بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Shahih Fiqh Sunnah
Karya: Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Hafidzahullah
Download Kitab : Versi Arabic di Sini
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Pertemuan 8: 4 Jumadil Akhir 1447 / 26 Oktober 2025
Masjid: At-Tauhid Al-Khor Community – Qatar
Mukadimah
Pada pertemuan sebelumnya telah dijelaskan adanya dua kelompok dalam memahami hadits dan fiqh:
Ciri-ciri Ahlul Hadits dan Ahlur Ra’yi
Imam al-Khattabi (semoga Allah merahmatinya) memulai kitabnya Ma’alim al-Sunan (Ma’alim al-Sunan karya al-Khattabi (1/75-76)) dengan membahas mereka, seraya berkata: “Saya melihat para ulama di zaman kita telah memiliki dua kualitas dan terbagi menjadi dua kelompok: ahli hadis dan atsar, dan ahli fiqih dan nadhar [teori]. Keduanya tidak dapat dibedakan dari yang lain dalam hal kebutuhan, dan keduanya tidak dapat diabaikan dalam mencapai tujuan dan kebutuhan yang diinginkan.
- Para ahli hadits dan atsar, mayoritas mereka hanya mendalami riwayat-riwayat, menghimpun mata rantai periwayatan, dan mencari hadis-hadis yang aneh dan ganjil, yang kebanyakan dipalsukan atau dibalik. Mereka tidak memperhatikan nash, tidak memahami maknanya, tidak pula menyimpulkan rahasia-rahasianya, dan tidak pula menggali khazanah dan pemahamannya. Bahkan mereka mengkritik dan menyerang para fukaha, menuduh mereka melanggar sunnah. Mereka tidak menyadari bahwa mereka kurang dari ilmu yang telah diberikan kepada mereka, dan berdosa jika menjelek-jelekkan mereka.
- Para ahli fiqih dan nadhar—kebanyakan mereka hanya memperhatikan hadits yang minim, dan mereka hampir tidak membedakan antara autentisitas dan kelemahannya, tidak pula mengetahui kebaikan dan keburukannya, dan tidak pula mempedulikan apa yang mereka diberitahu tentang hal itu, bahwa mereka akan menggunakannya sebagai hujjah terhadap lawan-lawan mereka jika sesuai dengan mazhab yang mereka anut dan sesuai dengan pendapat yang mereka yakini dan mereka telah sepakat untuk menolak berita lemah dan hadits terputus jika hal itu telah dikenal di kalangan mereka, dan menjadi pembicaraan umum di antara mereka, tanpa melakukan verifikasi atau mempunyai pengetahuan yang pasti tentangnya. Itu merupakan kesalahan dari perawi atau cacat pada diri mereka. Dan mereka – semoga Allah memberi taufik kepada kita dan mereka – jika diberitahu oleh salah satu pemimpin madzhab atau pemuka aliran mereka tentang suatu pendapat yang merupakan ijtihad pribadi, mereka akan menimbang kepercayaannya dan menverifikasi amanahnya.
Tambahan penjelasan dari Ustadz:
- Rantai periwayatan Hadits lebih banyak dari Hijaz karena banyaknya para sahabat di Mekah dan Madinah. Sementara di Kufah [Ibnu Mas’ud] tidak memiliki banyak sahabat yang mampu menopang periwayatan hadits, tidak sebanyak muhaditsin seperti di Hijaz.
- Maka lebih banyak kelompok Fiqh dan Nadzar di sana, sehingga ahli Kuffah banyak periwayatan yang lemah.
- Pada masalah yang dibahas bisasanya tidak terlepas dari pendapat imam mereka setelah Hadits Nabi.
Ciri-ciri mereka dapat dibedakan sebagai berikut:
- Ahlul Hadits: Perhatrian mereka sangat kuat kepada hadits dan atsar, adapun qiyas maka itu nomer dua.
- Ahlul Hadits lebih mendahuluikan hadits daripada qiyas dalam masalah apapun. Adapun Ahlul Rayi kebalikannya, perhatian mereka terhadap qiyas lebih kuat dari pada hadits. Maka mereka lebih mendahulukan khabar ahad dalam beberapa keadaan.
Ahlul rayi menerima khabar ahad, namun berbeda dalam syarat penerimaannya, yang lebih telitai adalah ahlul hadits. Mayoritas ulama mengikuti madrasah ahlul hadits karena ini adalah pondasi asal.
- Madrasah Mu’tazilah: Mulai muncul setelah diterjemahkan buku-buku Yunani ke dlam bahasa Arab dan mereka terpengaruh olehnya. Mu’tazilah membantah Ahlul Hadits dan menganggap Ahlul rayi lebih utama daripada hadits atau nash syara.
Madrasah Rasionalis [Aqliyah] mirip dengan mu’tazilah, mereka mengabaikan hadits dan mereka berlebihan dalam masalah ini. Inilah kenapa mengusap khuf dimasukan dalam masalah aqidah. Hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.” [HR. Abu Daud no. 162 – Shahih].
- Madrasah Dhahiriyah [Setelah 200H] : Muncul setelah zaman imam yang empat, Dimana murid Imam Syafii ada Daud bin Ali Hamam Ad-Dhahiri muncul mengingkari Qiyas Khafi [Analogi yang tersembunyi] Dia hanya menerima qiyas Jali [Jelas]. Sebenarnya Madrasah Daud bin Ali Hamam Ad-Dhahiri telah hilling, tapi kemudian muncul ulama lain yang sepemahaman yaitu Ibnu Hazm Al-Andalusi dengan kitabnya Kitab al-Muḥallā Syarah(penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.
- Para ahlul hadits memahami makna tersurat sementara Madzhab dzahiri apa yang tersirat di hadits itulah yang dipahami atau Penafsiran literal:Mengambil makna kata-kata sebagaimana adanya.
- Contoh: Dalam Al-Qur’an disebutkan Jangan berkata uff (ahh) kepada orang tua. Apa maksud dari kalimat uff atau ahh?
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23)
Ahlul Hadits menafsirkan: “Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.).” (Tafsir Ath-Thabari, 15:82)
Ahlu Dzahiri: Hanya larangan mengatakan Ah, adapun perbuatan tangan, seperti memukul tidak masuk dalam hal ini.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

