Assunnah Qatar

Kegiatan Kajian Melayu Assunnah Qatar

📖 Hadis ke-43: Cobaan bagi Orang yang Beriman merupakan Bukti Allâh ﷻ Menghendaki Kebaikan.

43- وعن أنس رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏‏”‏إذا أراد الله بعبده خيراً عجل له العقوبة في الدنيا، وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة‏”‏‏.‏

وقال النبي صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏”‏إن عظم الجزاء مع عظم البلاء، وإن الله تعالى إذا أحب قوماً ابتلاهم، فمن رضي فله الرضى، ومن سخط فله السخط‏”‏ ‏(‏‏(‏رواه الترمذي وقال ‏:‏ حديث حسن‏)‏‏)‏‏.‏

43. Dari Anas Radhiyallahu’anhu, berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Jikalau Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan – penderitaan – sewaktu dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seseorang hambaNya, maka orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan – siksaannya – hari kiamat.”

Dan Nabi ﷺ bersabda – juga riwayat Anas Radhiyallahu’anhu: “Sesungguhnya besarnya balasan – pahala – itu sesuai besarnya bala’ yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela – menerima bala’ tadi, ia akan memperolehi keredhaan dari Allah dan barangsiapa yang marah-marah maka ia memperolehi kemurkaan Allah pula.”

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini Hadis hasan.

Dari hadits di atas, diambil benang merah, jika seorang hamba penuh dengan kemaksiatan tetapi hidupnya selalu enak dan tidak ada cobaan, maka itu adalah istidraj. Allâh ﷻ ulur waktunya untuk melakukan dosa-dosa dan menunda siksanya nanti di akhirat. Allâh ﷻ menginginkan keburukan pada orang tersebut. Sungguh, cobaan di dunia jauh lebih ringan daripada kelak di akhirat.

Inti ibadah dibangun atas rasa cinta kepada Allâh ﷻ, dari rasa cinta melahirkan ketaatan, tunduk kepada Allâh ﷻ. Sama halnya seseorang yang cinta mati kepada orang lain, akan tunduk dan mengikuti apa yang diinginkan oleh orang yang dicintainya.

Sifat Kematian: Dibenci Dan Menakutkan

Tidak diragukan dunia ini adalah negri sementara, semua yang ada didalamnya akan berujung kebinasaan. Adapun akhirat adalah negri keabadian, semuanya akan berada dalam kekekalan, apakah kekal dalam kenikmatan atau azab yang menakutkan. Dan kita didunia bagaikan seorang pejalan kaki yang terus menuju sebuah kepastian yaitu kematian.

Namun tabi’at asal setiap manusia membenci kematian, bahkan mereka ingin kekal dalam kehidupan ini. Seperti halnya orang kafir, mereka begitu mencintai dunia dan segala gemerlapnya, mereka berangan-angan andai bisa hidup 1000 tahun lagi. Allah mengungkap angan-angan orang yahudi yang begitu benci kematian dan ingin hidup lama didunia. Allâh ﷻ berfirman:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masingmasing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekalikali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 96)

Hal yang paling mendasar membuat seseorang benci kematian adalah dosa, maksiat, kecintaan berlebihan kepada dunia, dan itu dominan ada pada orang kafir secara umum, yahudi secara khusus dan sebagian orang muslim yang keimanan mereka rapuh, berlebihan mencintai dunia.

Allâh ﷻ berfirman terkait perangai watak orang Yahudi:

قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ. فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ. وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

“Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selamalamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya”. (QS. Al-Baqarah: 94-95)

Bentuk Penyimpangan Keimanan Kepada Para Nabi dan Rasul

Pertama : Tidak beriman kepada salah satu Nabi Allâh ﷻ, tidak membenarkan risalahnya, maka dia kafir keluar dari Islam.

Mendustai satu orang rasul, sama dengan mendustai seluruh Rasul. Seperti orang Yahudi dan Nasrani. Allâh ﷻ berfirman:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوْحِ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ ۚ

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”. (QS. As-Syu’ara: 105)

Kata الْمُرْسَلِيْنَ sebagai maf’ulun bih (objek) yang merupakan jamak dari Rasul. Allâh ﷻ mengatakan bahwa umat Nabi Nuh alaihissalam telah mendustakan para Rasul, padahal Rasul yang didustakan hanya Nabi Nuh saja. Kata para ulama, ini dalil yang menunjukkan bahwa mendustai seorang nabi atau rasul, seakan mendustai semua para Rasul. Umat Islam satu-satunya umat yang beriman kepada para nabi dan rasul. Umat Islam beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam. Karena sebagian umat Nasrani meyakini bahwa kita umat Islam tidak beriman kepada Nabi Isa alaihissalam. Kita katakan, bahwa keimanan seorang muslim tidak sempurna sampai ia beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam.

Kedua: Mengolok, menyakiti dan memberi nama, sifat yang tidak baik terhadap para nabi Allâh ﷻ.

Seperti orang Yahudi dan Nasrani, mereka menuduh para nabi berbuat Zina, minum khamar dan lainnya. Dengan tujuan untuk memuluskan perbuatan dosa dan syahwat mereka, dalihnya kalau para nabi saja mabuk dan berzina, apalagi umatnya. Demikian juga memberi nama atau gelar kepada salah seorang nabi dengan konotasi negative seperti “Preman”. Sungguh menyakiti utusan sama dengan menyakiti Zat Yang Mengutus. Allâh ﷻ berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا

Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka. (QS Al-Ahzab : 57).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اٰذَوْا مُوْسٰى فَبَرَّاَهُ اللّٰهُ مِمَّا قَالُوْا ۗوَكَانَ عِنْدَ اللّٰهِ وَجِيْهًا ۗ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (QS Al-Ahzab : 69).

Tafsir Surat As-Syura ayat 30-37

🏷️ Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Syura ayat 30::

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa setiap orang akan ditimpa musibah yang tidak disukai orang, namun memiliki hikmah yang besar.

Ayat ini di awali dengan sighat nakirah yang bermakna umum, apapun musibah yang menimpa kita adalah karena kesalahan kita sendiri. Setiap perbuatan yang dilakukan akan ada konsekuensinya.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Dan orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة

“(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa.” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih).

Maka dunia adalah tempatnya ujian. Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata “Dunia adalah tempat kerja bagi orang yang disertai perasaan tidak senang dan tidak butuh kepadanya; dan dunia merasa bahagia bersamanya atau dalam menyertainya. Barangsiapa menyertainya dengan perasaan ingin memilikinya dan mencintainya, dia akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal yang tidak tertanggungkan oleh kesabarannya.”

Imam Muslim dalam metode penulisan tidak menggunakan Bab. Tapi judul topiknya saja, seperti dalam topik ini: Kitab Fitnah dan Tanda Kiamat.

Dan sub Bab yang sekarang ada kebanyakan ditulis oleh Imam an-Nawawi Rahimahullah karena Syarah beliau dan sesuai dengan istinbath beliau.

Makna Fitnah

Fitan merupakan bentuk jamak dari fitnah yang maknanya sangat banyak. Umumnya Inti makna fitnah di dalam bahasa Arab terkumpul pada makna Cobaan dan ujian

الابتلاء، والامتحان

Yang kebanyakannya merupakan bentuk hal-hal yang tidak disukai atau ujian yang membawa kepada hal-hal yang tidak diridhaiNya. Seperti menjerumuskan kepada pembunuhan, kedzaliman, kekufuran, maksiat dan seterusnya.

Fitnah di dalam Al-Qur’an maknanya tergantung konteks kalimatnya, tentu merujuk kepada tafsir ayatnya.

💡 Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 191:

وَالْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِۚ

Fitnah pada ayat di atas bermakna kekafiran, syirik, dan menghalang-halangi orang dari Islam.

💡 Bisa bermakna Cobaan dan Ujian (الابتلاء والاختبار). Seperti pada Firman Allah Ta’ala,

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabuut: 2).

Maksud {وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ} adalah

وهم لا يبتلون

“Sedang mereka tidak diuji lagi?” (Tafsir Ibnu Jarir).

Hadits ke-53: Bab – Syirik (Mempersekutukan Allâh ﷻ) adalah Dosa Terbesar

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم أيُّ الذنب أعظم؟ قال: «أن تجعل لله نِدًّا، وهو خَلَقَكَ» قلت: ثم أَيُّ؟ قال: «ثم أن تقتل ولدك خَشْيَةَ أن يأكل معك» قلت: ثم أَيُّ؟ قال: «ثم أن تُزَانِي حَلِيْلَةَ جَارِكَ».

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma berkata: “Aku bertanya kepada Nabi tentang dosa apakah yang terbesar di sisi Allah?” Nabi ﷺ menjawab: “Jika mempersekutukan Allah, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Aku bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Jawab Nabi ﷺ “Jika engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu (khawatir tidak mampu memberi makan).” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Nabi ﷺ menjawab: “Berzina dengan isteri tetanggamu.”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-65, Kitab Tafsir pada tafsir surat Al-Baqarah, bab ke-3, bab firman Allah: “Karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” )

Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya.

Perbuatan syirik selalu dianggap enteng oleh kaum muslimin. Banyak yang menganggap ini hal yang ringan.

Katsratul Amani – Banyak berangan-angan

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 117-120:

اِنْ يَّدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلَّآ اِنَاثًاۚ وَاِنْ يَّدْعُوْنَ اِلَّا شَيْطٰنًا مَّرِيْدًاۙ

117. Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka,

لَّعَنَهُ اللّٰهُ ۘ وَقَالَ لَاَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًاۙ

118. yang dilaknati Allah, dan (setan) itu mengatakan, “Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu,

وَّلَاُضِلَّنَّهُمْ وَلَاُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ اٰذَانَ الْاَنْعَامِ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا

119. dan pasti kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya).” Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيْهِمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا

120. (Setan itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.

Angan-angan adalah sifat manusiawi, dengannya manusia menjadi semangat untuk menggapai cita-cita. Akan tetapi, setan menyusup hingga manusia menjadi panjang angan-angannya.

Penyebabnya adalah cinta dunia dan takut akhirat. Maka, apabila hati kita penuh dipengaruhi dunia dan lupa akan kematian, tandanya Hati sudah dipengaruhi panjang angan-angan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يَزالُ قَلْبُ الكَبِيرِ شابًّا في اثْنَتَيْنِ: في حُبِّ الدُّنْيا وطُولِ الأمَلِ

“Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam menyikapi dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan” (HR. al-Bukhari no. 6420).

Sesuatu Yang Pasti

Dua hal yang pasti adalah rezeki dan kematian. Keduanya sudah ditetapkan kepada masing-masing insan.

Semua manusia yakin dan sepakat akan adanya kematian, tidak seorangpun yang mengingkarinya, bahkan orang kafir atheis sekalipun. Namun sebagian orang kafir hanya ragu dan mengingkari adanya hari berbangkit dan hari pembalasan.

{ وَقَالُواْ مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ }

Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.  (QS. Al-Jatsiyah: 24)

{ زَعَمَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَن لَّن يُبۡعَثُواْۚ قُلۡ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبۡعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلۡتُمۡۚ وَذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ }

Orang-orang yang kafir mengira, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad), “Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.” Dan yang demikian itu mudah bagi Allâh. (QS: At-Taghabun: 7)

Berkata Umar bin Abdul Aziz rahimahullah:  “Aku tidak pernah melihat sesuatu yang pasti dan yakin kecuali keyakinan manusia akan datangnya kematian, namun sangat disayangkan sedikit dari mereka yang mau mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Seakan mereka orang yang ragu”. ( Al-Jaami’ Liahkami Al-Quran 10/64 Imam Al-Qurtubi).

Hamid Al-Qusairi Rahimahullah berkata:  “Setiap kita benar-benar yakin dengan adanya kematian, namun kita tidak melakukan persiapan untuk menghadapinya. Setiap kita yakin dengan adanya surga, namun kita tidak melakukan amal kebaikan untuk mendapatkannya. Setiap kita yakin dengan adanya neraka, namun kita tidak merasa takut terhadapnya. Lantas apa yang membuat kalian berbangga? Apa yang kalian harapkan dari dunia? Kematian, dia yang pertama kali datang kepada kalian dengan membawa berita dari Allah, kebaikan atau berita buruk. Wahai saudaraku! Persiapkanlah perjalanan menuju Allah dengan sebaikbaiknya”. (Mukhtasar Minhaj Al-Qosidin 1/384, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Allâh ﷻ adalah Zat Yang Maha Ghaib, manusia tidak akan mampu melihatNya karena keagungan dan kebeasaran-Nya. Maka untuk mengenalkan tentang ZatNya, apa yang diinginkan Allâh ﷻ dan apa yang dibenci-Nya, maka Allâh ﷻ mengutus para nabi dan rasul sebagai penyampai dan penjelas risalah kepada para hamba-Nya. Allâh ﷻ berfirman:

اَللّٰهُ يَصْطَفِيْ مِنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًا وَّمِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ۚ

Al-Hajj ayat 75: Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Salah satu rukun iman yang wajib bagi setiap muslim adalah beriman bahwa Allâh ﷻ telah mengutus para nabi dan rasul untuk manusia, ada yang Nama dan kabarnya dikisahkan kepada kita ada yang tidak diceritakan.

Iman kepada Para Nabi dan Rasul meliputi beberapa perkara pokok:

Pertama: Iman keberadaan dan nama-nama Para Nabi dan Rasul yang dikabarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Nama-nama Para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an berjumlah 25. Jumlah Para Nabi dan Rasul sangat banyak, dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 124.000 Nabi dan Rasul. Jumlah Rasul 315. Yang disebutkan dalam Al-Quran 25 Nabi dan Rasul. 5 Rasul Ulul ‘Azmi.

▪️ Secara urutan zaman nama-nama Nabi dan Rasul sebagai berikut: Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Syu’aib, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Yunus, Ayyub, Zulkifli, Harun, Musa, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Zakariyya, Yahya, ‘Isa bin Maryam, Muhammad ﷺ.

▪️ Ulul ‘Azmi dari mereka hanya 5 Rasul, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad ﷺ.

▪️Khalilan (dua kekasih Allah k)) adalah Ibrahim dan Muhammad ﷺ.

▪️ Nama-nama Nabi yang disebutkan dalam sebagian atsar diantaranya adalah Nabi Syist, Yusya bin Nun, Nabi Daniyal, Samu’il, Thalut.

📖 Surat Al-Baqarah Ayat 154:

Allâh ﷻ berfirman :

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS Al-Baqarah ayat 154).

Ayat ini menjelaskan tentang orang yang mati syahid dunia dan akhirat, dan diperlakukan bukan seperti orang yang mati biasa. Dan di akhirat mendapatkan keutamaan yang dijanjikan Allâh ﷻ di akhirat.

Berdasarkan hadits al-Miqdam bin Ma’dikarib al-Kindiy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,

«إِنَّ لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللهِ ﷻ قَالَ الْحَكَمُ: سِتَّ خِصَالٍ – أَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَى – قَالَ الْحَكَمُ: وَيُرَى – مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ، وَيُزَوَّجَ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنَ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ – قَالَ الْحَكَمُ: يَوْمَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ – وَيُوضَعَ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيُزَوَّجَ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُشَفَّعَ فِي سَبْعِينَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ»

“Sesungguhnya bagi orang yang mati syahid di sisi Allah –al-Hakam berkata, ‘Ada enam perkara-; akan diampuni untuknya di awal cipratan darah yang pertama; dan dia akan melihat –al-Hakam berkata, ‘Dan diperlihatkan’ tempat duduknya di sorga; dia akan diberikan perhiasan iman; dinikahkan dengan para bidadari, dibebaskan dari adzab kubur, aman dari keterkejutan yang terbesar –al-Hakam berkata, ‘Pada hari keterkejutan yang terbesar’-; dipasangkan pada kepala mereka mahkota ketenangan, yang yaqut darinya lebih baik dari dunia dan apapun yang ada di dalamnya; dia akan dinikahkan dengan tujuh puluh dua istri dari kalangan bidadari; dan dia diberikan idzin untuk memberikan syafaat kepada tujuh puluh manusia dari kerabat-kerabatnya.”