بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Ain Khalid – Doha, 27 Dzulhijjah 1446 / 23 Juni 2025
C. Rahn (Gadai)
1. Definisinya
Rahn (gadai) adalah menjamin utang dengan barang yang utang dimungkinkan bisa dibayar dengan barang itu atau dengan penjualan barang itu. Misalnya, si A ingin meminjam uang kepada si B. Si B minta kepada si A agar memberikan jaminan berupa binatang, perhiasan, ataupun yang lainnya.
Sehingga ketika jatuh tempo waktu pembayaran tiba dan si A belum bisa membayar makautang tersebut bisa dilunasi dengan jaminan yang ada di tangan si B. Orang yang memberi utang (B) disebut juga murtahin (orang yang menerima barang padaian). Sementara itu orang yang berutang disebut juga rahin (orang yang menggadaikan) dan barang yang digadaikan disebut rahn (barang yang digadaikan).
2. Hukumnya
Hukum Rahn adalah jaiz (boleh). Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ,
۞ وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). (Al-Baqarah : 283)
Ayat ini menjelaskan bahwa rahn adalah sesuatu yang dibolehkan, baik dalam kondisi safar atau tidak. Ayat ini menjelaskan dengan kata safar yang merupakan sesuatu di luar kebiasaan. Sebab, kondisi perjalanan memungkinkan tidak adanya penulis atau saksi.
Dalil lainnya adalah sabda Rasulullah ﷺ
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya, dia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya”
HR. Ibnu Majah, 2441, dan Al-Hakim, 251. Hadits ini hasan karena banyak jalurnya. Seorang penerima gadaia berkata kepada yang menggadaikan, “Jika engkau tidak dapat melunasi hutang, maka barang gadaianmu menjadi milik saya”.
Anas Radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah ﷺ mengadaikan baju perangnya kepada seorang Yahudi, kemudian beliau mengambil gandum untuk keluarganya.” (HR. Bukhari).
3. Hukum hukum Terkait
1. Rahn (barang gadai) harus berada ditangan murtahin (yang menerima barang gadaian) dan bukan rahin (penggadai). Jika penggadai ingin barang gadaiannya dikembalikan maka dia tidak berhak untuk mengambilnya.
Sedangkan orang yang menerima gadai berhak mengembalikannya, jika haknya telah ditunaikan.
2. Barang-barang yang tidak boleh dijual belikan tidak boleh pula digadaikan, kecuali hasil pertanian dan buah buahan sebelum keduanya masak. Jual beli hasil pertanian dan buah buahan sebelum masak diharamkan. Namun untuk pegadaian keduanya sebelum masak dibolehkan. Karena hal itu bagi orang yang menerima gadai tidak ada gharar. Sebab, utangnya tetap dalam tanggungan, walau hasil pertanian dan buahnya rusak.
3. Jika waktu gadai telah habis maka murtahin meminta rahin melunasi utangnya. Jika rahin melunasi utangnya maka murtahin mengembalikan barang gadaian. Narnun jika tidak maka murtahin mengambil seluruh barang gadaian yang dilahan di bawah kekuasaannya. Murtahin bisa memanfaatkan barang gadaian itu menjadi sesuatu yang menghasilkan. Jika tidak, bisa menjualnya dan dia mengambil seluruh haknya. Apabila nilai barang gadaian melebihi dari utang rahin maka kelebihan itu dikembalikan kepada rahin. Sedangkan jika sebaliknya, nilai barang dagangan kurang dari utang rahin maka sisanya itu menjadi tanggungan rahin.
4. Barang gadaian menjadi tanggungan murtahin, jika terjadi kerusakan karena ulahnya. Namun jika tidak maka itu menjadi tanggung jawab rahin.
5. Rahn boleh dititipkan kepada orang yang dipercaya selain murtahin. Sebab,yang dijadikan ukuran adalah adanya perjanjian, dan itu bisa dilakukan di hadapan orang yang dipercaya.
6. Jika rahin mensyaratkan bahwa jika sudah jatuh tempo barang gadaian tidak boleh dijual maka akad pegadaian menjadi batal. Demikian pula jika murtahin mengajukan syarat bahwa jika waktu jatuh tempo tiba dan utang belum dilunasi oleh rahin maka barang gadaian menyadi milik murtahin. Jika mensyaratkan seperti ini maka akad pegadaian menjadi batal. Sebab, berdasarkan sabda Rasulullah, “Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya, dia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.”
7. Jika rahin dan murtahin berbeda pendapat tentang besarnya utang maka rahin diminta mengucapkan tentang besarnya utang dan ucapannya ini disertai dengan sumpah, kecuali jika murtahin mengajukan bukti akan kebenarannya. Jika mereka berdua berselisih tentang barang gadaian. Rahin berkata, “Saya menggadaikan seekor binatang tunggangan besarta anaknya,” Sementara murtahin berkata, “Engkau hanya menggadaikan seekor binatang tunggangan saja” Bila kondisinya seperti ini maka murtahin diminta untuk menyebutkan barang gadaian disertai dengan sumpah, kecuali rahin mendatangkan bukti tentang kebenaran ucapannya. Sebab, Rasulullah ﷺ bersabda, “Bukti merupakan kewajiban orang yang menuntut dan sumpah merupakan kewajiban orang yang mengingkari”. (HR. Al Baihaqi, 8/279 dengan sanad shahih, Hadits lengkapnya terdapat di dalam Ash Shahihain).
8. Jika murtahin menyatakan bahwa dia telah mengembalikan barang gadaian, kemudian rahin mengingkarinya. Jika kondisinya seperti ini maka rahin dituntut mengatakan bahwa barang gadaian belum dikembalikan, dengan ucapan disertai sumpah, kecuali murtahin mendatangkan bukti yang secara pasti membuktikan bahwa barang gadaian telah dikembalikan. Murtahin memiliki hak mengendarai barang gadaian yang bisa dikendarai. Dia juga berhak memerah susu dari binatang yang menjadi barang gadaian, namun sebatas untuk membiayai makanan dan minuman barang gadaian. Murtahin harus memperlakukannya secara adil dan tidak boleh memanfaatkan melebihi untuk membiayai barang gadaian itu. Sebab, Rasulullah ﷺ bersabda, “Punggung (binatang) boleh ditunggangi karena menafkahinya, jika binatang itu merupakan barang gadaian. Susu (binatang) boleh diperah karena menafkahinya, jika binatang itu berstatus barang gadaian. Bagi orang yang mengendarai dan memerah susu binatang yang merupakan barang gadaian, wajib untuk menafkahinya”
(HR. Abu Dawud, Kitab Al Buyu, 78, dan Imam Ahmad, 2/472).
10. Buah dari barang gadaian, seperti perdagangan dan anak dari barang gadaian merupakan hak atau milik rahin. Rahin wajib memberi minum dan segala yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan barang gadai. Sebab, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang gadaian milik orang yang mengyaduikan (rahin), hasilnya untuk rahin dan utang merupakan kewajibannya”
11. Jika murtahin membiayai binatang yang menjadi barang gadaian tanpa seizin rahin maka murtahin tidak bisa menuntut atau meminta rahin untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan. Jika murtahin mempunyai udzur meminta izin karena alasan jarak yang jauh (antara tempat tinggal rahin dan murtahin) maka dia bisa menuntut atau meminta raahin mengganti biaya yang telah dikeluarkan, jika dia membiayai barang gadaian itu untuk mengembalikannya kepada rahin. Namun jika tidak ada maksud untuk mengembalikan kepada rahin maka tidak menuntut ganti biaya yang telah dikeluarkan. Sebab, orang yang berbuat baik terhadap orang lain tidak bisa menuntut karena perbuatannya.
12. Jika rumah yang menjadi barang gadaian roboh, kemudian murtahin membangunnya kembali tanpa izin rahin maka dia tidak bisa meminta ganti biaya yang telah dikeluarkan kepada rahin, kecuali minta ganti biaya seperti kayu atau batu. Namun jika dia memiliki udzur untuk meminta izin (padahal dia ingin meminta izin- penj) maka dia berhak untuk meminta ganti biaya yang telah dikeluarkan.
13. Jika rahin wafat atau bangkrut maka murtahin lebih berhak memperoleh barang gadaian, yaitu lebih berhak dibandingkan yang lain. Jika waktu jatuh tempo telah tiba maka murtahin dapat menjual barang gadaian. Dari sana, murtahin berhak memperoleh nilai yang besarnya senilai piutangnya. Sedangkan jika nilai jual barang gadaian itu lebih besar dari piutangnya maka dia dapat memberikan atau mengembalikan kelebihan itu kepada ahli waris rahin. Namun jika nilai jual barang gadaian itu lebih kecil dari nilai piutangnya maka murtahin harus menjadi contoh bagi orang-orang berutang lainnya.
Gambaran tentang penulisan akad rahn (pegadaian)
Setelah menuliskan basmallah dan hamdalah…
Fulan…. mengakui bahwa dirinya memiliki utang sebesar…kepada fulan. Jika waktu pelunasan utang telah tiba yaitu di akhir tahun atau akhir bulan… fulan yang berutang seperti yang disebutkan di atas menyerahkan barang gadaian kepada fulan yang berpiutang seperti disebutkan di atas, sebagai jaminan atas utang dalam jumlah tertentu seperti disebutkan di atas. Apa yang disebutkan bahwasanya barang gadaian itu miliknya, yaitu seluruh rumah Fulaniyyah atau seluruh milik fulan…..sebagai sebuah pegadaian yang benar, sesuai dengan Syariat Islam, barang gadaiannya diterima di tangan murtahin. Kemudian murtahin menerima barang gadaian itu dengan penerimaan yang sesuai dengan syariat Islam pada tanggal…
D. Wakalah (wakil)
1. Definisinya
Wakalah adalah permintan kepada seseorang untuk mewakilkan atau menggantikan dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan untuk diwakilkan, seperti hal menjual, membeli, persengketaan, dan sebagainya.
(Tidak pantas menjadikan orang kafir sebagai mewakili kaum muslimin dalam urusan jual dan beli, khawatir jatuh pada hal-hal yang haram. Tidak layak menjadikan orang kafir untuk mewakili dalam menangkap seorang muslim. Karena dikhawatirkan orang kafir akan berbuat sewenang-wenang terhadap muslim itu).
2. Syarat syaratnya
Disyaratkan bagi orang yang mewakili (wakil) dan orang yang meminta untuk diwakilkan (muwakkil), adalah orang yang boleh melakukan transaksi.
3. Hukumnya
Wakalah diboleh menurut Al Qur’an dan As Sunnah. Allah ﷻ berfirman, “Dan pengurus pengurus zakat,” (At Taubah:60) dalam urusan zakat, para amil merupakan wakil dari penguasa untuk mengambil dan mengumpulkan zakat.
Allah ﷻ berfirman, “Maka suruhlah salah seorang di antara kalian pergi ke kota dengan membawa uang perak kalian ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kalian.” (Al-Kahfi: 19) mereka mewakili salah seorang dari mereka untuk membeli makanan.
Dalil yang lain adalah, Rasulullah ﷺ berkata kepada Unais, “Wahai Unais,datangilah perempuan itu, jika dia mengaku maka rajamlah!” (HR. Al-Bukhari. 3/134, 241).
Dalam hadits ini Rasulullah mewakilkan Unais untuk mencari bukti dan sekaligus sebagai wakil dari Rasulullah untuk menjatuhkan sanksi hukum.
Dalam hadits yang lain, Abu Hurairah berkata, “Nabi ﷺ mengutus saya sebagai wakil beliau untuk mengumpulkan zakat Ramadhan.” Rasulullah ﷺ bersabda kepada Jabir, “Jika wakil saya datang maka ambillah darinya 15 wasq, Jika dia mencari tanda darimu maka letakkanlah tanganmu atas tulang selangka.?” (HR. Abu Abu Dawud, 3632, dan Ad-Daruquthni, 4/155, sanadnya hasan. dan sebagiannya lagi terdapat dalam hadits Al-Bukhari.).
Rasulullah ﷺ mengutus mantan hamba sahayanya yang bernama Abu Rafi’ dan seorang laki laki Anshar. Mereka berdua menikahkan Maimunah binti Al Haarits, sedangkan pengantin laki lakinya berada di Madinah. Kemudian mereka berdua diwakilkan dalam hal akad nikah.” (HR Imam Malik, Muwatha 1/348)
4. Hukum-hukum Terkait
1. Wakalah dapat ditetapkan dengan perkataan apa saja yang menunjukan adanya izin, jadi tidak disyaratkan teks atau ucapan khusus.
2. Wakalah berlaku pada hak-hak manusia terkait dengan berbagai akad. Seperi akad jual beli, akad nikah, rujuk dan fasakh, talak, dan khulu. Hal ini juga berlaku pada hak-hak Allah, yang mana dalam hak hak itu dibolehkan untuk diwakilkan, seperti membagikan zakat, menghajikan dan mengumrahkan orang yang telah wafat atau orang yang lemah.
2. Wakalah dibenarkan dalam rangka memastikan jatuhnya sanksi hudud.
3. Wakalah tidak dibenarkan pada ibadah-ibadah yang tidak boleh diwakillan seperti shalat dan puasa, juga tidak dibenarkan pada urusan li’an, dzihar, sumpah, nadzar, dan persaksian. Wakalah juga tidak dibenarkan pada hal-hal yang haram.
5. Akad wakalah batal bila salah satu pihak membatalkannya, juga batal bila salah seorang wafat atau menjadi gila atau muwakkil mencabut perwakilannya kepada wakil.
6. Orang yang ditugaskan menjadi wakil seseorang untuk melakukan jual atau beli tidak boleh melakukannya untuk kepentingan diri sendiri, juga tidak boleh melakukannya untuk kepentingan anaknya, istrinya atau orang orang yang menjadi keluarga dan karib kerabatnya. Misalnya, seseorang yang menjadi wakil dalam akad mudharabah, akad wasiat, atau akad syarikah.
7. Seorang wakil tidak bertanggung jawab atas segala bentuk kehilangan dan kerusakan yang bukan karena ulahnya. Karena dia telah melakukan tugasnya dengan baik. Namun jika telah melakukan kerusakan dan melampaui batas wewenangnya, sehingga menyebabkan ada beberapa barang yang hilang atau rusak maka wakil harus bertanggung jawab.
8. Wakalah secara mutlak dibolehkan. Seseorang boleh mewakilkan kepada orang lain, dalam urusan yang berkaitan dengan hak hak pribadi. Seorang wakil boleh mewakili seluruh urusan yang berkaitan dengan hak-hak pribadi muwakkil, kecuali dalam urusan talak. Untuk urusan talak perlu ada kepastian bahwa keputusan thalaq ini merupakan keinginan dari muwakkil.
9. Jika seseorang ditunjuk menjadi wakil untuk membeli sesuatu maka dia tidak boleh membeli barang yang lain. Ketika seorang wakil membeli barang yang lain maka muwakkil berhak memilih apakah menerima atau menolak barang yang dibeli wakil. Demikian pula jika wakil membeli sesuatu yang cacat atau membeli sesuatu yang menyebabkan kerugian besar maka muwakkil boleh memilih apakah akan menerima ataukah menolaknya.
10. Wakalah boleh dengan upah. Namun disyaratkan harus ada batasan hesarnya upah dan penyelasan tentang kerja oleh muwakkil.
Gambaran penulisan tentang akad wakalah
Setelah hamdalah…
Fulan…telah memberi kepercayaan menjadikan fulan….sebagai wakil.
Kami dalam keadaan sehat jasmani dan akal. Untuk menjalankan urusan yang dibolehkan oleh syariat Islam, wakil akan menjalankan tugasnya… dari muwakkil.
Muwakkil yang disebutkan di atas menerima akad wakaalah ini dan disaksikan keduanya, tertanggal…
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم