بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: Doha, 19 Jumadil Awal 1447 / 10 November 2025



KITAB SHALAT
Bab Tentang Hukum-hukum Jenazah | Bagian Ke-6

Keempat: Hukum-hukum Mengkafani Jenazah

Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya tentang Tata Cara Memandikan Jenazah kemudian dilanjutkan dengan Mengkafani mayit.

Setelah proses pemandian dan pengeringan tubuh mayit selesai, disyari’atkan untuk mengafani mayit.

Dalil Mengkafani Mayit

Mengkafani mayit hukumnya sebagaimana memandikannya, yaitu fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اغْسِلوهُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وكَفِّنُوهُ في ثَوْبَيْنِ

“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

البَسوا مِن ثيابِكم البياضَ وكفِّنوا فيها موتاكم فإنَّها مِن خيرِ ثيابِكم

“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236).

– Ijmak Ulama tentang disyariatkannya mengkafani Jenazah.

Dalam pengafanan, disyaratkan kafan harus menutupi seluruh tubuh mayit.

Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah sekedar menutup seluruh tubuhnya dengan bagus. Adapun yang selainnya hukumnya sunnah.

Memperbagus Kain Kafan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ

“Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus kafannya” (HR. Muslim no. 943).

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ‘bagus’ di sini adalah bersih, suci, tebal (tidak terlalu tipis, pent.), bisa membungkus jenazah, dan pertengahan (tidak berlebihan). Tidaklah yang dimaksud dengan ‘bagus’ itu yang mahal atau berlebih-lebihan (mewah).” (Syarh Shahih Muslim, 1: 16).

Sunnah Kain Kafan Berwarna Putih

Memakai kain kafan berwarna putih hukumnya sunnah, tidak wajib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

البَسوا مِن ثيابِكم البياضَ وكفِّنوا فيها موتاكم فإنَّها مِن خيرِ ثيابِكم

“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236).

Imam al-Nawawi di dalam Syarah Sahih Muslim menjelaskan, kesunahan menggunakan kain kafan berwarna putih adalah sesuatu yang disepakati oleh para Ulama. Selain itu, hukumnya makruh memakai kain yang telah diwarnai atau sejenisnya seperti memakai pakaian yang dibuat untuk bergaya atau memperindah diri (Syarah Muslim/3/358).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

“Pakailah oleh kalian pakaian yang putih karena itu termasuk pakaian yang paling baik. Dan berilah kafan pada orang mati di antara kalian dengan kain warna putih.” (HR. Abu Daud no. 4061, Tirmidzi no. 994 dan Ibnu Majah no. 3566. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَسُوا الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

“Kenakanlah pakaian warna putih karena pakaian tersebut lebih bersih dan paling baik. Kafanilah pula orang yang mati di antara kalian dengan kain putih.” (HR. Tirmidzi no. 2810 dan Ibnu Majah no. 3567. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Alasannya warna putih melambangkan kesederhanaan, kebersihan dan kerendahan hati, sekaligus menjauhkan dari kesombongan dan kemewahan duniawi.

Kain yang baru lebih utama, meskipun kain bekas (musta’mal) boleh digunakan setelah dibersihkan terlebih dahulu. Seperti halnya yang dilakukan khalifah Abu Bakar Radhiyallahu’anhu.

Semoga Allah merahmati Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha, putrinya, berkomentar tentang kain yang disediakannya untuk kafannya nanti, “Kain ini telah usang.” Abu Bakr menanggapi dengan pernyataannya, “Sungguh, orang yang masih hidup lebih pantas untuk memakai kain yang baru.” (ar-Raudhatun Nadiyyah dengan Ta’liqat ar-Radhiyyah, 1/85)

Kadar Minimal Kain kafan yang wajib

Ulama berbeda pendapat :

1. Yang wajib hanyalah menutup aurat sedangkan menutup seluruh tubuh hanyalah sunnah. (Madzhab Syafi’iah dan salah satu pendapat Malikiyah, seperti Imam Abdul Bar).

Dalilnya Hadis mengenai kain kafan yang tidak cukup untuk Mus’ab bin Umair diriwayatkan dalam berbagai kitab hadis, seperti Bukhari dan Muslim, dan menceritakan bahwa saat ia gugur di Perang Uhud, tidak ada kain untuk menutupi seluruh tubuhnya kecuali sehelai kain burdah. Untuk menutupi bagian atas tubuhnya, kakinya harus dibiarkan terbuka, sementara jika kain ditarik untuk menutupi kakinya, kepalanya akan terlihat. Kemudian, Rasulullah memerintahkan agar kain diletakkan di bawah lehernya dan bagian kakinya ditutup dengan rumput idkhir.

Dalil kedua, mereka menggunakan kiyas, sebagaimana orang yang hidup kewajiban hanya menutup auratnya saja, maka yang mati pun tidak lebih baik dari yang hidup.

2. Kadar wajibnya selembar kain yang menutupi seluruh badan. (Pendapat Hanabilah dan salah satu pendapat Malikiyah). Seperti Imam Ashonani, Ad-Syaukani, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin Rahimahumullah.

Dalilnya dari Jabir radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ

Jika salah seorang dari kalian mengkafani saudaranya, maka hendaknya ia memperbagus kain kafannya.” (HR. Muslim no. 943)

Maknanya kafan yang bagus artinya menutupi seluruh tubuhnya, bukan sebagian. Diriwayatkan dari Ummu Athiyah bahwa Rasulullah ﷺ memberikan kepadanya (kain kafan) satu lapisan sarung, baju, baju kurung, dan dua lapis kain.

Demikian juga menggunakan Qiyas, jika aurat berat wajib ditutup seutuhnya maka badan mayit lebih utama ditutup seluruhnya, mereka juga berdalil dengan perbuatan sahabat, yang ditutup dengan rumput. Sahabat Umair terjadi karena darurat atau terpaksa.

Disunnahkan menggunakan tiga helai kain putih dan 5 bagi wanita.

Namun yang dianjurkan, bagi laki-laki tiga lapis kain, dan bagi wanita lima lapis kain, yaitu satu lapis kain sejenis sarung, kerudung, gamis dan dua lapis kain.

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:

كُفِّنَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ في ثلاثِ أثوابٍ بيضٍ سحوليةٍ ، من كُرْسُفَ . ليس فيها قميصٌ ولا عمامةٌ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ أَنْ يُكَفِّنَ فِيهِ أَبَاهُ، فَأَعْطَاهُ

“Ketika ‘Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, anak laki-lakinya -yaitu ‘Abdulah bin ‘Abdullah- datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya memohon kepada beIiau agar sudi memberikan baju beliau kepada Abdullah untuk kain kafan ayahnya, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul. Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan bajunya kepada Abdullah.” (HR. Bukhari no. 1269 dan Muslim no. 2400)

Hadis di atas menunjukkan bolehnya mengafani jenazah dengan baju gamis ketika ada tujuan syar’i. (Syaikh Utsaimin). Jika tidak ada, maka yang lebih baik adalah meninggalkannya karena baju gamis itu memiliki lengan baju. Hal ini karena jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah dikafani dengan baju gamis.

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin tentang gamis, yaitu pakaian panjang berlengan yang disukai Rasulullah SAW karena lebih menutup badan. Gamis adalah pakaian terusan panjang yang dikenakan seperti jubah, dan disukai karena praktis, dianggap lebih sopan karena menutup seluruh tubuh dibandingkan pakaian lain seperti sarung dan rida’ (kain bagian atas).

Hikmah tiga helai kain kafan:

1. Kesempurnaan penghormatan kepada Jenazah.
2. Menjaga kesucian tubuh dan terbukanya aurat.
3. Meneladani sunnah Nabi ﷺ.
4. Kesederhanaan dalam pengkafanan, karena Islam tidak menghendaki berlebihan.

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata sebagaimana dinukil di dalam al-Mughni (II/470), ‘Mayoritas para ulama yang kami hafal berpandangan bahwa wanita dikafani di dalam lima lembar kain, dan disunnahkannya yang demikian tiada lain karena dimasa kehidupannya, penutup wanita lebih banyak dari penutup laki-laki karena kelebihan auratnya atas aurat laki-laki, maka demikian juga pada saat meninggal.”

Laili binti Qaif As-Saqafiyah berkata:

كُنْتُ فِيمَنْ غَسَّلَ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ وَفَاتِهَا، فَكَانَ أَوَّلُ مَا أَعْطَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحِقَاءَ، ثُمَّ الدِّرْعَ، ثُمَّ الْخِمَارَ، ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ، ثُمَّ أُدْرِجَتْ بَعْدُ فِي الثَّوْبِ الْآخَرِ»، قَالَتْ: «وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عِنْدَ الْبَابِ مَعَهُ كَفَنُهَا يُنَاوِلُنَاهَا ثَوْبًا ثَوْبًا» “

“Aku adalah salah seorang yang memandikan Ummu Kulsum putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika wafatnya. Kain pertama yang diberikan rasulullah kepada kami adalah kain sarung, baju kurung, jilbab, selimut, lalu dibungkus beserta kain yang lainnya. Ia melanjutkan, Sedangkan Rasulullah duduk di depan pintu. Beliau membawa kain kafan dan memberikannya kepada kami satu persatu.” (Hadits Riwayat: Abu Daud (3157) dengan sanad Dhaif)

Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam Syarah Muslim (II/604), ‘Yang disunnahkan bagi wanita adalah dikafani di dalam lima lembar kain, adapun lebih dari lima lembar, maka itu adalah israf (berlebihan) bagi bagi laki-laki maupun perempuan.”

Hikmah kain wanita lebih banyak dari laki-laki:

Ibnu Qasim menjelaskan karena wanita dalam kehidupannya memiliki aurat yang lebih banyak dari pada kaum laki-laki, maka setelah meninggalnya kainya lebih banyak.

Bocah laki-laki dikafani dengan satu lembar kain, dan boleh juga dengan tiga lembar kain. Sedangkan bocah perempuan dikafani dengan gamis dan dua lembar kain panjang.

Kafan tersebut diberi wewangian berupa bukhur (dupa yang wangi) sebanyak tiga kali.

Kain kafan dianjurkan untuk diberi wewangian (tajmir) kayu cendana, setelah diperciki dengan air mawar dan sejenisnya, agar wangi kayu cendana tersebut melekat pada kain.

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوْهُ ثَلَاثًا

“Apabila kalian mewangi-wangikan mayat, wangikanlah sebanyak tiga kali.” [Shahih. HR. Ahmad, 3/331]

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta padaMu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun padaMu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم