بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc. M.A. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 24 Dzulqa’dah 1446 / 22 Mei 2025.



Pembahasan sebelumnya dapat diakses melalui link berikut: https://www.assunnah-qatar.com/category/assunnah-qatar/kajian-rutin/ustadz-nefri-abu-abdillah/

Kajian Ke-34 | Bab 6: Adab-Adab dalam Pembacaan Al-Qur’an.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Pasal: Tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan selain bahasa Arab, baik ia pandai membaca bahasa Arab atau tidak bisa membacanya. Sama halnya apakah di dalam shalat atau di luarnya. Jika ia membaca dengan selain bahasa Arab, maka shalatnya tidak sah. Ini adalah mazhab kami dan mazhab Malik, Ahmad, Dawud dan Abu Bakar ibnul Mundzir.

Abu Hanifah berkata: Boleh membacanya dengan selain bahasa Arab dan shalatnya sah.

Abu Yusuf dan Muhammad berkata: Boleh membacanya bagi orang yang tidak pandai mengucapkan bahasa Arab dan tidak boleh bagi yang tidak pandai mengucapkan bahasa Arab.

Penjelasan:

Mukjizat Al-Qur’an adalah dari segi bahasa Arab, dan ini tidak bisa digantikan dengan bahasa lain.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an :

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (3) وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memahami. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuz) di sisi Kami adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (QS: Az Zukhruf: 3-4).

Maka, bahasa Arab bisa sampai 12-13 juta kata. Karena banyak kalimat di Al-Qur’an tidak bisa diterjemahkan dengan tepat ke dalam bahasa lain, ini menunjukkan dalamnya makna Al-Qur’an.

Dalam kitab Al-Hikmah, Abu Hanifah menarik pendapatnya akan bolehnya sholat dengan bahasa selain Arab.

Boleh membaca Al-Qur’an dengan tujuh macam bacaan (Qiro’at)

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Boleh membaca Al-Qur’an dengan tujuh macam bacaan yang telah disepakati dan tidak boleh membaca dengan selain bacaan yang tujuh maupun dengan riwayat-riwayat asing (syaadzdzah) yang dinukil dari ahli baca Al-Qur’an yang berjumlah tujuh.

Insya’ Allah dalam bab ketujuh akan dijelaskan kesepakatan para fuqaha tentang suruhan bertaubat kepada orang yang membaca dengan bacaan-bacaan yang asing (syaadzdzah) apabila dia membaca dengannya.

Penjelasan:

Selain keindahan dari sisi lughah, Al-Qur’an juga bisa dibaca dengan tujuh bacaan dengan tujuan:
1. Memudahkan dalam Membaca Al-Qur’an. Seperti bacaan imalah. Seperti : Waddhuhe…
2. Mengkombinanasikan makna satu dengan lain, bukan bertentangan.
Seperti : Maaliki yaumiddin (Yang memiliki hari pembalasan) dan maliki yaumiddin (merajai hari pembalasan).

Dikisahkan suatu ketika Umar bin Khattab mendengarkan Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an surah al-Furqan. Maka ia pun mendengarkan bacaan Hisyam bin Hakim dengan seksama. Umar bin Khattab kaget bukan kepalang ketika ia mendengar bacaan Al-Qur’an Hisyam bin Hakim berbeda dengan bacaan yang ia dapatkan dari Rasulullah.

Hampir saja Umar bin Khattab menegur Hisyam bin Hakim yang sedang membaca Alquran di dalam salatnya. Namun Umar bin Khattab dengan sabar menunggu Hisyam bin Hakim selesai melakukan salat. Kemudian, Umar bin Khattab menarik sorban Hisyam bin Hakim seraya berkata, “Siapa yang mengajarkanmu bacaan Al-Qur’an yang kudengarkan tadi ?”

Hisyam bin Hakim menjawab, “Aku mendapatkan bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah.”

“Engkau berbohong, sungguh Rasulullah membacakan kepadaku dengan bacaan yang berbeda dengan bacaanmu tadi.”

Umar bin Khattab pun menyeret Hisyam bin Hakim untuk menemui Rasulullah Saw. Umar bin Khattab ingin mengadukan kepada Rasulullah terkait perbedaan bacaan Al-Qur’an di antara mereka.

“Duhai Rasulullah, sungguh Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku.” ujar Umar bin Khattab.

Rasulullah menjawab, “Lepaskanlah ia,” kemudian Rasulullah menoleh kepada Hisyam bin Hakim, “Wahai Hisyam, bacalah Alquran!”

Maka, Hisyam bin Hakim membacakan kepada Rasulullah bacaan Alquran yang tadi didengar oleh Umar bin Khattab.

Setelah Hisyam bin Hakim selesai membaca Al-Qur’an, Rasulullah tersenyum seraya mengatakan, “Seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah Al-Qur’an dengan apa yang paling mudah bagi kalian.”

Qiraat sab’ah merupakan bagian penting dalam studi Al-Qur’an dan ilmu tajwid. Ketujuh imam qiraat ini dikenal dengan metode bacaan mereka yang berbeda-beda, tetapi tetap sesuai dengan ajaran Islam. Ketujuh imam qiraat tersebut adalah Nafi’, Ibn Katsir, Abu Amr, Ibn Amir, Ashim, Hamzah, dan al-kisa’i.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

  • Pasal: Apabila memulai dengan bacaan salah seorang ahli baca Al-Qur’an, hendaklah ia tetap membaca dengan bacaan itu selama kalamnya berkaitan dengannya. Apabila kaitannya berakhir, ia boleh membaca dengan bacaan ahli baca yang lain di antara tujuh ahli baca.

Yang lebih utama ialah tetap membaca dengan bacaan pertama di majelis ini.

  • Pasal: Para ulama berkata: Yang terpilih ialah membaca menurut tertib Mushaf. Maka ia baca Al-Fatihah, kemudian Al-Baqarah, kemudian Ali Imran, kemudian berikutnya menurut tertib. Sama halnya apakah ia membaca di dalam shalat atau di tempat lainnya.

Seorang sahabat kami berkata: apabila ia membaca dalam rakaat pertama surat qul a’udzu birabbinnas, maka ia membaca dalam rakaat kedua berikutnya yaitu alfatihah dari surah.

Seorang sahabat kami berkata: disunnahkan ketika membaca sebuah surah untuk membaca surah yang berikutnya. Dalilnya ialah bahwa tertib mushaf dibuat begini karena adanya suatu hikmah. Maka patutlah ia memelihara hikmah itu, kecuali yang dikecualikan oleh syara seperti salat subuh pada hari Jumat. Dalam rakaat pertama dibaca surah assajdah dan rakaat kedua hal ataa ‘alal insaan. Dan salat ied dalam rakaat pertama dibaca (Qaaf) dan rakaaat kedua Iqtarobatis As-sa’atu, dan dalam rakaat shalat fajar (Subuh) dibaca Al-Kaafirun dan Al-Ikhlas dalam rakaat kedua.

Mengajari anak-anak kecil dari akhir mushaf hingga awalnya adalah baik dan bukan termasuk bab ini. Sesungguhnya itu adalah bacaan dalam hari-hari yang berbeda-beda di samping memudahkan mereka menghafalnya. Dan Allah Maha Mengetahui.

  • Pasal: Membaca Al Qur’an dari Mushaf lebih utama dari bacaan dengan hafalan, karena memandang Mushaf adalah ibadah yang dituntut sehingga terkumpul bacaan dan pandangan.

Demikianlah yang dikatakan Al-Qadhi Husein dari dahabat kami dan Abu Hamid Al-Ghazali dan beberapa kelompok ulama salaf.

Al-Ghazali menukil dalam Al-ihya bahwa banyak dari sahabat Nabi membaca dari Mushaf dan tidak suka keluar dalam satu hari pun tanpa melihat dalam mushaf.

Kitab Ihyaulumuddin bermasalah dari dua segi:
1. Banyak hadits yang tidak Shahih.
2. Banyak cerita khurafat.
Maka, kitab ini hanya boleh dibaca penuntut ilmu, bukan kalangan awam.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud bacaan dalam Mushaf dari banyak ulama salaf dan aku tidak melihat adanya perbedaan mengenainya.

Seandainya dikatakan: Hal itu berbeda-beda menurut perbedaan orang-orangnya. Maka dipilih pembacaan dalam Mushaf bagi siapa yang sama kekhusukannya dan perenungannya dalam dua keadaan, yaitu membaca dalam mushaf dan secara hafalan.

Dan dipilih pembacaan secara hafalan bagi siapa yang tidak sempurna kekhusyukannya dan perenungannya dan dipilih membaca dalam mushaf bilamana kekhusyukan dan perenungannya bertambah.

Ini adalah pendapat yang baik.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم