بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 55-1
🎙️ Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, PhD. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
📗 | Syarah: Prof. Dr. Khalid Utsman Ats-Tsabt 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
🗓️ Al-khor, 22 Jumadil Akhir 1447 / 13 Desember 2025
📗 | https://shamela.ws/book/9260/1546#p1
Ustadz mengawali kajian dengan mengulang hadits ke 456 dan penjelasan singkatnya.
Hadits No. 456
٤٥٦ – حَدِيْثُ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضولِلَّهَ عَنهُ، قَالَ: ((وَعَظنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَ اللَه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ.))
456. Dari al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu’anhu, ia berkata; “Rasulullah pernah memberikan nasihat yang sangat mendalam kepada kami, yang nasihat itu dapat menggetarkan hati dan mencucurkan air mata.”
Pengesahan dan penjelasan hadits ini telah diberikan pada pembahasan hadits nomor (157), pada Bab “Perintah untuk Memelihara Sunnah”.
Fiqhul Hadits:
- Hadits ini mengisyaratkan dengan jelas bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, adalah seorang rasul dan hambaNya, manusia yang juga akan mengalami kematian sebagaimana lainnya. Ada awal perjumpaan, ada pula perpisahan.
- Hendaknya seorang muslim memberikan wasiat kepada saudaranya yang akan ditinggalkannya, atau kepada saudara yang akan safar, atau kepada keluarganya, dengan wasiat taqwa dan kebaikan lainnya.
- Perintah untuk taat kepada pemimpin (umara) walau dia seorang budak yang hitam. Ketaatan kepada pemimpin adalah wajib, tertera di dalam Al Quran, hadits, dan atsar sahabat. Namun ketaatan ini jika hanya diperintah dalam kebaikan, bukan kemaksiatan.
- Hadits ini juga menunjukkan bahwa akan datangnya masa-masa perselisihan yang banyak. Hal itu bisa terjadi pada internal umat Islam, terlebih lagi dengan yang lain. Bahkan sebenarnya hal itu sudah terjadi sejak masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan nabi-nabi sebelumnya.
- Hadits ini juga menyebutkan solusi dari perselisihan, yaitu mengikuti jalan sunah nabi dan sunah para khulafa’ur rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum. Bahkan inilah solusi semua permasalahan, jika memang ingin mendapatkan kesudahan yang baik.
*****
٥٥- باب فضل الزهد في الدنيا والحث على التقلل منها، وفضل الفقر
Bab 55: Keutamaan Zuhud Terhadap Kenikmatan Dunia Dan Perintah Untuk Hidup Sederhana Serta Keutamaannya
Di dalam bukunya, Madarijus Salikin (II/9), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Rahimahullah mengatakan: ‘Al-Qur’an dipenuhi dengan perintah untuk bersikap zuhud terhadap kenikmatan dunia. Al-Qur’an juga memberitahukan ihwal kehinaan ketidakberartian dan ketidakkekalan nikmat tersebut serta cepatnya kefanaan menimpanya. Al-Qur’an juga memuat anjuran supaya mengutamakan akhirat serta memberitahukan mengenai kemuliaan dan keabadiannya. Maka jika Allah menghendaki kebaikan terhadap seorang hamba, niscaya Dia akan memberikan saksi dalam hatinya yang melihat hakikat dunia dan akhirat, pun mengajarkan mana yang lebih diutamakan dari keduanya.’
Telah banyak orang yang berbicara tentang zuhud, bahkan masing-masing telah mengisyaratkan kepada perasaannya, juga mengungkapkan tentang keadaan beserta saksinya. Kebanyakan ungkapan yang diberikan oleh orang-orang itu menyangkut perihal rasa dan keadaan diri mereka. Pembicaraan dengan lisan ilmu lebih luas daripada pembicaraan dengan lisan perasa, serta lebih dekat kepada hujjah dan bukti.
Saya pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Zuhud berarti meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat di akhirat, sedangkan wara berarti meninggalkan apa-apa yang ditakutkan bahayanya di akhirat kelak.“
Menurut Prof. Dr. Khalid Utsman Ats-Tsabt 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 definisi yang pas, Zuhud adalah menjadikan dunia ada di tangannya bukan di hatinya.
Ungkapan di atas menerangkan suatu pengertian yang paling baik yang pernah diucapkan berkenaan dengan zuhud dan wara, dan yang paling komprehensif.
Imam Ahmad mengatakan: “Zuhud itu ada tiga tingkatan, yakni:
- Zuhud yang berarti meninggalkan hal-hal yang haram. Dan, inilah zuhudnya orang-orang awam.
- Zuhud yang berarti meninggalkan kelebihan dari segala hal yang dihalalkan. Dan, inilah zuhud kaum khawash.
- Zuhud yang berarti meninggalkan setiap hal yang dapat melalaikan (dari mengingat) Allah. Dan, inilah zuhud kaum arif (orang-orang yang mengenal Allah).”
Ucapan yang dikemukakan oleh Imam Ahmad ini mencakup seluruh ungkapan para syaikh yang telah lebih dulu disampaikan, yang disertai dengan perincian dan penjelasan tingkatan-tingkatannya. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang amat komprehensif (menyeluruh).
Hal itu menunjukkan bahwasanya beliau menempati urutan pertama dalam ilmu ini, dan Imam asy-Syafi’i Rahimahullah sendiri memberikan kesaksian tentang kepemimpinannya dalam delapan hal, yang salah satunya adalah dalam hal zuhud.
Yang menjadi kesepakatan kaum arif adalah bahwa zuhud berarti kepergian hati dari negeri dunia dan mengambil posisi di akhirat. Dan atas dasar itulah, para ulama telah menulis buku-buku tentang zuhud, misalnya kitab Zuhud karya Abđullah bin al-Mubarak, juga kitab Zuhud karya Imam Ahmad, kitab Zuhud karya al-Waki, dan kitab Zuhud karya Hanad bin as-Sirri, serta yang lainnya.
Ada enam hal yang berkaitan dengan zuhud, dan seseorang tidak bisa disebut zuhud sehingga dia zuhud darinya. Keenam hal itu adalah harta, penampilan, kepemimpinan, manusia, jiwa, dan segala sesuatu selain Allah.
Yang dimaksud di sini bukan menolak kepemilikannya, karena sesungguhnya Nabi Sulaiman dan Dawud alaihimussalam sendiri adalah orang yang paling zuhud pada zamannya, tetapi keduanya tetap memiliki harta dan istri yang banyak.
Nabi ﷺ Muhammad juga seorang yang paling zuhud di antara semua manusia, tetapi beliau memiliki sembilan istri.
Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, az-Zubair, dan Utsman termasuk orang yang zuhud, tetapi mereka memiliki harta kekayaan.
Hasan bin Ali juga termasuk salah seorang yang zuhud, padahal dia merupakan orang yang paling banyak cintānya kepada kaum Wanita serta mempunyai banyak istri dan bahkan dia orang yang paling kaya.
Sedangkan Abdullah bin al-Mubarak termasuk imam zuhud walau harta-bendanya melimpah. Demikian halnya dengan al-Laits bin Sa’ad, yang juga merupakan imam zuhud, meski dia punya modal harta.
Termasuk di antara ungkapan ihwal zuhud yang paling baik adalah ungkapan al-Hasan atau yang lainnya: “Zuhud di dunia tidak dicirikan dengan mengharamkan yang halal, tidak juga menyia-nyiakan harta, tapi hendaklah apa yang ada di tangan Allah lebih kami yakini daripada yang ada di tanganmu sendiri, serta pahala musibah yang menimpamu lebih engkau sukai daripada jika tidak menimpamu.”
Itulah ungkapan yang paling komprehensif mengenai zuhud dan yang paling baik. Demikian itulah yang dinyatakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yang disampaikan secara ringkas.
Yunus Ibn Maisarah رحمه الله berkata, “Bukanlah zuhud terhadap dunia itu mengharamkan yang halal baginya, bukan pula dengan membuang-buang harta, tetapi zuhud adalah:
- Apa yang ada pada tangan Allah itu lebih kamu percayai dari apa yang ada di tanganmu.
- Keadaanmu ketika mendapatkan musibah, dan ketika tidak mendapatkan musibah, itu sama saja.
- Apabila seseorang memujimu atau mencelamu dalam keadaan kamu sedang berbuat al-haq, sama saja (penderianmu).”
Perhatikanlah, ini semua terkait dengan urusan qalbu (hati) seseorang, dan tidak terkait dengan zahir penampilannya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

