Tag Archives: Ustadz Wadi

Allah Ta’ala menciptakan setelah era para Tabi’in generasi dari para pengemban ilmu [ulama], yang mengambil ilmu dari mereka, dan melanjutkan jalan menurut teladan para guru mereka. Mereka berpegang pada hadits-hadits Rasulullah ﷺ dan mengambil hujah dari perkataan para Sahabat dan Tabi’in, karena mereka mengetahui bahwa itu baik berupa hadits yang disampaikan dari Rasulullah ﷺ yang mereka ringkas sehingga dijadikan mursal (terputus sanad), atau berupa ijtihad yang mereka keluarkan berdasarkan nash dan pendapat mereka sendiri. Mereka adalah yang terbaik dalam segala hal dibandingkan orang-orang setelah mereka, paling sering tepat [banyak benarnya], paling awal zamannya dan paling memahami ilmu, sehingga wajib diamalkan kecuali jika terjadi perbedaan dan hadits Rasulullah ﷺ bertentangan nyata dengan pendapat mereka.

Singkatnya, madzhab para sahabat Nabi berbeda-beda, dan para sahabat belajar dari mereka, masing-masing mengambil apa yang bisa mereka ambil. Mereka menghafal hadits-hadits yang didengar dari Rasulullah ﷺ, dan madzhab-madzhab para sahabat, lalu menalarnya. Mereka menggabungkan berbagai pendapat tersebut semaksimal kemampuannya, dan mengutamakan sebagian pendapat di atas sebagian lainnya.

Beberapa pendapat menjadi tidak relevan bagi mereka, meskipun berasal dari para sahabat senior, sebagaimana pendapat-pendapat tersebut diriwayatkan secara luas dari Nabi ﷺ.

Maka, setiap ulama di kalangan para sahabat memiliki madzhabnya masing-masing, dan di setiap negeri muncul seorang imam.

Bab tentang keutamaan menangis karena takut kepada Allah ﷻ, artinya karena takut kepada-Nya dan rindu kepada-Nya, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Hal ini karena menangis memiliki sebab: terkadang takut, terkadang sakit, terkadang rindu, dan sebab-sebab lain yang diketahui manusia.

Namun, menangis karena takut kepada Allah ﷻ bisa jadi karena takut kepada-Nya atau karena rindu kepada-Nya, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Jika menangis karena dosa yang telah diperbuat seseorang, maka menangis ini disebabkan oleh rasa takut kepada Allah ﷻ . Jika menangis karena ketaatan yang telah dilakukannya, maka menangis ini karena rindu kepada Allah ﷻ.

1. Bahwa seorang sahabat akan mendengar suatu hukum atas suatu perkara atau fatwa, sementara yang lain tidak, maka ia akan melakukan ijtihadnya [pendapatnya] sendiri dalam perkara tersebut.
Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hal:
(a) Ijtihadnya sesuai dengan hadits.
(b) Terjadi perdebatan di antara mereka, dan kemudian hadits tersebut muncul dan didengarnya. Ia kemudian kembali dari ijtihadnya kepada apa yang telah didengarnya (Dari hadits tersebut).
(c) Ia tidak meninggalkan ijtihadnya, melainkan mengkritik [tidak menerima] hadits tersebut [Karena dipandang tidak kuat untuk dijadikan hujjah].

selanjutnya:

3/445 – Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, yang berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Surga lebih dekat kepada salah seorang di antara kalian daripada tali sandalnya, dan neraka pun sama.” (HR. al-Bukhari).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata Tali sandal merupakan metafora untuk kedekatan, karena seseorang mengenakan sandalnya. Surga lebih dekat bagi salah seorang di antara kita daripada tali sandalnya, karena surga dapat diraih hanya dengan satu kalimat. Api neraka pun serupa; surga dapat tercipta hanya dengan satu kalimat yang diucapkan oleh seorang pembicara.

Ketahuilah bahwa pada masa Rasulullah ﷺ yang mulia, fikih belum dikodifikasi, dan kajian hukum pada masa itu belum seperti yang dilakukan para fukaha sekarang ini, yang dengan segala daya upaya menjelaskan rukun, syarat, dan adab, yang masing-masing dibedakan berdasarkan dalilnya.

Mereka menjelaskan bentuk-bentuk hukum mereka sendiri, membicarakan bentuk-bentuk yang dipaksakan itu, mendefinisikan apa yang dapat didefinisikan, membatasi apa yang dapat dibatasi, dan seterusnya. Sebaliknya, Rasulullah ﷺ berwudhu, dan para sahabat melihat wudhu beliau, lalu mereka menerimanya tanpa beliau menjelaskan: Ini rukun dan itu adab.

Beliau shalat, dan mereka melihat shalat beliau, dan mereka shalat sebagaimana mereka melihatnya shalat. Beliau berhaji, dan orang-orang pun melaksanakan haji beliau, dan mereka pun melakukan sebagaimana beliau melakukannya. Inilah pola umum perilakunya.

Beliau tidak menjelaskan bahwa rukun wudhu ada enam atau empat, dan beliau juga tidak berasumsi bahwa seseorang dapat berwudhu tanpa adanya risalah hadits yang sah, sehingga beliau dapat menentukan sah atau tidaknya wudhu. Mereka jarang bertanya kepadanya tentang hal-hal ini.

1/443- Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Seandainya orang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berharap masuk surga-Nya. Andaikan orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, pasti tidak akan ada seorang pun yang berputus asa dari surga-Nya.” (HR. Muslim no. 2755)

2/444- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Apabila jenazah telah diletakkan dan dipikul oleh orang banyak atau kaum pria di pundak mereka; jika dia orang yang saleh, dia berkata, ‘Segerakanlah aku! Segerakanlah aku!’ Namun jika dia bukan orang yang saleh, dia berkata, ‘Duhai celakanya! Ke manakah kalian akan membawanya?’ Suaranya didengar oleh segala sesuatu kecuali manusia. Andai manusia mendengarnya, pasti dia akan pingsan.” (HR. Bukhari III/181 Fathul Bari)

Mukadimah
Pengarang Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Murid Syaikh Musthofa Al ‘Adawi yang juga murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i Rahimahumullah, Beliau pengarang yang bisa dipegang (terpercaya) dan bisa dijadikan rujukan. Meskipun latar belakangnya seorang engineer, tidak menghalangi Beliau untuk mendalami ilmu syar’i.
Tahkik dan Takhrijnya oleh Syaikh Nashirudin Albani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahumullah yang terkenal akan keilmuan mereka.
Disebutkan dalam Mukadimah beliau memiliki banyak keistimewaan, meskipun ada kekurangan di bagian Akhir.
Dalam penulisanya, Metode penulisan kitab ini sangat bagus, dimana beliau sebutkan dalil suatu hukum baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kemudian menyebutkan perbedaan para ulama padanya. Dan ini tentu membutuhkan usaha dan waktu yang cukup lama. Semoga Allah Ta’ala membalas usaha beliau dengan pahala yang besar. Aamiin.
Setelah disebutkan perbedaan pendapat ulama, beliau mengambil pendapat beliau yang dilihat paling kuat dengan alasan-alasannya.

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid Syarah Riyadhus Shalihin Bab 53-1 🎙 Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, PhD. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱. 📖 Syarah: Prof. Dr. Khalid Utsman Ats-Tsabt 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱. 🗓 Al-khor, 14 Rabi’ul Awal 1447 / 06 September 2025 ٥٣ ـ باب الجمع بين الخوف والرجاء Bab 53: Mengumpulkan Khauf […]

Dari Anas radhiyallahu anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti Aku mengampunkan dosa yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli berapa pun banyaknya. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu bagaikan awan di langit, kemudian kamu memohon keampunan kepada-Ku, pasti Aku mengampunimu. Wahai anak Adam, sesungguhnya seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi, kemudian kamu mengharap kepada-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku, maka Aku akan mengampuni dosa yang seisi bumi banyaknya itu.”

[HR. At-Tirmidzi no. 3540 Shahih Lighairihi karena banyak hadits penguat lainnya, dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Sahihul Jami no. 4338 dan As-Sahihah no. 127