بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Shahih Fiqh Sunnah
Karya: Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Hafidzahullah
Download Kitab : Versi Arabic di Sini
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Pertemuan 6: 21 Rabi’ul Akhir 1447 / 13 Oktober 2025
Masjid: At-Tauhid Al-Khor Community – Qatar
Mukadimah
Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya, Perkembangan ilmu fiqh pada zaman sahabat dan era Tabi’in dan setelahnya.
Fikih pada Masa Empat Madzhab
- Imam Abu Hanifah -semoga Allah merahmatinya- [699 M (80 H) – 767 M (150 H)]
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi, dikenal dengan kuniah Abu Hanifah. Lahir tahun 80 hijriah di masa para shighor sahabat (sahabat junior) masih hidup. Di masa beliau, ada empat orang sahabat yang masih hidup.
Menurut Imam al-Dzahabi, Abu Hanifah termasuk dalam kalangan tabi’in karena ia berjumpa dengan Sayyidina Anas bin Malik (annahu ra’a anas bin mâlik) sebagaimana perkataannya:
حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ جَابِرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا حَنِيفَةَ يَقُولُ: رَأَيْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
“Saif bin Jâbir bercerita, sesungguhnya ia mendengar Abu Hanifah berkata: “Aku berjumpa dengan Anas radhiyallahu ‘anhu.” (Imam Abu ‘Abdillah Muhammad al-Dzahabi, Manâqib al-Imâm Abî Hanîfah wa Shâhibaihi Abî Yûsuf wa Muhammad bin al-Hasan, Hyderabad: Lajnah Ihya al-Ma’arif al-Nu’maniyyah, tt, halaman 14).
Imam Abu Hanifah adalah orang yang wara’, bertakwa dan bersikap sangat baik terhadap teman dan saudara-saudaranya (mufdlilan ‘alâ ikhwânihi). Ia dijuluki al-watad (pasak) karena banyak melaksanakan shalat. Menurut penuturan Imam Abu Yusuf, ia mengkhatamkan al-Qur’an di setiap malam dalam satu rakaat. Katanya:
كَانَ أَبُو حَنِيفَةَ يَخْتِمُ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ فِي رَكْعَةٍ
Artinya “(Imam) Abu Hanifah mengkhatamkan al-Qur’an di setiap malam dalam satu rakaat.” (al-Dzahabi: 21).
Imam Abdullah bin Mubarak mengatakan:
مَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَوْقَرَ فِي مَجْلِسِهِ، وَلا أَحْسَنَ سَمْتًا وَحِلْمًا مِنْ أَبِي حَنِيفَةَ
Artinya “Aku tidak melihat seseorang yang lebih mulia (atau menyejukkan) dalam majlisnya, dan tidak (pula aku melihat orang) yang lebih bagus sambutan dan kesantunannya dari (Imam) Abu Hanifah.” (Al-Dzahabi: 18)
Perkembangan mdzhab Abu Hanifah secara kolektif dan diambil dari diskusi-diskusi. Dan murida yang paling menekuni adalah Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (wasit, 131 H/748 M.-189 H/804), maka keduanya disebut As-Shahiibaan [Dua sahabat].
Ketiga murid utama Abu Hanifah adalah; Abu Yusuf Ya’kub bin Ibrahim (w. 182 H), Muhammad bin Hasan asy Syaibani (w. 189 H) dan Zufar bin al Huzail al ‘Anbari (w. 158 H).
Bahkan imam Muhammad asy Syaibani dikenal pula sebagai salah satu tokoh yang juga memeliki kontribusi dalam mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i. Posisi pentingnya dalam mazhab Maliki, dapat dilihat dari sosoknya sebagai salah satu periwayat yang mu’tamad atas kitab induk mazhab Maliki, al Muwaththa’. Sedangkan posisi pentingnya dalam mazhab Syafi’i, dikarenakan imam Muhammad merupakan guru dari imam asy Syafi’i dalam studi fiqih ahli ar Ra’yi di irak. Di samping itu, karyanya al Atsar merupakan referensi terpenting dalam penulisan kitab al Umm, karya imam Muhammad bin Idris asy Syafi’i sebagai kitab induk mazhab Syafi’i.
Itu sebabnya, meski ketiga imam di atas dianggap berafiliasi kepada mazhab Hanafi, bukan berarti mereka orang-orang yang taqlid buta kepada imam Abu Hanifah, namun merekalah yang memiliki sumbangsih dan peran besar dalam penyebaran fiqih Abu Hanifah serta pembelaan atas ijtihad-ijtihadnya.
Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H di usianya yang ke tujuh puluh tahun. Beliau disholatkan enam kali karena banyaknya yang hadir ketika hari wafatnya
2. Imam Malik -semoga Allah merahmatinya- [711 M (90 H) – 795 M (174 H)]
Beliau adalah Imam Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Al-Harith, yang nasabnya sampai kepada Ya’rub bin Yashjub bin Qahtan Al-Asbahi. Kakeknya, Abu Amir, adalah seorang sahabat yang mulia.
Imam Malik bin Anas merupakan salah satu tokoh besar dalam Islam, Imam Dar al-Hijrah, lahir di Madinah.
Beliau adalah seorang ulama yang sangat banyak mengatakan ‘saya tidak tahu’. Namun hal ini bukanlah menunjukkan sedikitnya ilmu beliau. Justru inilah seorang ulama sejati yang sangat takut berkata tentang Allah tanpa iImu.
Al-Qadhi ”Iyadh dalam Tartibul Madarik menyebutkan bahwa Ibnu Mahdi رحمه الله mengatakan, “Seseorang bertanya kepada Malik tentang suatu permasalahan. Dia mengatakan bahwa dia diutus dari daerah sejauh enam bulan perjalanan. Namun Imam Malik رحمه الله berkata, ‘Kabarkan kepada orang yang mengutusmu bahwa aku tidak mengetahui permasalahan itu.’ Kemudian orang itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa yang mengetahuinya?‘ Imam Malik menjawab, ‘Orang yang diberi ilmu oleh Allah.”
Al-Haitsam mengatakan, “Aku menyaksikan Malik ditanya sebanyak 48 masalah. Lalu dia mengatakan tidak tahu dalam 32 masalah.”
Beliau menuntut ilmu ketika masih berusia belasan tahun. Ketika berusia 21 tahun beliau sudah mencapai tingkatan mufti yang boleh berfatwa dan memiliki majelis pengajian tersendiri. Banyak ulama yang mengambil ilmu riyawat dari beliau saat beliau masih begitu muda.
Abu Mush`ab berkata, ”Aku mendengar Malik berkata, ”Aku berfatwa hingga 70 orang bersaksi bahwa aku layak berfatwa.”
Asy-Syafi’i berkata, “Jika datang kepadamu riwayat dari Malik, peganglah itu erat-erat.” Beliau berkata, “Jika datang berita (hadis), maka Malik adalah bintangnya.” Beliau berkata, “Siapa yang ingin belajar hadis, maka dia perlu bersandar kepada Malik.”
Karya tulis beliau yang terkenal adalah Kitab Al-Muwatta’ yang dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi`i, “Tidak ada kitab dalam masalah ilmu yanng lebih banyak benarnya dibandingkan dengan Muwaththa’ karya Malik.”
Masa Abu Hanifah dan Imam Malik sezaman, maka Muhammad bin Hasan asy-Syaibani berguru kepada keduanya.
3. Imam Syafi’i -semoga Allah merahmatinya- [767 M (150 H ) – 820 M (umur 54) 204 H]
Dan Imam Syafii – semoga Allah merahmatinya – tumbuh pada masa awal kemunculan dua mazhab serta penyusunan dasar-dasar dan cabang-cabangnya. Beliau melihat karya para ulama terdahulu dan menemukan hal-hal yang membatasi kemampuannya mengikuti jalur mereka, di antaranya:
- Beliau melihat mereka menerima hadits mursal dan munqathi’ sehingga ada celah kerancuan di dalamnya;
- Dan prinsip menggabungkan perbedaan belum tertata dengan baik sehingga ada kekeliruan dalam ijtihad mereka.
Beliau pun menetapkan prinsip-prinsip tersebut dan mencatatnya dalam sebuah kitab, yang merupakan catatan pertama dalam Ushul Fiqih [Kitab Ar-Risalah]. Selain itu, ucapan para sahabat dikumpulkan pada zaman Syafii sehingga banyak, berbeda, dan bercabang. Beliau melihat banyak di antaranya bertentangan dengan hadits sahih ketika mereka belum sampai kepada hadits itu, dan menyadari bahwa para salaf senantiasa merujuk kepada hadis dalam hal semacam itu. Maka beliau meninggalkan berpegang pada pendapat mereka kecuali jika ada kesepakatan, sambil berkata: “Mereka manusia dan kita juga manusia.”
Selain itu, beliau melihat sebagian fuqaha mencampuradukkan pendapat yang tidak dibenarkan syariat dengan qiyas yang sah, sehingga mereka tidak membedakan antara keduanya.
Singkatnya, beliau – semoga Allah merahmatinya – ketika melihat hal-hal tersebut, memulai fiqih dari dasarnya, mebuat landasan ushul, mengembangkan cabang-cabangnya, menyusun kitab, sehingga berhasil dan bermanfaat. Para fuqaha pun sepakat dengannya, kemudian tersebar ke berbagai negeri; inilah yang menjadi mazhab Syafii.
*****
Biografi Imam Syafii
Beliau bernama Muhammad dengan kunyah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay.
Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay.
Disebutkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman,
كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً
“Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36). Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali. Subhanallah …
Imam Syafi’i amat menghargai waktu, jika malam hari beliau memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. “Aku sering tidur dan bermalam di rumah As Syafi’i. Beliau tidak tidur di malam hari kecuali sebentar”, kata Ar Rabi’ bin Sulaiman, murid Imam As Syafi’i.
Ar Rabi’ juga mengisahkan,”As Syafi’i membagi malam menjadi tiga. Sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga ke dua untuk shalat, dan sepertiga terakhir untuk tidur”. (Manaqib As Syafi’i li Al Baihaqi, 2/157)
Imam Syafi’i memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Beliau mampu menghafal dengan sekali baca saja. Pada usia 7 tahun Imam Syafi’i sudah menghafal Al-Quran. Pada usia 10 tahun beliau menghafal kitab hadis tertua yang ditulis oleh Imam Malik yaitu kitab al-Muwatho’.
Ar-Rabi’ berkata, “Aku pernah mendengar Al-Humaidi dari Muslim bin Khalid, ia berkata kepada Imam Asy-Syafi’i, ‘Wahai Abu Abdillah, berfatwalah. Aku bersumpah demi Allah, sesungguhnya kamu sekarang sudah berhak mengeluarkan fatwa.’ Padahal Imam Asy-Syafi’i pada saat itu baru berusia lima belas tahun.”
Telah banyak pujian dari para ulama dengan pujian yang banyak, berkata Imam Ahmad bin Hanbal tentang beliau, “Tidak ada seorangpun yang memegang alat tulis tidak pula pena melainkan bagi pundak Syafi’i mempunyai bagian darinya. Kalaulah bukan karena Syafi’i tentulah kami tidak mengetahui fikih hadits. Adalah ilmu fikih seperti terkunci bagi ahlinya sampai kiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla membukakan melalui Syafi’i”.
Beliau juga pernah menuturkan manakala ditanya putranya tentang Syafi’i, “Duhai ayahku, seperti apa sejatinya Syafi’i itu? Betapa sering aku mendengar engkau mendo’akan dirinya”. Imam Ahmad menjawab, “Duhai anakku, Syafi’i itu bagaikan matahari bagi dunia, bagaikan obat bagi tubuh, lihatlah apakah dua kemulian ini ada yang mampu mewarisi atau menggantikan kedudukannya”.
Qaul qadim dan Qaul jadid
Qaul qadim adalah pendapat Imam Syafi’i yang lama ketika berada di Irak berupa tulisan atau fatwa beliau. Yang mencatat qaul qadim dari Imam Syafi’i adalah Al-Hasan bin Muhammad yang dikenal dengan Az-Za’farani dan Abu ‘Ali Al-Husain bin ‘Ali yang dikenal dengan Al-Karabisi.
Qaul jadid adalah pendapat Imam Syafi’i di Mesir baik berupa tulisan maunpun fatwa. Yang meriwayatkan adalah Al-Muzani, Al-Buyuthi, Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Maradi dan Ar-Rabi’ Al-Jizi. Yang lain yang meriwayatkannya adalah Harmalah, Yunus bin ‘Abdul A’laa, ‘Abdullah bin Az Zair Al-Makkiy, Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam. Al-Muzani, Al-Buyuthi dan Ar-Rabi’ Al-Maradi adalah tiga murid utama, yang lain menukil dari tiga ulama ini.
Ar-Rabi’ Al-Maradi sendiri adalah periwayat kitab Al-Umm. Sedangkan Al-Muzani belajar dengan Imam Syafi’i mulai dari Imam Syafi’i datang ke Mesir hingga meninggal dunia. Namun Al-Muzani adalah seorang mujtahid mutlak dan kadang menyelisihi Imam Syafi’i dalam beberapa masalah. Al-Muzani juga memiliki kitab Mukhtashor yang telah dicetak di bagian catatan pinggir dalam kitab Al-Umm.
4. Imam Ahmad bin Hanbal -semoga Allah merahmatinya- (164 H (780M) – 241 H (855M))
Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris Al-Shaybani, salah satu imam besar. Kunyah-nya adalah Abu Abdillah.
Kitab Imam Ahmad bin Hanbal yang dikenal sebagai Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, berisikan sekitar 30.000 Hadits. Ini jauh lebib besar dalam hal volume dibandingkan Muwatta Imam Malik. Hadits-hadits dalam Muwatta disusun berdasarkan topik. Kita dapat mencari topik tertentu dan menemukan pelbagai Hadits di sini yang terkait dengan topik tersebut. Dalam karya Imam Ahmad bin Hanbal, Hadits disusun menurut perawi.
Putra beliau bernama Abdullah bin Ahmad bin Hanbal memberikan kesaksian atas ibadah sang ayah yang luar biasa. Abdullah menceritakan:
كان أبي يصلي في كل يوم وليلة ثلاثمائة ركعة، فلما مرض من تلك الأسواط أضعفته، فكان يصلي في كل يوم وليلة مائة وخمسين ركعة، وقد كان قرب من الثمانين، وكان يقرأ في كل يوم سُبْعًا ؛ يختم في كل سبعة أيام، وكانت له ختمة في كل سبع ليال سوى صلاة النهار، وكان ساعة يصلي عشاء الآخرة ينام نومة خفيفة، ثم يقوم إلى الصباح يصلي ويدعو
Artinya: “Dahulu Ayahku biasa sholat dalam sehari semalam hingga 300 raka’at. Pascabeliau sakit karena sebab cambukan itu beliau pun menjadi lemah. Sehingga kemudian ayahku hanya mampu mengerjakan sholat dalam sehari semalam 150 raka’at, padahal usianya saat itu sudah mendekati 80 tahun.” Kemudian lanjut sang anak, “Ayahku membaca Al-Qur’an setiap harinya sepertujuh, hingga ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 7 malam, dan demikian juga di siang harinya. Setelah shalat Isya, beliau beranjak tidur sejenak, lalu bangun dan sibuk dengan sholat malam juga berdo’a hingga tibanya waktu Subuh.” (Hilyatul Aulia (9/181)).
Beliau berkata, “Tidaklah aku menulis sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali aku telah mengamalkannya, sehingga ketika sampai kepadaku hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan memberikan (upah) satu dinar kepada Abu Thaibah (tukang bekam), maka ketika aku berbekam aku memberikan (upah) satu dirham kepada tukang bekam” (Dinukil oleh imam al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Jaami’ li akhlaaqir raawi” (1/220).
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hanbal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqihan, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Abu Zur’ah ar-Razi menuturkan, “Beliau memiliki hafalan satu juta hadits”. Tatkala beliau ditanya akan hal itu, beliau mengatakan, “Aku belajar padanya dan mengambil hadits dengan jumlah yang banyak darinya’. Imam adz-Dzahabi menjelaskan, “Dan kisah ini adalah benar, yang menunjukan akan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Abu Abdillah (Imam Ahmad). Dan mereka didalam menghitung jumlah hafalan yang dimiliki oleh beliau, karena ada yang sifatnya berulang-ulang, ada yang hanya atsar dari sahabat, fatwanya para Tabi’in, dan tafsiran beliau dan yang semisal dengan itu semua. Karena kalau dijumlah seluruh matan hadits shahih yang ada, tentu tidak akan sampai pada angka bilangan satu juta hadits”. [ Siyar a’lamu Nubala 11/187].
Suatu hari, Imam Syafi’i masuk menemuinya dan berkata, ”Engkau lebih tahu tentang hadis dan perawi-perawinya. Jika ada hadis sahih (yang engkau tahu), beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang sahih.”
Imam Syafi’i juga berkata, ”Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara, lebih fakih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”
Tidak ada bukti yang lebih kuat atas penukilan para murid Imam Ahmad tentang masa’il agamanya, fiqihnya dan ilmunya dalam jumlah yang besar dan ilmu yang deras, dibanding nukilan yang dilakukan oleh Imam Al-Khallal dalam kitabnya yang langka, AI-Jami’ li ‘ulum al-Imam Ahmad. Beliau telah belajar dari banyak sekali sahabat Imam Ahmad dan menukilkan banyak masa’il (masalah-masalah fiqih) yang diriwayatkan dari Imam Ahmad sehingga dinukilkan kepada kita saat ini, dari tingkat ke tingkat, dan generasi ke generasi.
Poin penting: Dari keempat madzhab yang ada, tidak satupun yang taklid, tetapi mereka juga tidak saling menyesatkan dan mengambil pendapat yang terkuat sesuai ijtihad mereka. Wallohu’alam.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

