. Fussilat : 22 ).

Penjelasan:

Yang dimaksud dengan sifat yakni sifat Allah yang ditetapkan untuk dirinya. Ilhad secara bahasa artinya: menyimpang (miring) dari istiqamah. (seperti halnya liang lahad yang artinya miring dalam kuburan).

Ilhad yang dimaksud dalam hal ini yaitu penyimpangan dalam sifat Allah ﷻ dari pemahaman yang benar yang sudah tetap, diantaranya meniadakan sifat tersebut dari Allah ﷻ. Maka, meniadakan sifat merupakan ilhad ( pengingkaran ), karena miring dari kebenaran dan menyimpang darinya. Kaum jahiliyah mengingkari sifat-sifat Allah, yakni mereka menolaknya dan meniadakannya dari Allah. Dalilnya adalah firman Allah:

وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلا أَبْصَارُكُمْ وَلا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لا يَعْلَمُ كَثِيراً مِمَّا تَعْمَلُونَ

“Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. Fussilat : 22 ).

Dalam Mendekatkan Diri kepada Allah, Mereka Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram. Beribadah dengan mengharamkan yang halal, sebagaimana mereka beribadah dengan kesyirikan.

Termasuk perkara jahiliyah yaitu ibadah mereka, yakni mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan mengharamkan perkara yang diewajibkan Allah ﷻ. Mereka mengharamkan menutup aurat dalam thawaf sebagaimana kondisi orang-orang musyrik dahulu.

Menjadikan Ulama dan Ahli Ibadah Sebagai Sesembahan Selain Allah ﷻ: Beribadah dengan menjadikan para pendeta sebagai Tuhan-tuhan selain Allah.