ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 27: 3 Muharram 1447 / 28 Juni 2025
Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 30 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27
Pembuka
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu istiqomah di zaman kharju ini, dimana banyak pembunuhan, dampak fitnah ini jika kita jauh dari ilmu dan akidah shahihah maka akan dekat dengan bid’ah.
Simak baik-baik hadis yang mulia ini. Hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang mulia, Ma’qal bin Yasaar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْعِبادَةُ في الهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إلَيَّ
“Beribadah di masa haraj (sulit) itu layaknya berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim no. 2948 dan Tirmidzi no. 2201)
Haraj sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi rahimahullah saat menjelaskan hadis ini adalah,
“Waktu fitnah (kekacauan) dan semrawutnya perkara manusia.”
Begitu pula saat peperangan, ketakutan, kepanikan, dan kondisi di mana ekonomi sedang kacau, kehidupan sosial carut marut, kebingungan mencari kebenaran dan fatwa, sungguh dalam kondisi ini manusia sedang diuji. Maka, istiqomah dalam manhaj yang haq merupakan modal utama meraih keutamaan yang disebut dalam hadits di atas.
Melihat pembahasan sebelumnya, pada Masail ke 30 dan 31, Kehidupan tidak ada lain untuk memilih baik dan benar, maka seseorang yang berada di waktu futur (pertengahan diantaranya) hendaknya segera mengambil jalan kebenaran. Karena kalau kita sibuk dengan keburukan maka akan hilang kesempatan dalam kebaikan.
Setelahnya, gunakan akal dan pikiran kita untuk istiqomah di dalam sunnah dan manhaj yang benar. Hingga sampai akhirat akan memberikan syafa’at sesamanya. Jangan sampai ikut ke dalam kelompok bid’ah yang berkamuflase.
Masalah Ke – 32: Pengingkaran Mereka terhadap Kebenaran Bila Kebenaran Itu Bersama dengan Orang Selain Mereka yang Tidak Mereka Sukai
Ini merupakan masalah yang paling berbahaya, yaitu pengingkaran mereka terhadap kebenaran jika kebenaran itu bersama orang lain yang tidak mereka suka, yakni tidak mereka cintai, maka merekapun meniggalkan kebenaran yang ada padanya karena kebencian mereka terhadap seseorang, maka mereka pun meninggalkan kebenaran karenanya.
Yang wajib bagi seorang muslim yaitu menerima kebenaran dari orang yang membawanya, karena kebenaran adalah perkara mukmin yang hilang, dimana saja ia mendapatkannya ia mengambilnya, baik kebenaran itu bersama temannya mapun bersama musuhnya; karena ia mencari kebenaran. Adapun jika tolok ukur kebenarannya manusia maka ini merupkan agama kaum jahiliyah.
Misalnya : sebagaimana yang disebutkan Allah tentang Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab dan ahli ilmu. Yahudi menolak kebenaran yang ada pada kaum Nasrani, dan Nasrani menolak kebenaran yang ada pada kaum Yahudi. Sebagaimana firman Allah:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ
“Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan “. ( QS. al-Baqarah : 113 ).
Yang membawa mereka kepada sikap tersebut adalah hawa nafsu. Ketika Yahudi membenci Nasrani mereka pun menolak kebenaran yang ada pada mereka, ( demikian pula ) ketika Nasrani membenci Yahudi mereka menolak kebenaran yang ada pada mereka, “padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab”, yang memerintahkan mereka untuk menerima kebenaran; “Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu”. ( QS. al-Baqarah : 113).
Maka orang-orang yang tidak memiliki kitab suci bersikap seperti ini, setiap sekte mengkafirkan sekte yang lain serta menolak kebenaran yang ada padanya.
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
(HR. Abu Dawud, Ahmad, Hakim dan lainya).
Kesimpulannya: yang wajib bagi seorang muslim adalah menjauhi cara-cara orang Yahudi dan Nasrani; yaitu mengingkari kebenaran jika kebenaran itu bersama pihak yang tidak ia suka. Maka janganlah kebencianmu kepada seseorang menjadikan kamu menolak kebenaran yang ada padanya.
Fenomena seperti ini ada pada zaman ini; jika sebuah kelompok atau sebuah jamaah membenci salah seorang ulama maka merekapun menolak kebenaran yang ada padanya. Kebencian mereka terhadap ulama tersebut membuat mereka menolak kebenaran yang ada padanya, menyembunyikannya, tidak membutuhkannya, melarang karya-karyanya, kaset-kasetnya, meskipun kebenaran. Mengapa? bukan karena apa-apa selain karena mereka tidak suka dengan ulama tersebut.
Yang wajib bagi anda adalah menerima kebenaran meskipun kebenaran itu bersama orang yang tidak anda sukai. Janganlah permusuhan pribadi dan hawa nafsu menjadi penghalang dari menerima kebenaran.
Nabi ﷺ, ketika beliau didatangi seorang Yahudi dan berkata : “Sesungguhnya kalian berbuat syirik, kalian berkata : sebagaimana kehendak Allah dan kehendak Muhammad”, Nabi pun memerintahkan mereka (para sahabat ) untuk mengatakan : Atas kehendak Allah semata dan bukan atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad.
Maka Nabi menerima kebenaran tersebut dan memerintahkan sahabatnya untuk meninggalkan yang salah.
Demikian pula pendeta Yahudi yang mendatangi Nabi seraya berkata : “Sesungguhnya Allah melipat langit dengan tanga kanan-Nya dan membawa gunung-gunung dengan jari-jari-Nya…” hingga akhir perkataannya. Maka Nabi tertawa hingga gusinya terlihat, membenarkan pendeta tersebut, dan Allah menurunkan firman-Nya :
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. az-Zumar : 67 ).
Ketika perkataan pendeta Yahudi tersebut sesuai dengan kebenaran, Nabi pun menerimanya dan senang dengannya.
Kesimpulannya : seorang muslim wajib atasnya menerima kebenaran dan janganlah masalah pribadi, kepentingan pribadi, serta kabar-kabar yang tersebar tentang ahli kebenaran, janganlah perkara tersebut membuatnya menolak kebenaran seorang ulama, bahkan ambil lah manfaat darinya. Bahkan jika ulama tersebut tidak istiqamah, meskipun celaan serta aib tentangnya benar. Tapi jika ia mengatakan kebenaran maka wajib untuk diterima, bukan karena (melihat) dirinya, akan tetapi karena kebenaran, inilah kewajiban. Maka bagi penutut ilmu hendaknya ia menempuh manhaj Rabbani ini, menerima kebenaran dari siapapun datangnya.
Ilmu adalah cahaya
Ilmu Allah ﷻ itu laksana lautan yang tidak bertepi, betapa banyak ilmu yang tidak kita pahami, bahkan seorang ulama berkata, jika kita luangkan waktu 100% untuk menuntut ilmu maka ilmu akan diberikan hanya setengah saja, apalagi jika hanya ngaji sambilan?
Dan ilmu adalah cahaya, memiliki sifat menerangi hati dan jiwa, membantu seseorang membedakan yang benar dari yang salah, dan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, cahaya ilmu ini tidak akan bersinar pada orang yang bermaksiat atau melakukan dosa, karena maksiat dapat menjadi penghalang bagi masuknya cahaya ilmu ke dalam hati.
Masalah Ke – 33: Kontradiksi Mereka Dalam Pengakuan dan Pengingkaran
Pengingkaran mereka terhadap perkara yang mereka akui sebagai bagian dari agama. Sebagaiman mereka lakukan dalam ibadah haji. Allah ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri “. ( QS. al-Baqarah : 130 ).
Yahudi mengklaim bahwa mereka berada di atas agama Ibrahim, namun ketika kiblat beralih ke Ka’bah yang dibangun oleh Ibrahim mereka pun mengingkari dengan keras, na’udzubillah, karena mereka tidak mengenal Ka’bah serta Haji yang termasuk agama Ibrahim, mereka menolak untuk menghadap kiblat, padahal mereka tahu hal tersebut adalah kebenaran, dan bahwa Ka’bah adalah rumah Allah dan dibangun Ibrahim atas perintah Allah, sebagaiman firman Allah:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah”. (QS. al-Hajj : 26 ).
Allah ﷻ juga berfirman :
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail “. (QS. al-baqarah : 127 ).
Maka Ka’bah termasuk bangunan Ibrahim atas perintah Allah, kiblatnya, namun mereka mengingkarinya. Demikian pula haji, termasuk ajaran agama Ibrahim, namun mereka mengingkarinya, namun kebencian mereka terhadap Muhammad membuat mereka ingkar terhadap semua ini.
Ka’bah merupakan warisan Ibrahim, menghadapnya ketika shalat, menuju kepadanya untuk ibadah haji dan umrah merupakan ajaran agama Ibrahim. Mereka menisbatkan diri kepada agama Ibrahim namun mengingkari syariatnya yang paling agung, ini merupakan kontradiksi yang sangat mengherankan.
Seperti itulah semua yang menisbatkan diri kepada Islam namun menolak sebagian hukum-hukumnya, seperti orang yang berkata : saya seorang muslim, kemudian ia thawaf di kuburan dan berdo’a kepadanya, mencari berkah darinya serta mengusapnya. Jika dikatakan kepadanya : ini syirik, ia tidak mau meniggalkannya, bahkan melanjutkan perbuatannya, bahkan membenci orang yang melarangnya, ini merupakan kontradiksi dalam penisbatan. Ia menisbatkan diri kepada Islam namun mengingkari syariatnya yang palling agung, yaitu tauhid.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم