ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 34: 28 Rabi’ul Awal 1447 / 20 September 2025



Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 42 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27

Masalah Ke – 43: Penentangan Mereka kepada Takdir Allah ﷻ

Mengingkari Takdir.

📃 Penjelasan:

Pembahasan masalah keimanan dengan hal-hal ghaib harus bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, tidak ada celah bagi akal untuk dijadikan sebagai hujjah. Mengingkari Takdir termasuk dalam kekufuran.

Takdir adalah ketetapan dan ketentuan Allah ﷻ. Ada Qadha dan Qadar, yang keduanya memiliki makna yang sama, meskipun ulama berbeda pendapat.

Qadar yaitu ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan ketetapan-Nya terhadapnya sebelum terjadi, dan tulisan-Nya di Lauhul Mahfuzh, kemudian penciptaan-Nya terhadapnya. Iman kepada Qadar merupakan salah satu rukun iman yang enam. Rasulullah ﷺ bersabda :

الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره” .

“Iman adalah kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan beriman kepada hari akhir, serta beriman kepada Qadar yang baik dan buruk “.

Allah ﷻ berfirman :

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ( qadar ) ukuran “. (QS. al-Qamar: 49).

Qadar termasuk perbuatan Allah, tidaklah ada sesuatupun terjadi dalam kerajaan-Nya melainkan telah Allah takdirkan dan Allah kehendaki, karena Allah ﷻ mengetahui apa yang terjaadi dan yang akan terjadi dengan ilmu-Nya yang azali yang telah menjadi sifat-Nya sejak dahulu dan selamanya. Kemudian menulisnya dalam Lauhul Mahfuzh. Allah ﷻ berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya “.( QS. al-Hadid : 22). Yakni Kami menciptakannya.

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. ( QS. al-Hadid : 22)

Nabi ﷺ bersabda :

واعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطأك و ما أخطأك لم يكن ليصيبك

“Ketahuilah bahwa apa yang semestinya menimpa kamu, tidak akan terhindar darimu, dan apa yang semestinya tidak menimpamu tidak akan menimpamu “.

رفعت الأقلام وجفت الصحف

“pena (penulisan takdir) telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering “.

Maka tidaklah sesuatu terjadi melainkan atas kehendak Allah dan tidaklah ada sesuatupun melalinkan Allah telah menciptakannya:

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu “. (QS. az-Zumar : 62 ).

Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir

Keempat prinsip ini harus diimani oleh setiap muslim:

1. Pertama : beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. (Ilmu)

2. Kedua : meyakini bahwa Allah telah menuliskannya di Lauhul Mahfuzh. (Kitabah).

Dalil kedua prinsip (1 dan 2) di atas terdapat dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ {59}

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).

3. Ketiga : Beriman bahwa Allah telah menghendaki segala sesuatu terjadi, maka tidak ada satu pun yang terjadi melainkan atas kehendak Allah . (Masyiah).

4. Keempat : beriman bahwa Allah menciptakan segala sesuatu, dan Dia wakil atas segala sesuatu. (Pencipta).

Dalil kedua prinsip (3 dan 4) di atas adalah firman Allah Ta’ala,

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ {62} لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ {63}

“.Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Az Zumar 62-63)

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ {96}

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu“.” (QS. As Shafat:96).

Inilah iman kepada Qadar. Kaum jahiliyah dahulu mengingkari Qadar, dalilnya adalah 3 ( tiga ) ayat dalam al-Qur’an;

1. Pertama, dalam surat al-An’am :

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ

“Orang-orang musyrik akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun”. ( QS. al-An’am : 148 ).

2. Dan dalam surat an-Nahl :

وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ

“Dan berkatalah orang-orang musyrik: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya”. (QS. an-Nahl : 35 ).

3. Dan dalam surat az-Zukhruf :

وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ

“Dan mereka berkata: “Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)”.( QS. az-Zukhruf : 20 ).

Qadariyyah: Para Pengingkar Takdir

Imam Muslim rahimahullah di awal kitab beliau, Shahih Muslim, meriwayatkan sebuah atsar yang panjang yang mengisahkan kemunculan paham qadariyyah, “Dari Yahya bin Ya’mar, beliau mengatakan, “Orang yang pertama kali berbicara masalah takdir di Bashrah adalah Ma’bad Al Juhani. Aku dan Humaid bin ‘Abdirrahman kemudian pergi berhaji –atau ‘umrah- dan kami mengatakan, “Seandainya kita bertemu salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mengadukan pendapat mereka tentang takdir tersebut”

Kami pun bertemu dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang sedang memasuki masjid. Lalu kami menggandeng beliau, satu dari sisi kanan dan satu dari sisi kiri. Aku menyangka sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku sehingga akupun berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (panggilan Ibnu ‘Umar –pen), sungguh di daerah kami ada sekelompok orang yang berpandangan takdir itu tidak ada, dan segala sesuatu itu baru ada ketika terjadinya (tidak tertulis di catatan takdir dan tidak pula diketahui oleh Allah sebelumnya –pen).

Maka Ibnu ‘Umar berkomentar, “Kalau kamu bertemu dengan mereka, beritahukan mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi Dzat yang Ibnu ‘Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya mereka memiliki emas sebanyak gunung Uhud lantas menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infaq mereka tersebut sampai mereka mau beriman kepada takdir” (HR. Muslim)

Qadariyyah adalah kelompok yang meyakini bahwa Allah tidaklah mengetahui dan menetapkan takdir sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan meyakini kalau perbuatan makhluk bukan Allah yang menciptakan.

Tokohnya: Ma’bad Al-Juhani dari Irak. Dahulu ia orang nasrani, lalu masuk Islam, kemudian murtad dan kembali ke agama lamanya tersebut.

Prinsip-prinsip dalam hal takdir:

1. Allah tidak ditanya tentang perbuatannya tetapi kitalah yang akan ditanya (pertanggung jawabkan).

Allah berfirman:

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai” (Al Anbiya’: 23)

2. Allah ﷻ telah menetapkan tempat duduk bagi hamba-hambaNya di surga atau neraka. Allah ﷻ mengetahui dan hamba-Nya tidak mengetahui.

Nabi ﷺ menjelaskan, beramallah karena masing-masing akan dimudahkan beramal sesuai dengan jalannya masing-masing.

3. Takdir Allah ﷻ semua ada hikmahnya. Maka, asal semua takdir adalah kebaikan semuanya. (Maka ada yang menambah tingkatan takdir kelima yaitu hikmah).

Maka, meskipun dilihat dari dzahirnya buruk seperti musibah, sakit, bom dan lainnya, tetapi diakhir peristiwa pasti ada hikmahnya.

4. Keburukan tidak berasal dari Allah ﷻ. Semua yang Allah ﷻ takdirkan pasti semuanya baik. Disebut hadits,

والشر ليس إليك

“…dan keburukan tidak disandarkan kepada-Mu.” [HR. Muslim].

Artinya keburukan secara tersendiri, tidaklah disandarkan kepada Allah, seperti ucapan, ‘Wahai Pencipta keburukan’; ‘Wahai Engkau Dzat yang Menakdirkan keburukan’; ‘Wahai Engkau Pencipta kera dan babi’; atau ucapan yang semisal.

Allah ta’ala tidak menciptakan keburukan yang benar-benar murni keburukan, sehingga keburukan yang diciptakan-Nya jika dipandang lebih dalam bukanlah semata-mata keburukan jika disandarkan kepada-Nya, karena hal itu bersumber dari hikmah yang besar.

Dengan begitu, setiap takdir dan ketentuan Allah ta’ala adalah baik dan tidaklah buruk sama sekali, karena yang buruk itu terletak pada apa yang ditakdirkan, yang merupakan obyek kreasi dan makhluk-Nya. sehingga ada perbedaan antara perbuatan Allah ta’ala yang seluruhnya merupakan kebaikan; dan kreasi serta makhluk-Nya, yang dapat mengandung kebaikan dan keburukan.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم