بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Syarh oleh: Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr Hafidzahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Al Khor, 28 Dzulqa’dah 1446 / 26 Mei 2025.
Facebook live – Melayu Assunnah Qatar
Bab – Mabuk Asmara (Al-‘Isyq)
Faktor Pendorong Kecintaan kepada Allah ﷻ
- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Kecintaan memiliki dua pendorong : keindahan dan pengagungan, Allah ﷻ memiliki kesempurnaan mutlak pada hal tersebut. Maka, sesungguhnya Dia Maha Indah dan suka keindahan, bahkan keindahan dan keagungan datangnya dari Allah ﷻ, maka tiada yang berhak untuk dicintai karena Dzatnya selain Dia.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, (QS Ali Imran ayat 31)
Surat Al-Ma’idah Ayat 54-56:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ. إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ. وَمَن يَتَوَلَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَإِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْغَٰلِبُونَ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.
- Syarah: Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr Hafidzahullah
Pada ayat pertama dijelaskan kecintaan kepada Allâh tidak sebatas pengakuan saja, kalau tidak ada bukti padanya. Orang-orang yang cinta kepada Allah ﷻ, seorang hamba akan taat kepada Rasul-Nya.
Oleh karena itu sebagian salaf berkata, bukan masalah engkau mencintai, tapi kau dicintai, yaitu Allah ﷻ mencintaimu.
Imam ibnu Katsir berkata, ayat ini sebagai hakim bagi orang yang mencintai Allah ﷻ tapi tidak mengikuti Nabi ﷺ.
Pada ayat selanjutnya, surat Al-Ma’idah Ayat 54-56 merupakan penjelasan dari sifat-sifat orang mencintai Allah ﷻ. Dan Allah ﷻ maha mampu untuk mengganti suatu kaum yang telah rusak.
- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Asal dari loyalitas adalah cinta. Tidak ada loyalitas tanpa dibarengi kecintaan, sebagaimana asal dari permusuhan adalah kebencian. Allah adalah wali (penolong) orang-orang yang beriman dan mereka adalah para wali-Nya. Kaum Mukminin loyal kepada Allah dengan mencintai-Nya. Allah juga loyal kepada ummat Muhammad ini dengan mencintai mereka. Allah ﷻ menolong para hamba-Nya sesuai dengan kadar kecintaan mereka kepada-Nya.
Oleh sebab itu, Allah ﷻ mengingkari orang-orang yang menjadikan para wali selain-Nya. Berbeda dengan orang yang loyal kepada para wali-Nya dan tidak menjadikan mereka sebagai wali (penolong) selain-Nya. Sebab, loyalitasnya kepada mereka termasuk kesempurnaan loyalitas kepada-Nya.
*****
Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ المُؤْمِنِ، يَكْرَهُ المَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ».
[صحيح] – [رواه البخاري] – [صحيح البخاري: 6502]
Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan, ia berkata,
Rasulullah ﷺ bersabda, bahwa Allah berfirman, “Siapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai melebihi apa yang sudah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia bertindak, dan kakinya yang dengannya dia berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, sungguh Aku akan memberikannya, dan jika dia berlindung kepada-Ku, sungguh Aku akan melindunginya. Tidaklah Aku ragu pada sesuatu yang Aku kerjakan seperti keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang membenci kematian padahal Aku tidak suka menyakitinya.”
[Sahih] – [HR. Bukhari] – [Sahih Bukhari – 6502]
Maka kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Siapa yang memberi karena Allah, tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh ia telah sempurna keimanannya.”
Maka, jika kita mencintai seseorang muslim karena Allah ﷻ, ini adalah bentuk kesempurnaan iman.
*****
Allah ﷻ juga mengingkari orang-orang yang menyamakan antara Dia dan selain-Nya dari segi kecintaan. Allah ﷻ mengabarkan bahwa orang yang berbuat demikian berarti telah menjadikan tandingan-tandingan selain-Nya, yaitu mereka mencintai tandingan tersebut seperti mencintai Allah.
Allah ﷻ berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan tandingan selain Allah: mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah ….” (QS. Al-Baqarah: 165)
Allah ﷻ mengabarkan bahwa orang-orang yang menyamakan antara Dia dan tandingan Nya dari segi kecintaan kelak akan berkata kepada sesembahannya di dalam Neraka:
تَٱللَّهِ إِن كُنَّا لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ. إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Demi Allah ﷻ: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, Karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam”. (QS. Asy-Syuara ayat 97-98).
Dikarenakan masalah tauhid dalam kecintaan, Allah mengutus semua Rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Kitab-Nya. Seluruh Rasul, mulai dari awal hingga akhir, sepakat untuk mendakwahkan hal tersebut. Karenanya pula Dia menciptakan langit, bumi, Surga, dan Neraka. Surga dijadikan untuk orang-orang yang bertauhid dalam cinta, sedangkan Neraka dijadikan untuk orang-orang yang menyekutukan Allah dalam cinta.
Nabi ﷺ pernah bersumpah dalam sabdanya:
“Tidaklah seorang hamba beriman hingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, ayahnya, dan seluruh manusia.”
Jika demikian anjuran beliau, maka bagaimana pula dengan kecintaan kepada Allah ﷻ
Nabi ﷺ berkata kepada “Umar bin al-Khaththab :
“Tidak demikian, hai “Umar, sampai aku lebih kamu cintai daripada | dirimu.”
Maksudnya: “Kamu tidak beriman hingga kecintaanmu sampai pada tingkatan tersebut.”
Apabila Nabi ﷺ lebih utama dibandingkan diri kita sendiri dalam perkara kecintaan berikut konsekuensinya, maka bukankah Allah jauh lebih utama untuk dicintai oleh para hamba-Nya daripada kecintaan terhadap diri mereka sendiri?
Semua hal yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya yang Mukmin merupakan faktor pendorong untuk mencintai-Nya, baik perkara tersebut disukai maupun dibenci oleh seorang hamba. Pemberian, pencegahan, keselamatan, cobaan, keadilan, karunia, kematian, kehidupan, kasih sayang, kebaikan, rahmat, pemaafan, santunan, kesabaran-Nya atas perilaku hamba, pengabulan-Nya terhadap do’a hamba, dan pertolongan-Nya terhadap kesusahan hamba meskipun Dia tidak membutuhkan mereka, bahkan Dia Mahakaya dan tidak butuh terhadap sesuatu pun dari segala sisi. Semua ini merupakan faktor pendorong bagi hati untuk beribadah kepada-Nya dan mencintai-Nya.
Terlebih lagi, Dia membiarkan, menutupi, dan menjaga hamba ketika berbuat maksiat, sampai-sampai ketika hamba tersebut menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya, yang hal ini juga merupakan faktor pendorong yang paling besar untuk mencintaiNya. Padahal, sekiranya seseorang berbuat sebagian kecil dari perkara di atas kepada sesama hamba, tentu hamba tersebut tidak mampu mengendalikan hatinya untuk mencintai orang tadi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, bagaimana mungkin seorang hamba tidak cinta dengan sepenuh hati dan anggota tubuhnya kepada Dzat yang senantiasa berbuat baik kepadanya, sepanjang desah napas hamba tersebut, sementara ia justru berbuat buruk kepada-Nya? Kebaikan-Nya senantiasa turun kepada hamba, sedangkan keburukan hamba selalu naik kepada-Nya. Dia mencintai hamba dengan memberi nikmat kepadanya, padahal Dia sama sekali tidak membutuhkan hamba tersebut. Sebaliknya, hamba tersebut membuat-Nya murka dengan berbuat kemaksiatan, padahal dia butuh kepada-Nya. Keba’l-dan nikmat-Nya tidak menghalangi hamba untuk berbuat durhaka kepada-Nya. Demikian pula, kemaksiatan dan kerendahan hamba tidak memutuskan kebaikan Rabb kepadanya.
- Syarah: Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr Hafidzahullah
Karena masalah tauhid dalam hal kecintaan, maka Allah ﷻ mengutus seluruh Rasul-Nya dan kitabNya dan ada kesamaan dakwah para rasul, karena itu juga diciptakan surga bagi orang-orang yang loyal dan neraka bagi orang-orang yang menyekutukan-Nya.
Nabi ﷺ pernah bersumpah dalam sabdanya:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasul dari makhluk lainnya adalah wajib. Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan pada nabinya.
‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab –radiyallahu ’anhu-. Lalu Umar –radhiyallahu ’anhu- berkata,
لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي
”Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,
لا والذي نفسي بيده حتى أكون أحب إليك من نفسك
”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata,
فإنه الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي
”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,
الآن يا عمر
”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).” (HR. Bukhari) [Bukhari: 86-Kitabul Iman wan Nudzur, 2-Bab Bagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersumpah]
Jika Kita disuruh mencintai Rasulullah, maka tentu kita lebih disuruh mencintai Allah ﷻ melebihi makhluk lainnya.
Ibadah adalah kesempurnaan cinta disertai kecintaan dan ketundukan. Maka, ibadah jin dan manusia bukan hanya menyembah, tetapi juga ketundukan Atas dasar kecintaan, inilah ruh dalam ibadah.
Maka, tatkala kita sedang bermain bersama keluarga, kemudian ada perintah shalat, maka tinggalkan dan ikuti seruan adzan.
Tatkala kita disuruh berkurban, maka tentu akan lebih diutamakan dibanding healing bertamasya yang menghabiskan dana.
Maka, inilah perkara yang dapat mengobati penyakit isyk (kasmaran), karena jika Isyk sudah menguasai hatinya maka hatinya akan penuh dengan penyakit ini, tanpa tersisa akan fitrah untuk mencintai Allah ﷻ.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم