بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 22: 19 Dzulqa’dah 1446 / 17 Mei 2025
Masalah Ke – 26:
Menyelewengkan Dalil-dalil Dari Al-Kitab Setelah Mengetahuinya Demi Menuruti Hawa Nafsu
Menghapus kitab Allah setelah mereka memahaminya dan mengetahuinya.
📃 Penjelasan:
Diantara perbuatan Yahudi dan Nasrani yaitu merubah kitab Allah, Taurat dan Injil, setelah mereka mengetahuinya, mereka telah mempelajari dan memahaminya, mereka pun mengubahnya dengan menambahi dan mengurangi atau mentafsirkannya dengan makna yang tidak benar dengan tujuan agar sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Ini merupakan musibah yang masih diderita oleh kaum muslimin, dan musibah pertama yang menimpa ahli kitab, penyembah hawa nafsu. Jika mereka tidak mampu mendustakan dan mengingkari nash-nashnya, mereka pun berusaha merubahnya dengan tafsiran yang tidak sesuai dengan maknanya.
Orang-orang Yahudi memiliki perangai yang sudah sering dijelaskan, antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 75:
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا۟ لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُۥ مِنۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.
Mereka merubah dengan memiliki kesadaran dan bukan karena jahil, maka tidak ada udzur bagi mereka.
Dalam Surat An-Nisa Ayat 46:
مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَٱسْمَعْ وَٱنظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَٰكِن لَّعَنَهُمُ ٱللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.
Dalam ayat ini, mereka mentafsirkannya sesuai dengan kehendaknya.
Mereka mengatakan, ”Ra ’ina sam’aka,” maksudnya pahamilah dari kami dan pahamkanlah kami. Mereka memutar-mutar lisan mereka dengan ungkapan itu. Sebenarnya mereka hendak melecehkan beliau dengan kata ar-ru’unah (bodoh sekali), sesuai dengan Bahasa yang mereka miliki, dan melecehkan agama islam. Seandainya mereka mengatakan, ”kami dengar dan kami taati,” sebagai ganti ”dan kami langgar”,dan “Dengarlah dari kami” tanpa kata-kata “semoga kamu tidak dapat mendengar”, dan “unzhurna” sebagai ganti “ra’ina”, niscaya ungkapan itu akan lebih baik bagi mereka di sisi allah dan merupakan ucapan yang lebih lurus.
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 42 Allah ﷻ memerintahkan:
وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟ ٱلْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Tafsir: Dan janganlah kalian mencampur adukkan kebenaran yang telah Aku jelaskan kepada kalian dengan kebatilan yang kalian ada adakan sendiri. Hindarilah tindakan menyembunyikan kebenaran yang sudah jelas tentang sifat-sifat nabi Allah dan rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang ada di kitab-kitab Suci kalian, sementara kalian mendapatkannya tertulis di kalangan kalian, seperti yang kalian ketahui dari isi kitab suci yang ada di tangan kalian.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian sepeninggalku, ialah setiap orang munafik yang ‘alim lisannya” [HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani]
Al Munawi berkata:
“Maksudnya ialah, mereka yang lisannya (seolah-olah) berilmu, namun hati dan amalnya jahil. Mereka menipu manusia dengan saling mengadu kefasihan (dalam agama)”.
Sehingga tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali setelah Allah sempurnakan agama ini melalui beliau. Karena itulah, tidak tersisa bagi seorang pun untuk berbicara tentang suatu perkara yang mendekatkan diri kepada Allah kecuali yang sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى بَيْضَاءَ نقية لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Sungguh telah aku tinggalkan kalian di atas Islam yang jelas; malamnya seperti siangnya; tidak menyimpang darinya, kecuali orang yang binasa”. [HR Ibnu Majah].
Dalam Surat An-Nisa Ayat 65:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Maka ulama mengatakan al-haq itu satu adanya, dan tidak ada yang menentangnya kecuali kebathilan dan kesesatan (Yang jumlahnya berbilang). Ya, jalan kebenaran yang hanya satu itu adalah jalan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya adalah jalan yang lurus. Sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
الصِّرَاطُ الْمُستَقـِيْمُ الَّذِي تَرَكَنَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ
“Jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditinggalkan Rasulullah untuk kami” (Atsar shahih, dikeluarkan Ath Thabari dan yang lainnya).
Maka, jika orang yang jahil mengatakan kita ambil baiknya, kita tinggalkan yang buruk, maka bagaimana mungkin akan mengetahui kebaikan tanpa adanya ilmu?
Dalam situasi seperti masa-masa sekarang ini, saatnya kita super hati-hati dalam menjadikan seseorang sebagai rujukan ilmu agama.
Imam Adz-Dzahabi –rohimahulloh– mengatakan:
“Mayoritas para imam salaf.. mereka memandang bahwa hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar” (Siyaru A’lamin Nubala‘ 7/261).
Ini menunjukkan wajibnya selektif dalam mengambil ilmu agama, tidak boleh serampangan. Dan ini pula yang diperintahkan oleh para ulama terdahulu. Diantaranya Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al Ilal, 1/355).
Masalah Ke – 27: Menyusun Kitab-kitab yang Batil Lalu Dinisbatkan kepada Allah
Menyusun Kitab-kitab yang Batil Lalu Dinisbatkan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah ﷻ:
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
“Maka kecelakaan yAng besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”. (QS. al-Baqarah : 79).
📃 Penjelasan:
Diantara keburukan kaum Yahudi yaitu mereka menulis buku-buku dengan tangan mereka sendiri dan memuat kebatilan di dalamnya. Mereka mengatakan : Ini dari sisi Allah, demi untuk mendapatkan imbalan dari manusia atau mereka menjual buku-buku tersebut di pasar-pasar maka uang pun mengalir kepada mereka. Menyusun buku-buku sesat dan menyebarluaskannya pada manusia merupakan kebiasaan Yahudi dan orang-orang yang serupa dengan mereka dari umat ini.
Yang wajib atas seorang yang berilmu ketika ia menulis sebuah ilmu yaitu agar ia bertaqwa kepada Allah dan tidak menulis kecuali sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah, karena ia bertanggung jawab atas tulisannya. Maka janganlah ia menulis dalam fatwanya, bukunya serta makalahnya melainkan sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Jangan pula ia menulis dari dirinya dan hawa nafsunya kemudian ia berkata : Ini dari syariat atau ini adalah syariat.
Alangkah banyaknya buku-buku sekarang ini, atau tulisan-tulisan atau fatwa-fatwa sesat yang batil atas nama Islam. Ini seperti perbuatan kaum Yahudi.
Maka hal ini mengingatkan setiap musim yang hendak menulis atau menyusun atau berfatwa yaitu agar ia berdiri di atas batas-batas Allah, agar bertaqwa kepada Allah, agar menulis yang benar meskipun manusia tidak ridha.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم