بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Shahih Fiqh Sunnah
Karya: Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Hafidzahullah
Download Kitab : Versi Arabic di Sini
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Pertemuan 5: 14 Rabi’ul Akhir 1447 / 6 Oktober 2025
Masjid: At-Tauhid Al-Khor Community – Qatar
Mukadimah
Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya, Perkembangan ilmu fiqh pada zaman sahabat dan era Tabi’in.
Fikih pada Masa Tabi’in – Lanjutan.
Ibnu Al-Musayyib dan Ibrahim An-Nakha’i serta orang-orang seperti mereka telah mengumpulkan seluruh bab fiqh, dan Sa’id bin Al-Musayyib serta para sahabatnya berpendapat bahwa para penduduk dua kota suci [Mekah dan Madinah] adalah yang paling paham dalam fiqh, dan dasar mazhab mereka adalah fatwa dan keputusan Umar dan Utsman, serta Ibnu Umar, Aisyah, Ibn Abbas, dan keputusan para hakim Madinah.
Sedangkan An-Nakha’i dan para sahabatnya berpendapat bahwa Abdullah bin Mas’ud dan para sahabatnya adalah orang-orang yang paling kuat dalam fiqh, sehingga dasar mazhab mereka adalah fatwa Ibnu Mas’ud dan keputusannya, serta fatwa ‘Ali, dan keputusan Syuraih dan hakim-hakim lainnya di Kufah.
Setiap kelompok menelaah apa yang mereka peroleh dengan pertimbangan dan penelitian:
- Apa yang disepakati di antara para ulama, mereka pegang erat-erat.
- Apa yang menjadi perbedaan di antara mereka, mengambil yang terkuat dan yang paling rajih.
- Jika mereka tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan dalam yang mereka hafal, mereka keluar [tidak mendahulukan] dari ucapan mereka dan menelusuri isyarat atau petunjuk serta tuntunan, sehingga mereka memperoleh banyak masalah di setiap bab.
Fiqh Setelah Masa Tabi’in
Kemudian, Allah Ta’ala menciptakan setelah era para Tabi’in generasi dari para pengemban ilmu [ulama], yang mengambil ilmu dari mereka, dan melanjutkan jalan menurut teladan para guru mereka. Mereka berpegang pada hadits-hadits Rasulullah ﷺ dan mengambil hujah dari perkataan para Sahabat dan Tabi’in, karena mereka mengetahui bahwa itu baik berupa hadits yang disampaikan dari Rasulullah ﷺ yang mereka ringkas sehingga dijadikan mursal (terputus sanad), atau berupa ijtihad yang mereka keluarkan berdasarkan nash dan pendapat mereka sendiri. Mereka adalah yang terbaik dalam segala hal dibandingkan orang-orang setelah mereka, paling sering tepat [banyak benarnya], paling awal zamannya dan paling memahami ilmu, sehingga wajib diamalkan kecuali jika terjadi perbedaan dan hadits Rasulullah ﷺ bertentangan nyata dengan pendapat mereka.
Notes:
- (ash-Shahâbi) الصَّحَابِيُّ ialah orang yang bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beriman kepadanya, dan meninggal (wafat) dalam keadaan muslim.
- Al-Mukhodrom: Istilah ini merujuk pada orang yang beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidupnya namun tidak sempat bertemu beliau karena tidak melihatnya. Contoh: Uwais Al-Qarni adalah salah satu tokoh yang masuk dalam kategori ini; beliau hidup di zaman Nabi tetapi tidak pernah bertemu langsung dengan beliau.
Pada generasi ini, mereka diberikan ilham untuk menulis ilmu, sehingga Imam Malik [Murid As-Zuhri, dari Salim, dan dari Ibnu Umar], Muhammad bin Abdul Rahman bin Abi Dzib di Madinah, Ibn Juraij dan Ibn ‘Uyainah di Mekkah, As-Tsauri di Kufah, dan Al-Rabi’ bin Subaih di Basrah menulis karya-karya mereka.
Notes: Ulama-ulama madzhab yang terkenal di masa ini adalah Imam Malik, Sufyan bin ’Uyainah, Sufyan As-Tsauri, Hasan Al-Bashri, Al-Auza’i, Ibnu Jarir At-Thobari, Al-Laits Ibnu Sa’d, Ishaq bin Rahawaih dan lainya.
Dan Imam Malik -semoga Allah merahmatinya- [711 M (90 H) – 795 M (174 H)] adalah ulama yang paling kuat dalam meriwayatkan hadits-hadits dari penduduk Madinah dari Rasulullah ﷺ, paling teliti dan paling kuat sanadnya, paling memahami masalah-masalah yang berlaku pada masa Umar, juga pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah, dan para sahabatnya dari tujuh ahli fiqh [Al-Fuqaha’ As-Sab’ah, yaitu: 1. Sa’id bin Al-Musayyib, 2. ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-’Awwam, 3. Sulaiman bin Yasar, 4. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr, 5. Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, 6. Kharijah bin Zaid, 7. ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud].
Ilmu riwayat dan fatwa berkembang berkat beliau dan orang-orang sepertinya; ketika beliau diberi kepercayaan, beliau meriwayatkan [Ilmu Riwayat – yang mengecek riwayat hadits], memberi fatwa, menyampaikan ilmu, dan mahir dalam bidangnya.
Dan Imam Abu Hanifah -semoga Allah merahmatinya- [699 M (80 H) – 767 M (150 H)] orang yang paling mendalami mazhab Ibrahim an-Nakha’i [Murid Alqamah bin Qais An-Nakha’i dan Aswad bin Yazid An-Nakha’i dari Ibnu Mas’ud] dan para sahabat sezamannya, tidak menyelisihi kecuali atas izin Allah. Beliau sangat terhormat dalam menafsirkan hukum menurut mazhabnya, teliti dalam meninjau berbagai dalil, dan sangat mendalami cabang-cabang hukum.
Di antara muridnya yang paling terkenal adalah Abu Yusuf -semoga Allah merahmatinya-, dan yang terbaik dalam menulis adalah Muhammad bin al-Hasan, serta yang paling tekun mempelajari adalah dia. Dari pengalamannya diketahui bahwa ia [Muhammad bin al-Hasan] menuntut ilmu dari Abu Hanifah dan Abu Yusuf, kemudian pergi ke Madinah untuk mempelajari (Al-Muwatta’) dari Malik, lalu kembali ke kampung halamannya di Madinah dan menerapkan mazhab gurunya terhadap (Al-Muwatta’) masalah demi masalah. Jika sesuai, ia mengikuti, jika tidak, ia memilih pendapat para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mazhab gurunya. Jika menemui qiyas yang lemah atau penafsiran yang bertentangan dengan hadis sahih yang digunakan oleh para fuqaha dan bertentangan dengan amal kebanyakan ulama, ia meninggalkannya menuju pandangan salaf, itulah yang mereka anggap paling kuat di antara yang ada, dan keduanya selalu berada di jalan al-Nakha’i sejauh yang mereka mampu, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Hanifah – rahimahullah. Karena itu, pendapat mereka dianggap sebagai satu mazhab bersama dengan mazhab Abu Hanifah – meskipun mereka adalah mujtahid independen yang pendapatnya berbeda cukup banyak dalam ushul dan cabang hukum – karena kesamaan mereka dalam prinsip ini.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم




