بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 18 Dzulqa’dah 1446 / 16 Mei 2025.



Antara Cinta karena Allah ﷻ dan Cinta karena Makhluk

Cinta dan Motivasi

Telah dibahas sebelumnya hakekat cinta kepada gambar dan selainnya, Jika diketahui demikian, maka setiap perbuatan dan gerakan di alam semesta ini adalah berasal dari cinta dan keinginan. Kedua hal itulah yang mengawali segala pekerjaan dan gerakan, sebagaimana benci dan ketidaksukaan yang mengawali untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu.

Segala keinginan dan niat hendaknya diawali dengan niat karena Allah ﷻ, sehingga kegiatan aktifitas kita akan dinilai sebagai ibadah. Rubahlah hal-hal yang mubah menjadi bernilai ibadah dengan niat karena Allah ﷻ. Sabda Nabi ﷺ :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى،

Sesungguhnya setiap amalan tergantung dengan niatnya,dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).

Kalimat kedua berfungsi untuk menegaskan makna kalimat pertama, yaitu segala perbuatan yang dilakukan manusia akan diberikan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Jadi, niat adalah inti dari sebuah perbuatan yang menjadi tolok ukur baik buruknya perbuatan tersebut.

Cinta menggerakkan seorang pecinta untuk mencari yang dicintainya, dan kecintaannya akan sempurna manakala ia telah mendapatkannya. Maka, cinta itulah yang menggerakkan pecinta Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), pecinta Al-Qur’an, pecinta ilmu dan iman, pecinta materi dan uang, pecinta berhala-berhala dan salib, pecinta wanita dan anakanak, pecinta tanah dan air dan cinta pula yang menggerakkan pecinta saudara-saudaranya. Hatinya akan tergerak kepada yang dicintainya dari hal-hal di atas. Hatinya tergerak saat yang dicintainya disebutkan, dan tidak ketika disebutkan yang lain. Karena itu engkau dapati pecinta wanita dan anak-anak, pecinta nyanyian dan qur’an syetan, mereka tidak tergerak hatinya ketika mendengarkan ilmu dan kesaksian iman, juga tidak ketika dibacakan Al-Qur’an. Tetapi, saat disebutkan yang dicintainya, serta-merta bangkitlah jiwanya, tergeraklah lahir batinnya, karena rindu dan menikmati yang dicintainya, meski sekedar disebut namanya.

Semua kecintaan tersebut adalah batil kecuali kecintaan kepada Allah dan konsekwensi dari kecintaan pada-Nya, yaitu cinta kepada rasul, kitab, agama dan para kekasih-Nya. Berbagai kecintaan inilah yang abadi, dan abadi pula buah serta kenikmatannya sesuai dengan abadinya ketergantungan orang tersebut pada-Nya. Dan keutamaan cinta ini atas kecintaan kepada yang lain sama dengan keutamaan orang yang bergantung pada-Nya atas orang yang bergantung pada yang lain. Jika hubungan para pecinta itu terputus, juga terputus pula sebab-sebab cintanya, maka cinta kepada-Nya akan tetap langgeng abadi.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 166:

إِذْ تَبَرَّأَ ٱلَّذِينَ ٱتُّبِعُوا۟ مِنَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوا۟ وَرَأَوُا۟ ٱلْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ ٱلْأَسْبَابُ

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.

Al-Asbab dalam ayat di atas menurut Atha’, berdasarkan keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berarti kecintaan. Mujahid berkata, “Artinya hubungan antar mereka di dunia.” Adh-Dhahhak berkata, “Hubungan kekeluargaan mereka terputus dan tempat mereka di neraka berpencar di mana-mana.” Abu Shalih berkata, “Artinya amal perbuatan.” (UhalAd-Durrul Mantsur, (1/402).

Semua pendapat di atas adalah benar, sebab al-asbab berarti hubungan antar mereka di dunia, dan sesuatu yang amat mereka butuhkan kemudian terputus.

*****

Hal ini, karena hubungan mereka di dunia tidak dibangun karena Allah, tetapi karena sesuatu yang batil yang tidak ada hakikatnya dan ketika itu nampak bahwa orang-orang yang mereka ikuti dalam keadaan dusta, perbuatan yang sebelumnya mereka kira dapat diharapkan manfa’at ternyata hasilnya sia-sia, berubah menjadi penyesalan, mereka akan masuk ke dalam neraka lagi kekal di dalamnya dan tidak akan keluar.

Surat Az-Zukhruf Ayat 67:

ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۭ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.

*****

Adapun orang-orang ahli tauhid dan mereka yang ikhlas kepada Allah, maka hubungan mereka itu akan tetap tersambung, ia akan kekal sekekal Dzat yang disembah dan dicintainya. Sebab hubungan itu tergantung kepada yang dijadikannya sandaran, baik dalam kekekalan maupun keterputusan.

Dasar Kecintaan Yang Terpuji

Jika hal di atas telah jelas, maka diketahui bahwa dasar kecintaan yang terpuji yang diperintahkan Allah, dan yang karenanya Dia menciptakan makhluk-Nya adalah kecintaan kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu pun, yang mengandung penyembahan kepada-Nya dan tidak kepada yang lain. Dan sungguh ibadah tersebut mengandung puncak kecintaan dengan menghinakan diri sepenuhnya, dan hal itu tidak patut kecuali bagi Allah semata.

Dan karena cinta adalah suatu jenis yang mengandung berbagai macam dengan kadar dan sifat yang berbeda, maka mayoritas yang disebutkan tentangnya dalam kaitannya dengan hak Allah adalah sesuatu yang khusus dan pantas bagi-Nya, seperti: Ibadah, kembali kepada-Nya, dan tawadhu’. Karena itu, di dalamnya tidak disebutkan kata ‘isyq (cinta yang sangat antara sepasang kekasih), gharam (cinta yang menyala-nyala antar sesama manusia), shababah (kerinduan yang meluap-luap kepada kekasih), syaghaf (puncak cinta yang membara atas dasar biologis), hawa (keinginan berdasarkan hawa nafsu). Dan untuk cinta kepada Allah, terkadang pula disebutkan dengan kata mahabbah, sebagaimana firman-Nya,

Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran: 31).

Yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al Ma’idah: 54).

“Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165).

Istilah cinta yang telah disebut hanya untuk makhluk, bisa berkonotasi negatif atau hanya cinta satu pihak, lain halnya dengan Mahabbah, istilah yang hanya untuk Allah ﷻ dengan makhluk-Nya dan selalu cinta pada dua arah.

Dan inti dari kitab-kitab Allah yang diturunkan ke bumi, dari yang pertama hingga yang terakhir adalah perintah untuk merealisasikan mahabbah (cinta) tersebut, serta melarang agar tidak mencintai sesuatu yang bertentangan dengannya. Juga di dalamnya diungkapkan contoh-contoh dan kiasan-kiasan masing-masing dari dua golongan pecinta tersebut. Diceritakan pula kisah-kisah mereka dan akibat akhirnya, termasuk kedudukan, pahala dan siksaan buat mereka.

Dan sungguh seseorang tidak mendapatkan manisnya iman, bahkan tidak merasakan kenikmatannya, kecuali jika Allah dan Rasul-Nya adalah yang paling ia cintai. Demikian seperti yang disebutkan dalam Shahihain dari hadits Anas Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa-sanya beliau bersabda,

Ada tiga perkara yang jika ia terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan mendapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dan selain-Nya, (kedua) ia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, (dan ketiga) ia bend untuk kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya daripadanya, sebagaimana ia bend untuk dilemparkan ke dalam neraka.

Dalam Shahih ain pula disebutkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang dari kalian sehingga aku lebih ia dntai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia.”

Karena itulah sehingga dakwah para rasul, sejak yang paling awal hingga yang terakhir, semuanya sama-sama mengajak untuk menyembah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم