بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟 (Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 13 Rabi’ul Awal 1447 / 5 September 2025



Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi ﷺ, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan hingga masih dipertemukan dalam majelis ilmu.

Muraja’ah Pertemuan Terakhir

Selanjutnya, beliau memulai dengan memuraja’ah kajian terakhir, yaitu tentang bahasan fitnah.

Macam-macam Fitnah

Fitnah ada dua macam:

  • Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya. Hal ini disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya Ilmu. Dan dari pintu sedikitnya ilmu, syetan masuk pada sebagian besar orang orang yang bodoh dengan cara mengelabuinya, sehingga mereka terjerat dalam perangkapnya.
  • Fitnah syahwat. Kerusakan hati dan agama, karena menikmati syahwat dan tenggelam dalam kebatilan. Sebab kerusakan agama itu bisa disebabkan oleh kepercayaan yang batil serta memperbincangkannya, dan bisa juga disebabkan oleh amal yang tidak sesuai dengan ilmu yang benar.

Kadang-kadang dua-duanya menjangkit pada seorang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya.

Sama halnya musibah yang menimpa manusia ada dua:

  • Musibah dunia: yang merupakan ladang untuk mendapatkan pahala. Seperti sakit, ujian harta dan jiwa. Ujian inilah sebagai penghapus dosa.
  • Musibah akhirat: yang lebih berbahaya, karena menyangkut agama kita, karena syubhat dan syahwat yang menyambar.

Syubhat Maulid Nabi ﷺ

Kemudian, salah satu syubhat yang menjangkiti kaum muslimin saat ini adalah syubhat perayaan maulid Nabi ﷺ yang merupakan amalan bid’ah yang tercela dari beberapa sisi:

  1. Dari sisi sejarah, tidak ada kesepakatan ulama akan tanggal lahir Nabi ﷺ. Mereka hanya bersepakat pada tahun gajah, yang tidak diketahui pasti tanggalnya.
  2. Maulid tidak dicontohkan Rasul-Nya dan para sahabat Radhiyallahu’anhum. Dan timbul pada awal abad 4H oleh kaum Syiah Rafidhah Al-Ubaidiyun. Kemudian dihidupkan oleh kaum sufi hingga sekarang. Inilah Sunnah At-Tark (Yang harus ditinggalkan). Sunnah tarkiyah adalah praktik yang sebenarnya Nabi ﷺ Muhammad mampu kerjakan atau memiliki dorongan untuk melakukannya, namun beliau memilih untuk meninggalkannya, sehingga mengerjakan amalan tersebut justru menjadi bid’ah dan pelaku bisa mendapatkan pahala dengan meninggalkannya. Konsep ini menetapkan dua syarat agar suatu hal dapat disebut sunnah tarkiyah: adanya motivasi untuk mengerjakannya dan tidak adanya penghalang untuk melakukannya.
  3. Sama halnya, dengan menuduh Nabi ﷺ menyembunyikan syariát, karena Nabi ﷺ dan para sahabatnya tidak melakukannya.
  4. Pada prakteknya banyak menghasilkan amalan-amalan turunan yang menyimpang (bid’ah lainnya) bahkan kesyirikan.

Agar Selamat dari Fitnah

Untuk menyelamatkan dari fitnah syubhat ini, perlu disiapkan penangkalnya:

1. Menuntut ilmu agama

Ilmu agama adalah perkara yang agung, yang dengannya seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Tanpa ilmu agama, seseorang akan binasa.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ألا إنَّ الدُّنيا ملعونةٌ ملعونٌ ما فيها ، إلَّا ذِكرُ اللَّهِ وما والاهُ ، وعالِمٌ ، أو متعلِّمٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu terlaknat. Semua yang ada di dalamnya terlaknat kecuali dzikrullah serta orang yang berdzikir, orang yang berilmu agama dan orang yang mengajarkan ilmu agama” (HR. At Tirmidzi 2322, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Namun, di zaman yang penuh fitnah ini, kita wajib memilih guru yang benar. Jangan sampai malah terjerumus ke dalam kesesatan. Wajib selektif dalam mengambil ilmu agama, tidak boleh serampangan. Dan ini pula yang diperintahkan oleh para ulama terdahulu. Diantaranya Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al Ilal, 1/355).

2. Berteman dengan teman yang baik

Karena banyak orang yang terjerumus karena sebab pertemanan. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman dekatnya dalam tabiat dan perilakunya. Keduanya saling terikat satu sama lain, baik dalam kebaikan maupun dalam kondisi sebaliknya.

Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar memilih teman dalam bergaul. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” – (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir umat Islam sibuk memikirkan harta, memikirkan kedudukan, memikirkan syahwatnya, lupa kepada kehidupan akhirat. Ini hakikat musibah yang berat yang menimpa seorang hamba. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah:

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا وَلَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا

“Dan janganlah Engkau jadikan musibah menimpa agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian terbesar kami, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami” (HR. Tirmidzi)

Setiap perbuatan akan menghasilkan akibat bagi pelakunya. Jika perbuatan itu baik, pelakunya akan mendapatkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.

Sayangilah yang di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian. Demikianlah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menyabdakan.

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

Para penyayang akan disayangi oleh ar-Rahmaan (Allah). Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangi kalian (H.R atTirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr)

Syaikh Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullahu mengisahkan seseorang yang mempunyai kebiasaan minum khamr, suatu saat orang ini merasa tidak enak untuk meminumnya hingga khamr itu ditinggalkan. Selidik punya selidiki, ternyata hal ini disebabkan keberkahan amalannya berbuat baik sebelum membeli khamr tersebut. Hingga Syaikh menyimpulkan efek dari menyayangi apa yang ada di bumi, maka dia disayang oleh yang ada di Langit.

Segeralah Bertaubat!

Karena setiap kita adalah pendosa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.”

HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251), Ahmad (III/198), al-Hakim (IV/244), dari Anas z, dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4391).

Maka, taubat adalah tugas semasa hayat dikandung badan, karena kita berharap mati dalam keadaan husnul khotimah.

Petunjuk dan Rahmat

Jika seorang hamba selamat dari fitnah syubhat dan syahwat, maka ia telah memperoleh dua tujuan yang agung, yang keduanya merupakan sumber kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya. Dua hal itu adalah petunjuk dan rahmat.

Allah befirman tentang Musa dan muridnya,

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ ءَاتَيْنَٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَٰهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dart sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi : 65).

Prinsip ini sama dengan prinsip Tashfiyah dan tarbiyah atau takhliyah dan tahliah.

  • Tashfiyah adalah proses pemurnian ajaran Islam dari hal-hal yang menyimpang, bid’ah, dan praktik yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, untuk mengembalikan Islam ke kemurnian asalnya.
  • Tarbiyah adalah proses pendidikan dan pembinaan yang bertujuan menumbuhkembangkan potensi, akhlak, dan pengamalan ilmu keislaman pada diri seorang muslim untuk membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam.
  • Takhliyah berarti mengosongkan diri dari segala bentuk keburukan dan sifat-sifat buruk.
  • Tahliyah berarti menghiasi diri dengan kebaikan, sifat-sifat terpuji, dan amal saleh.
    Keduanya merupakan bagian penting dari proses penyucian jiwa (tazkiyatun nufus) dalam ajaran Islam, di mana takhliyah harus didahulukan sebelum tahliyah.

Dalam firman-Nya di atas, Allah menghimpunkan untuk hamba-Nya tersebut dua hal sekaligus, rahmat dan ilmu. Hal itu sama dengan ucapan para penghuni gua,

رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

rabbanā ātinā mil ladungka raḥmataw wa hayyi` lanā min amrinā rasyadā

“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan berikanlah kepada kami ar-rusyd dalam urusan kami (ini).” (AlKahfi: 10).

Ar-Rusyd dalam ayat di atas berarti ilmu yang bermanfaat dan diamalkan.

Di samping itu, ar-rusyd dan al-huda, jika disebutkan secara terpisah, maka masing-masing mengandung makna yang lain. Sedang jika disebutkan secara bersama-sama, maka al-huda berarti ilmu yang bermanfaat, sedang ar-rusyd adalah pengamalan daripadanya.

Hal ini sama dengan kaidah:

kalimatani idza ijtama’a iftaraqa wa idza iftaraqa ijtama’a , yang artinya: ada dua kata yang berpasangan, yang jika disebutkan secara bersamaan dalam satu kalimat maka maknanya berbeda, dan jika disebutkan salah satu saja maka maknanya mencakup keduanya. Contoh: iman dan Islam, fakir dan miskin, dan kalimat semacamnya.

Adapun lawan dari keduanya adalah al-ghayyu (kesesatan, kesalahan) dan ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu).

Ar-Rusyd juga berarti lawan dari adh-dhar dan syarr (mara bahaya dan keburukan). Allah befirman,

قُلْ إِنِّى لَآ أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan (mara bahaya) kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan.” (Al-Jin: 21).

Pada ayat ini, ar-rusyd berarti kemanfaatan, atau lawan dari kemadharatan (pen.).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم