بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Messaied
Messaied, 17 Dzulqa’dah 1446 / 15 Mei 2025
Bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc M.Pd 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Facebook Video live: Klik di sini
Menjadi Manusia yang Terbaik
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba yang terbaik. Orang-orang yang terbaik salah satu cirinya adalah orang yang menuntut ilmu agama.
Fakih dalam Agama
Rasulullah ﷺ bersabda:
خِيَارُهُم في الجاهِليَّة خِيَارُهُم في الإِسلام إذا فَقُهُوا
“Orang-orang yang terbaik di antara kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik dalam Islam jika dia itu fakih (paham agama).” (HR. Bukhari, no. 4689)
Dalam hadis ini (disebutkan) bahwa manusia yang paling mulia dari segi keturunan, kualitas dan asal adalah orang terbaik dengan syarat jika mereka memiliki pemahaman dalam urusan agama. Jika mereka tidak memiliki pemahaman agama, maka kemuliaan garis keturunan tidak ada artinya bagi pemiliknya. Meskipun seseorang memiliki nasab tinggi.
Manusia yang terbaik adalah panutan kita Rasulullah ﷺ. Maka, hamba yang terbaik adalah yang sesuai dengan apa yang Rasulullah ﷺ contohkan, hal ini hanya didapatkan dengan sebab menuntut ilmu.
Meskipun seseorang memiliki nasab tinggi dan termasuk bangsa Arab pilihan secara garis keturunan dan kualitas, maka dia tidak termasuk manusia paling mulia di sisi Allah dan bukan pula manusia pilihan. Dengan demikian, manusia bisa mulia dengan nasabnya, tetapi dengan syarat paham dalam urusan agama.
Maka, ilmu agama adalah kunci kemuliaan seseorang. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: ”Manusia lebih membutuhkan ilmu dari sekedar membutuhkan makan dan minum, karena makan dan minum dibutuhkan sekali atau dua kali sehari, sedang ilmu senantiasa dibutuhkan selama nafas masih dikandung badan.”
Manusia yang bermanfaat bagi orang lain
Selain ilmu, manusia yang terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289)
Saudaraku, menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Setiap Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Sebaliknya, manusia yang buruk adalah manusia yang tidak selamat dari dirinya. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ
“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah .” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).
Tidak ingkar melunasi hutang
Adab membayar hutang dalam Islam menekankan pentingnya memenuhi kewajiban dengan baik dan adil. Beberapa adab yang perlu diperhatikan meliputi: tidak menunda pembayaran, memiliki niat sungguh-sungguh untuk melunasi hutang, dan bersikap jujur serta tidak berbohong kepada pemberi hutang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عن رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أنه فَقَالَ « خَيْرُكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً » متفق عليه
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” Muttafaqun ‘alaih.
Hendaklah setiap muslim yang mampu menolong saudaranya yang membutuhkan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ » رواه مسلم
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membantu seorang muslim (dalam) suatu kesusahan di dunia maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada hari kiamat, dan barangsiapa yang meringankan (beban) seorang muslim yang sedang kesulitan maka Allah akan meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat” [HR. Muslim no. 2699].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang yang membantu meringankan beban saudaranya sesama muslim, baik dengan bantuan harta, tenaga maupun pikiran atau nasehat untuk kebaikan.
- Saat Rasulullah Ditagih Utang
Diriwayatkan ada seorang Yahudi menagih utangnya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menagih seekor unta yang pernah dipinjam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. orang yahudi tersebut menagih dengan cara yang sangat kasar. Hal ini membuat sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin memukulnya.
Melihat gelagat para sahabatnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dia! Sesungguhnya pemilik hak memiliki alasan berbuat demikian”. Lalu Nabi memerintahkan sebagian sahabat membeli unta untuk membayar utang beliau.
Mereka berusaha mencari unta yang sama umurnya dengan unta yang dipinjam namun tidak mendapatkannya. Mereka melaporkannya kepada Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa yang ada hanyalah unta yang lebih bagus umurnya dari yang dipinjam.
Lalu Nabi bersabda, “Belilah unta yang lebih bagus itu dan bayarkanlah! Sesungguhnya orang yang paling baik adalah orang yang membayar utang dengan yang lebih baik”. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadits di atas memberikan pelajaran bahwa betapa Islam menjunjung tinggi keadilan, sekalipun pemilik utang adalah seorang Yahudi yang merupakan musuh umat Islam, dan berlaku kasar kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para sahabatnya. Akan tetapi Nabi tidak menzaliminya, bahkan sebaliknya, beliau membayar utangnya dengan pembayaran yang Iebih bagus dari barang yang diambil.
Penambahan pengembalian hutang jika tidak disyaratkan di awal adalah akhlak yang baik. Tetapi jika disyariatkan di awal, hukumnya haram, karena termasuk riba.
- Lembut dalam Menagih Hutang
عن جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «رَحِمَ اللهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى». [صحيح] – [رواه البخاري] – [صحيح البخاري: 2076]
Jābir -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Semoga Allah merahmati seseorang yang murah hati ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih (utang).” [Sahih Bukhari – 2076]
Dalam Sunan Ibnu Majah dibawakah Bab ‘Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik’.
Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Nabi ﷺ mendoakan rahmat bagi setiap orang yang bermurah hati dan dermawan ketika berjualan, ketika membeli, juga bersikap longgar dan dermawan ketika menagih utang yang merupakan haknya, yaitu tidak memberatkan orang yang miskin dan yang membutuhkan, tetapi ia menagihnya dengan lembut dan santun serta memberikan penangguhan kepada orang yang sedang kesulitan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat.”
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ
“Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2078)
Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.
Memiliki Hati yang Bersih
Banyak manusia tertipu yang hanya memperhatikan kebersihan dzahir sementara mereka lupa untuk membersihkan hati.
Rasul yang mulia dan para sahabat, menjadi umat terbaik karena bersihnya hati.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ! فَمَنْ عَلَى أَثَرِهِ؟ قَالَ: الَّذِي يَنْشَأُ الدُّنْيَا وَ يُحِبُّ الْآخِرَةِ. قُلْنَا: مَا نَعْرِفُ هَذَا فِيْنَا إِلَّا رَافِعٌ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ، فَمَنْ عَلَى أَثَرِهِ؟ قَالَ: مُؤْمِنٌ فِي خُلُقٍ حَسَنٍ قُلْنَا: أَمَا هَذِهِ فَإِنَّهَا فِيْنَا.رَوَاهُ الْمُنْذِرِي وَ صَحَحَهُ الْأَلْبَانِي فِي السِلْسِلَةِ
Dari sahabat Abdullah bin ‘Amru dia berkata, Rasulullah ﷺ ditanya; “Siapakah manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab: “Setiap (orang) yang hatinya makhmum dan lisan yang jujur.” Mereka berkata, “Lisan yang benar kami telah ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau bersabda, “Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa, kedurhakaan, keterbelengguan dan kedengkian padanya.” Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah yang mampu menempuh jalan tersebut?” Nabi menjawab, “Orang yang benci dengan dunia dan cinta kepada akhirat.” Kami menimpali, kalau yang seperti ini maka kami tidak mengetahuinya kecuali sahabat Rafi` Maula Rasulullah ﷺ; siapakah yang mampu mengikuti jejaknya? Nabi menjawab, “Orang mukmin yang berakhlak baik.” kami menimpali, Adapun yang ini, kami mampu melakukannya.”
(Hadits Riwayat al-Mundziri dan dishahihkan syaikh al-Albani; Ibnu Majah – 4206)
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin al-`Ash dari sejumlah para sahabat, yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang manusia terbaik? Nabi menjawab, dia adalah pemilik hati yang selamat, yang hatinya selamat dari berbagai macam penyakit maknawi, seperti kedengkian, kebencian, kedurhakaan, dan semua perbuatan dosa lainnya. Kemudian mereka bertanya tentang orang yang mampu melakukannya, maka Nabi menjawab, orang yang benci dengan dunia dan cinta dengan akhirat. Kemudan para sahabat bertanya lagi, siapakan yang mampu mengikuti jejaknya; Nabi menjawab, orang yang beriman yang berakhlak baik.
- Pembunuhan pertama di muka bumi: Kisah Qabil membunuh Habil karena didasari rasa iri hati dan dengki. Kisah pembunuhan itu diabadikan dalam surah Al Maidah ayat 27-31.
- Sebab hati yang kotor dari saudaranya, juga menimpa nabi Yusuf alaihissalam. Dibenci saudara kandung, dibuang ke dalam sumur, itulah ujian terberat dalam hidup Nabi Yusuf.
- Upaya setan untuk terus menyesatkan manusia bermula dari rasa hasad Iblis kepada Nabi Adam yang lebih diutamakan oleh Allah daripada dirinya, sehingga dia pun sombong tidak mau sujud kepada Adam. Lalu, Iblis pun bersumpah janji di hadapan Allah akan berusaha menyesatkan Adam dan anak keturunannya.
قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.’ Allah berfirman, ‘(Kalau begitu), maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan.’ Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.’” (QS. Al-Hijr: 36-39).
Maka, orang-orang yang terbaik adalah orang yang memiliki hati yang bersih. Dia akan selalu tenang menjalani hidup, jauh dari penyakit dan akan menjadi orang yang paling bahagia.
- Surga hanya untuk manusia yang hatinya bersih.
Di akhirat kelak, tidak ada orang yang akan selamat dari siksa neraka dan beruntung dengan surga kecuali yang datang kepada Allah membawa Qalbun Salim. Yaitu hati yang bersih dengan iman, tauhid, dan ketaatan. Bersih pula dari kesyirikan, kekufuran, dan penyimpangan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Al-Syu’ara: 87-89)
Seorang sahabat Nabi ﷺ, yang namanya tidak disebutkan secara spesifik dalam hadis yang umum, masuk surga karena hatinya bersih dari kebencian, iri hati, dan dendam. Dia menjaga hatinya bersih dengan cara memaafkan orang yang pernah menyakitinya dan tidak iri pada keberhasilan orang lain.
Hadis yang menceritakan kisah ini menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebentar lagi akan datang seorang penghuni surga”. Para sahabat kemudian penasaran dan menunggu siapa orang yang dimaksud. Setelah itu, datanglah seorang laki-laki Anshar yang tidak melakukan ibadah khusus.
Saat Abdullah bin Amr bin Ash bertanya tentang amalan khusus yang dilakukan oleh laki-laki Anshar tersebut (Setelah mengamati selama tiga hari), dia menjawab bahwa ia tidak memiliki amalan khusus, kecuali menjaga kebersihan hati dari kebencian, iri hati, dan dendam. Ia juga mengatakan bahwa ia selalu memaafkan setiap orang yang pernah menyakitinya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم