ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 35: 11 Rabi’ul Akhir 1447 / 3 Oktober 2025
Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 43 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27
Masalah Ke-44: Mereka Beralasan Dengan Takdir Allah Tentang Kekufuran Mereka
Berhujjah dengan takdir terhadap Allah ﷻ
📃 Penjelasan:
Mereka berhujjah dengan takdir terhadap Allah dan bahwa mereka dibolehkan melakukan kekufuran dan kemaksiatan karena Allah telah metakdirkan mereka demikian.
Padahal Allah tidak memberikan hujjah bagi mereka, akan tetapi memberikan mereka pilihan, dan memberikan mereka kemampuan, dan memberikan mereka keinginan, serta menjelaskan kepada mereka jalan kebaikan, juga menjelaskan kepada mereka jalan keburukan, dan memberikan kepada mereka sarana-saran yang dengannya mereka bisa berbuat atau tidak berbuat, mereka tidak dipaksa sebagai mana mereka katakan. Allah juga menjelaskan bahwa Ia tidak ridha kekufuran dari hamba-Nya. Allah berfirman:
وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْر
” Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. ( QS. az-Zumar : 7 ).
Jika pun Allah telah mentakdirkannya dan menghendakinya, akan tetapi tidaklah mesti Allah meridhai takdir tersebut, karena Allah mentakdirkan kekufuran akan tetapi Allah membencinya, tunjuannya untuk membedakan manusia satu dari yang lain, membedakan yang jujur dengan pendusta, menjelaskan antara mukmin dengan kafir, membedakan munafik dari mukmin yang benar. Maka Allah mentakdirkan semua perkara yang tidak disukai ini karena ada hikmah dari-Nya, tidak mentakdirkannya sia-sia, serta membalas perbuatan mereka yang mereka perbuat atas pilihan mereka.
Oleh karena itu, orang gila, orang cacat, yang dipaksa, dan yang tidur, tidak diberi balasan, karena mereka tidak mempunyai pilihan, tidak punya akal, meskipun mereka melakukannya maka tidak akan dibalas.
Masalah Ke–45: Mereka Beranggapan Ada Pertentangan Antara Syariat Allah Dengan Takdir-Nya
Kontradiksi syariat Allah dengan takdir-Nya.
📃 Penjelasan:
Masalah ini juga berkaitan dengan takdir, karena ada orang yang membenturkan syariat Allah dengan takdir-Nya, mereka mengatakan : ” Bagaimana Allah mentakdirkan kufur dan iman, kemudian mensyariatkan kepada hamba-Nya syariat perintah dan larangan, padahal tidak ada faedahnya jika semua masalah telah ditetapkan dan ditakdirkan, karena manusia bersandar kepada takdir ?”.
Ini termasuk perkara Jahiliyah yang paling berbahaya dan diikuti oleh setiap orang yang mengikuti jalannya hingga hari kiamat dari orang-orang yang menganggap bahwa syariat dan takdir saling bertentangan. Ini adalah madzhab yang batil, tidak ada kontradiksi antara syariat dengan takdir selamanya. Allah telah mentakdirkan syirik, maksiat dan kekufuran serta telah melarang darinya. Juga telah mensyariatkan iman, istiqamah, kebaikan, dan tidak ada kontradiksi antara keduanya, kerena hamba lah yang melakukan perbuatan tersebut dengan pilihan mereka, keinginan mereka serta kehendak mereka, maka perbuatan itu dinisbatkan kepada diri mereka. Oleh karena itu mereka di sanksi atas kemaksiatan mereka, juga diberi pahala atas ketaatan mereka, meskipun hal tersebut ditakdirkan oleh Allah , namun mereka dibalas atas perbuatan mereka bukan atas takdir.
Dalam permasalahan ini, disimpulkan bahwa manusia dalam masalah takdir dengan syariat terbagi ke dalam 4 (empat) jenis :
- Pertama: yang menetapkan takdir dan meniadakan syariat, mereka adalah jabariyah.
- Kedua: yang menetapkan syariat dan meniadakan takdir, mereka adalah qadariyah.
- Ketiga: yang menetapkan syariat dan takdir, dan menganggap bahwa keduanya bertentangan, mereka adalah kaum musyrikin.
- Keempat : yang menetapkan syariat dan takdir dan meniadakan kontradiksi antar keduanya, mereka adalah ahlussunnah wal jamaah.
Qadariyyah (Mu’tazilah), paham pengingkar takdir
Qadariyyah (Mu’tazilah) adalah kelompok yang meyakini bahwa Allah tidaklah mengetahui dan menetapkan takdir sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan meyakini kalau perbuatan makhluk bukan Allah yang menciptakan.
Pada dasarnya, penyelewengan paham qadariyyah terpusat pada dua hal :
1. Mengingkari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya
2. Meyakini bahwa setiap hamba adalah pencipta bagi perbuatannya masing-masing
Mereka adalah majusinya umat ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تشهدوهم
“Qadariyyah adalah majusinya umat ini. Jika mereka sakit, jangan dijenguk. Jika mereka mati, jangan dilayat” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya. Dinilai hasan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashaabih)
Dilarang Membahas Masalah Takdir Tanpa Ilmu
Kehendak dan perbuatan Allah ﷻ tidak boleh dipertanyakan dan tidak boleh beralasan dengan takdir.
Dari Abu Al Aswad Ad Daili dia berkata: ” Imran bin Hushain pernah bertanya kepada saya: ‘Apakah perilaku dan jerih payah kaum muslimin sekarang ini karena adanya takdir yang telah ditentukan sejak dulu atas mereka, ataukah karena mereka mengetahui ajaran yang dibawa oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ada hujjah yang akan menuntut mereka?
‘Saya (Abul Aswad) menjawab: ‘Itu karena takdir yang telah ditentukan sejak dahulu atas mereka.’
lmran bin Hushain bertanya lagi: ‘Bukankah yang demikian itu suatu kezhaliman?.
‘Abul Aswad menjawab: ‘Saya sangat terkejut dengan pertanyaan itu, lalu saya katakan: ‘Segalanya adalah ciptaan-Nya, Allah tidak akan diminta pertanggung jawaban mengenai apa yang Dia perbuat, tetapi manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban.’
lmran bin Hushain berkata kepada saya: ‘Wahai Abul Aswad, semoga Allah memberimu rahmat. Sebenarnya saya tidak bermaksud bertanya kepadamu melainkan hanya untuk menjaga pikiranmu.’
Pada suatu hari ada dua orang laki-laki dari suku Muzainah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: ‘Ya Rasulullah, menurut engkau apakah perilaku dan usaha kaum muslimin sekarang ini karena sudah suratan takdir yang telah ditetapkan sejak dahulu atau karena mereka mengamalkan ajaran yang dibawa oleh Nabi mereka dan mereka sadar atas hujjah yang akan menuntut mereka?
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Itu merupakan suratan takdir yang telah ditetapkan (Allah) sejak dahulu yang sesuai dengan firman Allah yang berbunyi: ‘Dan demi jiwa serta penyempurnaannya/penciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan jalan ketakwaan.’ (Asy-Syamsy (91): 7-8). (HR. Muslim: 4790)
Dialog Nabi Musa dan Adam Mengenai Takdir
Sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘laihi wa sallam mengenai perdebatan keduanya:
اِحْتَجَّ آدَمُ وَمُوْسَى، فَقَالَ لَهُ مُوْسَى: أَنْتَ آدَمُ الَّذِيْ أَخْرَجَتْكَ خَطِيْئَتُكَ مِنَ الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ لَهُ آدَمُ : أَنْتَ مُوْسَى الَّذِي اصْطَفَاكَ اللهُ بِرِسَالَتِهِ وَبِكَلاَمِهِ، ثُمَّ تَلُوْمُنِيْ عَلىَ أَمْرٍ قَدْ قُدِّرَ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُخْلَقَ؟ فَحَجَّ آدَمُ مُوْسَى.
“Nabi Adam dan Nabi Musa Alaihissalam berbantah-bantahan. Nabi Musa berkata kepadanya, ‘Engkau Adam yang kesalahanmu telah mengeluarkanmu dari Surga?’ Nabi Adam menjawab kepadanya, ‘Engkau Musa yang dipilih oleh Allah dengan risalah-Nya dan berbicara secara langsung dengan-Nya, kemudian engkau mencelaku atas suatu perkara yang telah ditakdirkan atasku sebelum aku diciptakan?’ Maka, Nabi Adam dapat membantah Nabi Musa.”
HR. Muslim, kitab al-Qadr, (VIII/50, no. 2652).
Nabi Adam Alaihissalam tidak berdalih dengan qadar atas dosa yang dilakukannya, sebagaimana diduga oleh sebagian kalangan, dan Nabi Musa Alaihissalam pun tidak mencela Nabi Adam atas dosanya, karena dia mengetahui bahwa Nabi Adam telah memohon ampun kepada Rabb-nya dan bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnya, menerima taubatnya, dan memberi petunjuk kepadanya. Dan orang yang ber-taubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak memiliki dosa.
Perbedaan Iradah dan Masyiah
Iradah:
1. Iradah Kauniyyah: Kehendak Allah yang pasti terjadi dan tidak bisa ditolak. Sesuatu itu terjadi berdasarkan kehendak-Nya, tetapi belum tentu Allah menyukai atau mencintainya.
– Contohnya adalah penciptaan iblis untuk menggoda manusia.
2. Iradah Syar’iyyah: Kehendak Allah yang Dia cintai dan ridhai. Sesuatu ini bisa terjadi jika manusia mengikuti syariat-Nya, dan bisa juga tidak terjadi.
– Contohnya adalah kehendak Allah agar semua manusia beriman dan taat, namun tidak semua orang melakukannya.
Masyi’ah
– Masyi’ah adalah nama lain untuk iradah kauniyyah.
– Masyi’ah mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dan pasti terjadi, baik yang disukai maupun yang tidak disukai oleh Allah.
– Contohnya, ketika Allah menghendaki manusia untuk kenyang karena lapar, maka rasa kenyang itu terjadi.
Ada Hikmah di Balik Setiap Takdir
Setiap orang hendaknya berusaha semaksimal mungkin melakukan kebaikan dalam hidupnya, meskipun pada akhirnya ia bukanlah orang yang menentukan hasil akhir atau dampak dari setiap aktivitasnya.
Hendaknya seorang mukmin menghadirkan tawakkal kepada Allah Ta’ala, bekerja dan bersungguh-sungguh menjalankan aktivitasnya sesuai dengan kemampuannya. Namun, jika terjadi sebuah peristiwa di luar dugaan dan kehendaknya, maka ia harus segera mengingatkan dirinya akan kaidah mulia ini. Allah Ta’ala berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216) (Qawa’id Qur’aniyyah, hal. 21)
Ketahuilah, keburukan yang terjadi dalam takdir tidak selamanya merupakan keburukan yang hakiki bagi hamba, karena terkadang akan menimbulkan hasil akhir berupa kebaikan. Apapun yang menimpa dirinya, segalanya telah diatur oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala menginginkan agar dirinya mengimani segala takdir Allah Ta’ala dan menyadari bahwa demikianlah bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya, Dia menjadikan kehidupan beserta segala lika-liku kebahagian dan kesedihan membuat mereka hanya bergantung kepada Allah Ta’ala semata. Wallahul muwaffiq.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

