بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟 (Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 17 Dzulhijjah 1446 / 13 Juni 2025.
Orang-orang yang Terkena Fitnah Hawa Nafsu
Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya akan hakikat cinta yang terpuji dan cinta yang tercela. Maka, banyak kasus yang terjadi bahkan di lembaga pendidikan Islam, menunjukkan bahwa setan tidak pantang menyerah dalam menggoda manusia.
Termasuk puncak tipu daya syetan dan olok-olokannya kepada orang-orang yang terkena fitnah dengan gambar-gambar (hawa nafsu) yaitu syetan itu memberikan angan-angan dan dalih kepada salah seorang dari mereka bahwa dia tidak mencintai wanita bukan mahramnya itu, atau anak kecil yang tampan tersebut kecuali karena Allah semata, tidak untuk suatu kemungkaran (zina).
Karena itu syetan memerintahkan agar dia menjalin persaudaraan dengan mereka. Padahal ini termasuk jenis mukhadanah (mengambil wanita atau pria sebagai kekasih yang ia berzina dengannya), bahkan ia termasuk mukhadanah secara rahasia, seperti para wanita yang memiliki kekasih-kekasih sebagai piaraan (yang Allah memperingatkan agar kita tidak menikah dengan mereka, dan menyebut mereka sebagai wanita-wanita yang tidak memelihara diri). Allah befirman tentang para wanita tersebut,
مُحْصَنَٰتٍ غَيْرَ مُسَٰفِحَٰتٍ وَلَا مُتَّخِذَٰتِ أَخْدَانٍ ۚ
“Sedang mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan pula wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraan (kekasih gelap)-nya.” (An-Nisa’: 25).
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِىٓ أَخْدَانٍ ۗ
“Laki-laki yang memelihara diri, tidak pezina dan tidak pula memelihara gundik-gundik.” (Al-Ma’idah: 5).
Orang-orang tersebut menampakkan kepada manusia bahwa kecintaan mereka terhadap gambar-gambar (lawan jenisnya) tersebut adalah karena Allah, padahal maksud hatinya adalah menjadikannya sebagai kekasih gelap. Mereka bernikmat-nikmat dengan kekasih gelapnya tersebut, menciuminya, atau menikmatinya dengan sekedar memandanginya, berkasih-kasihan atau bermesraan, lalu mereka mengatakan bahwa hal itu adalah karena Allah semata, dan bahwa itu adalah suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan.
Padahal yang sesungguhnya, ia termasuk kesesatan yang paling besar, serta termasuk pengubahan agama, sebab mereka menjadikan apa yang dibenci Allah sebagai sesuatu yang dicintai-Nya, dan ini adalah termasuk jenis syirik.
Sesuatu yang dicintai selain Allah adalah thaghut. Dan kepercayaan bahwa bernikmat-nikmat dengan percintaan, memandang dan mengambil kekasih serta bermesraan sebagai suatu pencarian karena Allah dan ia berarti kecintaan kepada-Nya adalah suatu kekufuran dan kesyirikan. Dan itu sama dengan kepercayaan para pecinta patung dan berhala.
Dan banyak orang yang kebodohannya sampai pada batas mempercayai bahwa tolong-menolong dalam kekejian (zina) adalah berarti tolong-menolong dalam kebajikan, dan bahwa pihak yang menerima cinta telah berbuat baik terhadap orang yang mencintainya, karena itu ia berhak mendapat pahala, dan mengambil dalil bahwa ia telah berusaha untuk mengobati dan menyembuhkannya, bahkan ia telah memberikan jalan keluar bagi penderitaan karena cintanya, dan mengambil dalil bahwa, “Barangsiapa yang membebaskan kesusahan seorang Mukmin dari berbagai kesusahannya di dunia, niscaya Allah akan membebaskan kesusahan daripadanya dari berbagai kesusahan di Hari Kiamat”.
Macam-macam Manusia dalam Hal Cinta kepada Makhluk
Setelah kita ketahui kesesatan hal di atas maka di bawah ini kita paparkan macam-macam manusia di dalamnya:
Pertama, mereka yang mempercayai bahwa kecintaan tersebut karena Allah. Hal ini banyak terjadi di kalangan orang-orang awam serta mereka yang menamakan dirinya sebagai orang-orang fakir dan sufi.
Kedua, mereka yang mengetahui dalam hatinya bahwa hal tersebut bukan karena Allah, tetapi mereka menampakkannya bahwa hal itu karena Allah, sebagai bentuk penipuan dan menutupi diri. Golongan ini, dari satu sisi, lebih dekat untuk mendapatkan ampunan daripada golongan yang pertama, sebab mereka masih diharapkan mau bertaubat. Tetapi di sisi lain, mereka lebih keji, sebab mereka mengetahui bahwa hal itu diharamkan tetapi mereka melanggarnya. Sebagian dari mereka mungkin ada yang jatuh pada perkara syubhat, sebagaimana syubhat sebagian besar yang menganggap bahwa mendengarkan suara nyanyian adalah suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya.
Bahkan hal tersebut terjadi pada orang-orang yang dikehendaki Allah dari kalangan orang-orang zuhud dan ahli ibadah. Demikian pula orang yang ilmu dan imannya lemah jatuh pada syubhat yang menganggap bahwa menikmati gambar-gambar (lawan jenis), menyaksikannya dan bermesraan dengannya merupakan suatu ibadah dan pendekatan kepada Allah.
Kelompok ketiga, mereka yang memiliki maksud melakukan kemungkaran besar (zina). Maka, terkadang mereka termasuk orang-orang sesat yang mempercayai bahwa percintaan yang tidak ada persetubuhan di dalamnya adalah karena Allah, dan bahwasanya zina adalah maksiat. Mereka juga berkata, “Kami berbuat sesuatu karena Allah, dan kami melaksanakan perintah selain perintah Allah.”
Terkadang mereka juga termasuk kelompok kedua yang menampakkan bahwa percintaan (mereka dengan lawan jenis) karena Allah, padahal mereka mengetahui bahwa yang diperintahkan adalah bukan demikian. Karena itu, mereka mengumpulkan antara dusta dan zina.
Dan dengan percintaan serta pemilikan kekasih tersebut, mereka ingin menandingi pernikahan, sebab antara dirinya dengan kekasihnya tersebut, terjadi pertemanan, perjodohan dan pergaulan yang menyamai dengan yang terjadi antara suami-istri, malahan terkadang dari sisi tehnik dan kuantitas hubungan (percintaan) melebihi suami-istri, atau terkadang kurang daripadanya.
Lalu, pertemanan di antara mereka terkadang menyerupai pertemanan dan persaudaraan yang terjadi antara dua orang yang saling bercinta dan bersaudara karena Allah, tetapi orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah, dan bahwa kecintaan dua orang yang mencintai karena Allah akan senantiasa bertambah kuat dan teguh, sedang kecintaan syaithaniyah tersebut akan berakhir dengan sebaliknya.
Dan kadang-kadang hubungan mereka (dalam percintaan) itu demikian dekat hingga mereka menamakannya pasangan suami-istri. Bahkan mereka berkata, “Si Fulan menikah dengan si Fulan.” Demikian seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah dan agama-Nya dari kalangan orang-orang fasik yang gila, lalu mereka yang hadir pun mengakui hal tersebut dan tertawa karenanya, mereka mengagumi pernikahan semacam itu.
Bahkan mungkin sebagian orang-orang zindik berkata, “Al-Amrad” adalah kekasih Allah, dan orang yang berjenggot adalah musuh Allah!” Dan mungkin, banyak anak muda yang mempercayai kebenaran hal tersebut, serta mempercayai bahwa itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
Jika Allah mencintai seorang hamba, maka la menyeru, ‘Wahai jibril, sesungguhnya aku mencintai Fulan, karena itu cintailah dia…!’
Lalu ia merasa dicintai di muka bumi ini, sehingga ia pun bangga karena dicintai, dan karenanya ia menyombongkan diri di tengah-tengah manusia, bahkan ia senang jika dikatakan, “Ia begitu dicintai semua orang, ia milik negeri, dan orang-orang sangat mengharap untuk dicintai olehnya”, atau ucapan-ucapan yang sejenis. (Lihat kitab Dzammul Liwath oleh Ad-Duri).
Dan tidak diragukan lagi, kekufuran, kefasikan dan maksiat memiliki tingkatan-tingkatan, sebagaimana iman dan amal shalih juga memiliki tingkatan-tingkatan, seperti disebutkan dalam firman Allah,
هُمْ دَرَجَٰتٌ عِندَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ
“(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Ali Imran: 163).
إِنَّمَا ٱلنَّسِىٓءُ زِيَادَةٌ فِى ٱلْكُفْرِ ۖ
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran.” (At-Taubah: 37).
وَلِكُلٍّ دَرَجَٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوا۟ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dan apa yang mereka kerjakan.” (Al-An’am: 132).
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ. وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ
“Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah iman-nya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada).” (At-Taubah: 124-125).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang senada. Dan orang yang paling ringan dosanya dari mereka adalah orang yang melakukan hal tersebut, sedang dia mempercayai bahwa hal tersebut diharamkan, dan selesai melampiaskan keinginannya ia berkata, “Astaghfirullah (aku memohon ampun kepada Allah)!” Karena itu seakan-akan apa yang telah terjadi tidak ada.
Dan sungguh syetan telah mempermainkan mayoritas umat manusia sebagaimana anak kecil bermain bola. Dan syetan telah menjerumuskan mereka ke dalam kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan dalam berbagai bentuknya.
Dan secara global, kekejian itu bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat kerusakannya. Maka seorang laki-laki yang memiliki kekasih wanita, atau wanita yang memiliki kekasih pria lebih sedikit tingkat kejahatannya daripada laki-laki atau wanita yang melakukan perzinaan dengan setiap orang.
Orang yang melakukan maksiat secara rahasia lebih sedikit dosanya daripada orang yang melakukannya secara terangterangan. Orang yang mendiamkan maksiatnya lebih sedikit dosanya daripada orang yang menceritakan maksiatnya kepada manusia, dan orang seperti ini jauh dari ampunan Allah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Setiap orang dari umatku akan dimaafkan kecuali mereka yang terangterangan. Dan termasuk terang-terangan yaitu Allah merahasiakan suatu maksiat atasnya, kemudian pagi harinya ia membuka perahasiaan Allah atasnya, ia berkata, Wahai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu. ‘Malam harinya Tuhan merahasiakan maksiatnya, sedang Pagi harinya ia membuka perahasiaan Allah atas dirinya.”
Diriwayatkan Al-Bukhari (10/405), dan diriwayatkan pula secara ringkas oleh Muslim (2990).
Do’a Meminta Ketakwaan dan Sifat Qona’ah
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina.”
Artinya: Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina.
(HR. Muslim no. 2721)
Doa Meminta Perlindungan dari Jeleknya Pendengaran, Penglihatan, Lisan, Hati, Kemaluan
وَعَنْ شَكَلِ بْنِ حُمَيدٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، عَلِّمْنِي دُعَاءً ، قَالَ : قُلْ : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي ، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي ، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي ، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي ، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّيْ
رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي ، وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ
Syakal bin Humaid radhiyallahu ‘anhu, ia pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah ajarkan kepadaku suatu doa.” Maka beliau mengatakan, “Bacalah: ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN SYARRI SAM’II, WA MIN SYARRI BASHORII, WA MIN SYARRI LISAANII, WA MIN SYARRI QOLBII, WA MIN SYARRI MANIYYI (artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku).”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan).
[HR. Tirmidzi, no. 3492 dan Abu Daud, no. 1551, An-Nasai, no. 5446. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya tsiqqah yaitu terpercaya].
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم