بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Doha, 30 Rabi’ul Awal 1447 / 22 September 2025
Bagian Kelima: Muamalat | Pasal: Beberapa Akad
Materi Kedelapan: Fadhlul Ma’i (Kelebihan Air)
Keutamaan Memberi Minum Air
Dari Sa’id bahwasanya Sa’ad mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,
أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْجَبُ إِلَيْكَ قَالَ « الْمَاءُ ».
“Sedekah apa yang paling engkau sukai.” Jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sedekah air.” (HR. Abu Daud, no. 1679 dan An-Nasai, no. 3694; 3695; Ibnu Majah, no. 3684).
Dari Sa’id bin Al-Musayyib, dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ سَقْيُ الْمَاءِ
“Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal dunia, apakah boleh aku bersedekah atas namanya?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Iya, boleh.” Sa’ad bertanya lagi, “Lalu sedekah apa yang paling afdal?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Memberi minum air.” (HR. An-Nasai, no. 3694 dan 3695. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya).
Definisi Fadhlul Ma‘i
Fadhlul ma’i ialah orang Muslim mempunyai air sumur, atau air sungai yang melebihi kebutuhannya, baik untuk minum, mengairi tanaman maupun pohon.
Hukum Fadhlul Ma’i
Hukum fadhlul ma’i (kelebihan air dari kebutuhan) ialah diberikan kepada kaum muslimin yang membutuhkannya secara gratis, (bukan tanah pribadi) karena Rasulullah bersabda:
لَا يُبَاعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُبَاعَ بِهِ الْكَلَأُ
“Kelebihan air tidak boleh dijual sehingga ia seperti menjual rerumputan” (Shahih Muslim # 2929)
Rasulullah juga bersabda:
لَا يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلَأُ
“Kelebihan air tidak boleh ditahan sehingga seolah-olah ia menahan rerumputan.” (Shahih Muslim 2927)
Syarat-syarat Fadhlul Ma’i
Syarat-syarat fadhlul ma’i adalah sebagai berikut:
- Memberikan kelebihan air itu tidak merupakan fardhu ain kecuali setelah ia tidak membutuhkannya.
- Orang yang diberi kelebihan air ialah orang yang membutuhkannya.
- Pemberian kelebihan air tidak menimbulkan sedikit pun mudarat pada pemberinya.
*****
Iqtha’
Definisi Iqtha’
Iqtha’ ialah pemimpin memberikan sebidang lahan di lahan umum yang tidak dimiliki siapa pun kepada seseorang untuk dimanfaatkan dengan ditanami, atau dibangun bangunan di atasnya, entah dengan status hak pakai atau hak milik.
Hukum Iqtha’
Iqtha’ boleh dilakukan imam (pemimpin) kaum muslimin dan tidak boleh dilakukan oleh selainnya, karena Rasulullah melakukan seperti itu. Begitu juga Abu Bakar dan Umar bin Khattab, sepeninggal beliau.
Ketentuan-ketentuan Iqtha’
Di antara hukum-hukum iqtha’ adalah sebagai berikut:
1. Yang memutuskan pembagian lahan ialah imam, karena selain imam tidak boleh bertindak terkait aset umum.
2. Imam tidak memberikan lahan kepada seseorang melebihi kemampuannya untuk menghidupkan dan memakmurkannya.
3. Barang siapa diberi lahan oleh imam, kemudian tidak sanggup memakmurkannya, maka imam berhak menarik kembali lahan tersebut darinya untuk menjaga kemaslahatan umum kaum muslimin.
4. Imam berhak memberikan lahan untuk fasilitas umum kepada siapa pun yang dikehendakinya. Lahan tersebut misalnya untuk tempat jual beli di pasar-pasar, halaman-halaman (taman) umum, jalan-jalan yang Juas, dan lain sebagainya dengan syarat hal tersebut tidak menimbulkan mudarat bagi kemaslahatan umum. Orang yang diberi lahan tersebut tidak berhak memilikinya, tetapi ia adalah orang yang paling berhak atas Jahan tersebut daripada orang lain. Karena Rasulullah bersabda:
مَنْ سَبَقَ إِلَى مَا لَمْ يَسْبِقْ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ
“Barang siapa lebih cepat kepada apa yang tidak bisa dicapai seorang muslim, maka ia lebih berhak kepadanya.” (HR. Abu Daud no. 3071).
5. Orang yang diberi lahan oleh imam untuk tempat duduk, atau ia lebih dahulu mendapatkannya tanpa pemberian imam maka ia tidak boleh mengganggu orang lain. Misalnya dengan tidak memberikan sinar kepadanya, atau menghalangi para pembeli melihat barang dagangannya, karena Rasulullah bersabda:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan juga tidak boleh mendatangkan bahaya terhadap orang lain.” (HR. Daruquthni no. 4461 dan lainnya).
Catatan:
Jika air lembah mengalir, maka kaum muslimin boleh memanfaatkannya, mulai dari orang muslim di bagian atas lembah kemudian orang muslim di bawahnya dan seterusnya hingga lahan terakhir yang ingin diairi, atau hingga air lembah tersebut habis.
Lahan tanah yang sama dekatnya dengan sumber air mendapatkan aliran yang sama sesuai dengan luas-sempitnya lahan. Jika para pemilik lahan tersebut bersengketa di antara mereka maka diadakan undian untuk mereka.
Hal ini karena Ibnu Majah meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah memutuskan tentang pengairan kebun kurma dari aliran air itu dimulai dari tempat yang paling tinggi sebelum tempat yang paling rendah, dan air dibiarkan (di tahan di kebun kurma) hingga mencapai dua telapak kaki, kemudian air dialirkan ke lahan di bawahnya. Begitulah seterusnya hingga air mencakup semua kebun kurma, atau hingga air habis. Juga karena Rasulullah bersabda, “Airilah hai Zubair, kemudian kirimkan air kepada lahan tetanggamu.”
*****
Al-Hima (Padang Rumput)
Definisi Al-Hima
Al-Hima ialah lahan mati yang dilindungi dari penggembalaan agar rumputnya banyak sehingga bisa menjadi padang gembala bagi hewanhewan khusus.
Hukum Al-Hima
Siapa pun tidak boleh melindungi lahan-lahan umum kaum muslimin walau sehasta atau lebih kecuali imam, jika itu membawa kemaslahatan bagi kaum muslimin, karena Rasulullah bersabda:
لا حمي إلالله و لر سو له
“Tidak ada hima’ kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.” (HR Al Bukhari)
Hadits di atas menegaskan bahwa siapa pun tidak boleh melindungi (memprotek) Jahan umum kecuali Allah dan Rasul-Nya, atau khalifah keduanya, yaitu imam. Hadits di atas juga menjelaskan bahwa imam tidak boleh melindungi lahan untuk kepentingan selain kemaslahatan umum, karena apa yang menjadi milik Allah dan Rasul-Nya itu selalu diinfakkan untuk kemaslahatan umum.
Contohnya, seperlima dari ghanimah dan fa’i, atau seperlima dari harta terpendam (karun), dan lain sebagainya, karena Rasulullah telah melindungi salah satu sumur untuk onta dan kuda-kuda jihad. Umar bin Khattab juga pernah melindungi salah satu lahan. Ketika ditanya tentang kebijakannya tersebut, ia menjawab, “Harta ialah harta Allah dan hamba-hamba ialah hamba-hamba Allah. Demi Allah, dan demi Allah, jika aku tidak menggunakannya untuk di jalan Allah, maka aku tidak akan melindungi sejengkal pun salah satu lahan tanah.”
Ketentuan-ketentuan dalam Al-Hima
Di antara ketentuan-ketentuan dalam al-hima adalah sebagai berikut:
- Tidak ada yang boleh melakukan perlindungan terhadap tanah kecuali khalifah kaum muslimin atau imam mereka, karena Rasulullah bersabda, “Tidak ada hima kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.”
- Lahan tanah yang boleh dilindungi ialah lahan tanah mati yang tidak dimiliki siapa pun.
- Khalifah tidak boleh melindungi salah satu lahan untuk kepentingan pribadinya, namun untuk kemaslahatan umum kaum muslimin.
- Termasuk dalam hal ini ialah beberapa gunung yang dilindungi negara untuk pengembangan pohon-pohon di hutan. Hal tersebut harus dilihat, jika itu menghasilkan kemaslahatan bagi kaum muslimin maka pemerintah mengesahkannya, namun jika terbukti merugikan dan tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi mereka, maka pemerintah tidak boleh mengesahkannya, karena tidak ada al-hima kecuali untuk Allah dan Rasul-Nya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم