بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟 (Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 24 Dzulhijjah 1446 / 20 Juni 2025.
Macam-macam Fitnah
Fitnah ada dua macam:
- Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya.
- Fitnah syahwat.
Kadang-kadang dua-duanya menjangkit pada seorang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya.
Sama halnya musibah yang menimpa manusia ada dua:
- Musibah dunia: yang merupakan ladang untuk mendapatkan pahala. Seperti sakit, ujian harta dan jiwa. Ujian inilah sebagai penghapus dosa.
- Musibah akhirat: yang lebih berbahaya, karena menyangkut agama kita, karena syubhat dan syahwat yang menyambar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir umat Islam sibuk memikirkan harta, memikirkan kedudukan, memikirkan syahwatnya, lupa kepada kehidupan akhirat. Ini hakikat musibah yang berat yang menimpa seorang hamba. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah:
وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا وَلَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا
“Dan janganlah Engkau jadikan musibah menimpa agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian terbesar kami, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami” (HR. Tirmidzi)
Al-Qadhi Syuraikh berkata, tatkala aku mendapatkan musibah, aku selalu bersyukur dan bertahmid karena terkait 4 hal:
1. Ketika musibah tersebut tidaklah menjadi lebih besar dari yang lain.
2. Allah ﷻ memberikan rezeki berupa kesabaran.
3. Allah ﷻ memberikan taufik untuk mendapatkan pahala dari Allah ﷻ.
4. Ketika musibah tersebut tidak terkait agama atau akhirat, hanya musibah dunia.
Agar nikmat tidak hilang, maka nikmat tersebut harus diikat dengan syukur.
1. Fitnah Syubhat
Adapun fitnah syubhat, maka hal itu disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya Ilmu (Dan dari pintu sedikitnya ilmu, syetan masuk pada sebagian besar orang orang yang bodoh dengan cara mengelabuinya, sehingga mereka terjerat dalam perangkapnya. Karena itu, ilmu yang bermanfaat adalah kunci segala kebaikan dan penolak segala kejahatan), apalagi jika hal itu dibarengi dengan niat yang rusak dan hawa nafsu, maka akan timbul fitnah yang sangat besar dan maksiat yang keji. Karena itu, katakanlah apa yang kau kehendaki tentang kesesatan orang yang niatnya rusak, yang dipimpin oleh hawa nafsu dan bukan petunjuk, dengan kelemahan bashirah-nya. dan sedikit ilmu -yang dengannya Allah mengutus Rasul-Nya yang ia miliki, dan sungguh dia termasuk orang orang yang Allah befirman tentang mereka,
إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهْوَى ٱلْأَنفُسُ ۖ
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” (An Najm: 23).
Lalu, Allah mengabarkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan dari jalan Allah. Allah befirman,
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan.” (Shad: 26).
> Fitnah tersebut akan berujung dengan kekufuran dan nifaq. Dan itulah fitnah orang orang munafik serta para ahli bid’ah, sesuai dengan tingkat bid’ah mereka.
Semua itu muncul karena fitnah syubhat, di mana menjadi samar antara yang haq dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan. Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari fitnah ini kecuali dengan memurnikan dalam mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, berhukum kepada beliau dalam seluruh persoalan agama, baik persoalan yang sepele maupun yang berat, secara lahir maupun batin, dalam aqidah maupun amal perbuatan, dalam hakikat maupun syariat. Menerima dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seluruh hakikat iman dan syariat Islam, menerima apa yang ditetapkan bagi Allah tentang sifat-sifat, perbuatan dan nama-nama-Nya, juga menerima apa yang dinafikan daripada-Nya.
Sebagaimana ia juga menerima sepenuhnya dari beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang wajibnya shalat, waktu-waktu dan bilangannya, ukuran-ukuran nisab zakat dan yang berhak menerimanya, wajibnya berwudhu dan mandi karena jinabat serta wajibnya puasa Ramadhan.
Persaksian kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya, harus memenuhi dua syarat:
1. Ilmu
2. Keyakinan
Sama halnya kedua syarat itu sangat diperlukan di pengadilan.
Dengan demikian, ia tidak menjadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam masalah tertentu dari persoalan agama, tetapi tidak dalam masalah agama yang lain. Sebaliknya, menjadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam ilmu maupun amal, tidak menerima (ajaran agama) kecuali daripadanya, tidak mengambil kecuali daripadanya.
Sebab seluruh petunjuk berporos pada sabda dan perbuatannya, dan setiap yang keluar daripadanya adalah sesat. Karena itu, jika ia mengikatkan hatinya pada hal tersebut dan berpaling dari yang selainnya, menimbang segala sesuatu dengan apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika berkesesuaian dengannya maka ia menerimanya, tidak karena siapa yang menyampaikannya, tetapi karena ia sesuai dengan risalah, dan jika bertentangan ia menolaknya, meski siapa pun yang mengucapkannya, jika semua hal itu yang ia lakukan maka itulah yang akan menyelamatkannya dari fitnah syubhat. Dan jika ia tidak melakukan sebagian daripadanya, maka ia akan terkena fitnah syubhat tersebut, sesuai dengan tingkat perkara yang ia tinggalkan.
Fitnah-fitnah di atas, terkadang timbul karena pemahaman yang rusak, atau karena periwayatan yang dusta, atau karena kebenaran yang tegak itu tersembunyi dari orang tersebut, sehingga ia tidak bisa mendapatkannya, atau karena tujuan yang rusak dan hawa nafsu yang diikuti. Dan semua itu karena kebutaan dalam bashirah dan karenanya rusaknya iradah (keinginan).
2. Fitnah Syahwat
Fitnah yang kedua adalah fitnah syahwat. Allah menghimpun kedua fitnah tersebut (fitnah syahwat dan syubhat) dalam suatu firman-Nya,
كَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ كَانُوٓا۟ أَشَدَّ مِنكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَٰلًا وَأَوْلَٰدًا فَٱسْتَمْتَعُوا۟ بِخَلَٰقِهِمْ فَٱسْتَمْتَعْتُم بِخَلَٰقِكُمْ
“(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin adalah) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagianmu.” (At-Taubah: 69).
Maksudnya, bagian tertentu dari dunia dan syahwatnya. Kemudian ayat selanjutnya menyebutkan,
وَخُضْتُمْ كَٱلَّذِى خَاضُوٓا۟ ۚ
“Dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya.” (At-Taubah: 69).
Mempercakapkan hal batil di sini adalah syubhat.
Dalam ayat di atas Allah menunjukkan sebab kerusakan hati dan agama, yakni karena menikmati syahwat dan tenggelam dalam kebatilan. Sebab kerusakan agama itu bisa disebabkan oleh kepercayaan yang batil serta memperbincangkannya, dan bisa juga disebabkan oleh amal yang tidak sesuai dengan ilmu yang benar. Yang pertama adalah bid’ah dan yang berkaitan dengannya, sedang yang kedua amal perbuatan yang fasik. Yang pertama rusaknya dari sisi syubhat dan yang kedua rusaknya dari sisi syahwat.
Karena itu, para salaf berkata, “Berhati-hatilah terhadap dua jenis manusia: Orang yang menuruti hawa nafsunya sehingga ia terkena fitnah dengannya dan orang yang mencari dunia sehingga dunia membutakannya.”
Mereka juga berkata, “Berhati-hatilah dari fitnah orang alim yang pendosa dan ahli ibadah yang jahil, sebab fitnah mereka adalah fitnah segala fitnah.”
Dan asal segala fitnah adalah mendahulukan akal daripada syara’, serta mendahulukan hawa nafsu daripada akal. Yang pertama merupakan asal dari fitnah syubhat dan yang kedua merupakan asal dari fitnah syahwat. Fitnah syubhat dihalau dengan keyakinan, dan fitnah syahwat dihalau dengan kesabaran. Karena itu, Allah menjadikan kepemimpinan dalam agama berdasarkan dua hal tersebut.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan (ketika) mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24).
Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dapat diperoleh dengan kesabaran dan keyakinan. Dan Allah menghimpun pula dua hal tersebut dalam firman-Nya,
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
“Dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihatmenasihat supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 3).
Maka nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran itulah yang bisa menolak syubhat dan nasihat-menasihat supaya menetapi kesabaran itulah yang bisa menolak syahwat. Dalam firman-Nya yang lain, Allah juga menghimpun antara dua hal tersebut,
وَٱذْكُرْ عِبَٰدَنَآ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ أُو۟لِى ٱلْأَيْدِى وَٱلْأَبْصَٰرِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq dan Ya’kub yang memiliki perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45).
- Ibnu Abbas berkata, “Yang memiliki kekuatan dalam mentaati Allah dan pengetahuan tentang-Nya.”
- Al-Kalbi berkata, “Yang memiliki kekuatan dalam ibadah dan memiliki ilmu tentang-Nya.”
- Mujahid berkata, “Al-Aydi adalah kekuatan dalam mentaati Allah, sedang al-abshar adalah ilmu tentang kebenaran.”
- Sa’id bin Jubair berkata, “Al-Aydi berarti kekuatan dalam beramal, sedangkan al-abshar adalah pengetahuan mereka tentang persoalan agama mereka.”
Dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, maka fitnah syahwat itu bisa ditolak, dan dengan kesempurnaan ilmu serta keyakinan maka fitnah syubhat itu juga bisa ditaklukkan. Dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم