Artikel Islam
Alhamdulillah artikel yang telah terkumpul sejak tahun 2008, dapat menjadi alternatif sarana referensi Islam dari sumber yang benar. Biidznillah...
Alhamdulillah artikel yang telah terkumpul sejak tahun 2008, dapat menjadi alternatif sarana referensi Islam dari sumber yang benar. Biidznillah...
Kumpulan video kajian dari beberapa asatidzah salaf yang layak kita ikuti dan dengarkan sebagai penambah ilmu agama kita.
Download materi e-book, media dan lainnya sebagai bahan referensi.
Tipu daya syetan terhadap dirinya sendiri adalah sebelum tipu dayanya terhadap ayah dan ibu kita (Adam dan Hawwa’). Bahkan tidak cukup dengan itu, anak keturunannya sendiri dan anak keturunan Adam, juga menjadi korban tipu dayanya, utamanya mereka yang setia dan mentaatinya dari golongan jin dan manusia.
Adapun tipu dayanya terhadap dirinya sendiri adalah bahwasanya Allah memerintahkan kepadanya agar bersujud kepada Adam AlaihisSalam, dan dengan mentaati perintah-Nya tersebut akan membawanya pada kebahagiaan dan kemenangannya. Tetapi ia dikuasai oleh hawa nafsunya yang jahil dan aniaya sehingga menganggap dengan bersujud kepada Adam akan merendahkan dan melumatkan dirinya, sebab ia harus bersujud kepada makhluk yang diciptakan dari tanah, padahal ia diciptakan dari api, sedangkan api -menurut anggapannya- lebih mulia daripada tanah.
Kitab Zaadul Ma’ad ini adalah hasil karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (Wafat: 751H). Ia ditulis oleh Ibnul Qayyim ketika sedang bermusafir sambil duduk atau menunggung di atas untanya dari Damaskus (Syiria) menuju Mekah saat safar. Hal ini beliau informasikan di dalam kitabnya, yang berisi penjelasan menyeluruh, tetapi ringan. Dan ditulis dengan rujukan yang terbatas, karena ditulis dalam safar.
Ini menunjukkan keberkahan hidup para ulama, yang mampu menulis dalam kondisi yang terbatas.
Esensi Kitab
1. Buku yang berisi Shirah Nabi ﷺ
2. Sunnah-sunnah Nabi ﷺ (Apa saja yang tsabit datang dari Nabi ﷺ baik ucapan, perbuatan atau taqrir (yang dibiarkan)).
3. Pribadi Nabi ﷺ, baik akhlak beliau atau aktivitas keseharian atau adab Nabi ﷺ.
Allah ﷻ berfirman dalam ayat 209:
فَإِن زَلَلْتُم مِّنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْكُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ فَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 210:
هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن يَأْتِيَهُمُ ٱللَّهُ فِى ظُلَلٍ مِّنَ ٱلْغَمَامِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَقُضِىَ ٱلْأَمْرُ ۚ وَإِلَى ٱللَّهِ تُرْجَعُ ٱلْأُمُورُ
Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.
Setelah mengkafani selesai, disyari’atkan menyalatkan jenazah muslim.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya, maka baginya pahala dua qirath.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.”
(HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)
Masail Jahiliyah ke 52: Mereka Meniadakan Hikmah Allah ﷻ
Semua penciptaan dibangun di atas hikmah, tidak ada sesuatupun yang Allah ciptakan melainkan dengan hikmah. Tidaklah Allah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Menciptakan langit ada hikmahnya, menciptakan bumi ada hikmahnya, menciptakan pepohonan ada hikmahnya, menciptakan lautan dan kehidupan ada hikmahnya, menciptakan gunung-gunung ada hikmahnya, menciptakan alam jin, manusia, hewan dan binatang semuanya Allah ciptakan dengan tujuan hikmah.
Dan tidak ada kewajiban bagi kita selaku makhluk-Nya untuk mencari hikmah dari setiap syariát yang dibebankan kepada hamba-hamba-Nya. Tugas kita hanya tunduk dan taat (sami’na wa atha’na) terhadap dzahir dari nash-nash yang ada. Adapun dalam prosesnya kita mendapatkan hikmah, walhamdulillah, tetapi menyengaja mencari hikmah sebelum melaksanakan ibadah tertentu, ini dilarang.
Dari Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu’anhuma Bahwasanya pada saat makanan dihidangkan kepada Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu’anhu, waktu itu dia sedang berpuasa, maka dia berkata: “Mush’ab bin Umair telah terbunuh padahal dia seorang yang lebih baik daripadaku, dan tidak ada kain yang bisa dipergunakan untuk mengkafaninya kecuali sepotong selimut; jika dipergunakan untuk menutupi kepalanya maka terbuka kedua kakinya, dan jika dipergunakan untuk menutupi kedua kakinya maka terlihat kepalanya. Kemudian dunia dilapangkan bagi kami diberi kelapangan rezeki yang selapang-lapangnya, atau dia mengatakan: ‘Kami diberi kekayaan dunia sebanyak-banyaknya. ‘Kami khawatir jangan-jangan kebaikan kami telah diberikan lebih awal.’ Kemudian dia terus menangis sehingga dia meninggalkan makanan itu.
Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]
Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan!
Tidak ada satu perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena ia (seakan-akan –red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.