بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Senin – Kitab Shahih Fiqh Sunnah
Karya: Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Hafidzahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Pertemuan 1: 17 Rabi’ul Awal 1447 / 08 September 2025
Masjid: At-Tauhid Al-Khor Community – Qatar


https://ia800508.us.archive.org/19/items/kajian-shahih-fikih-sunnah-ustadz-samsuril-wadi/Shahih%20Fikih%20Sunnah%201%20-%20Ustadz%20Samsuril%20Wadi%2008092025.mp3?_=1


Mukadimah

Beberapa alasan Ustadz memilih kitab ini untuk dibahas:

  1. Pengarang Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Murid Syaikh Musthofa Al ‘Adawi yang juga murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i Rahimahumullah, Beliau pengarang yang bisa dipegang (terpercaya) dan bisa dijadikan rujukan. Meskipun latar belakangnya seorang engineer, tidak menghalangi Beliau untuk mendalami ilmu syar’i.
  2. Tahkik dan Takhrijnya oleh Syaikh Nashirudin Albani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahumullah yang terkenal akan keilmuan mereka.
  3. Disebutkan dalam Mukadimah beliau memiliki banyak keistimewaan, meskipun ada kekurangan di bagian Akhir.
    • Dalam penulisanya, Metode penulisan kitab ini sangat bagus, dimana beliau sebutkan dalil suatu hukum baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kemudian menyebutkan perbedaan para ulama padanya. Dan ini tentu membutuhkan usaha dan waktu yang cukup lama. Semoga Allah Ta’ala membalas usaha beliau dengan pahala yang besar. Aamiin.
    • Setelah disebutkan perbedaan pendapat ulama, beliau mengambil pendapat beliau yang dilihat paling kuat dengan alasan-alasannya.

Faedah:

  • Dengan mempelajari perbedaan fiqh lintas madzhab, maka kita akan lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat.
  • Menghindari adanya ta’ashub (taklid buta) terhadap madzhab tertentu.

Mukadimah Penulis

Beliau menulis perbuatan-perbuatan hamba yang berkaitan dengan hukum syariat, yaitu menyembah kepada Allah ﷻ dengan sebenar-benarnya.

Pembahasan fikih sangat penting sesuai sabda Nabi ﷺ :

Dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” – (Muttafaqun ‘alaihi).

Demikian juga Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma yang didoakan Nabi ﷺ

اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah, pahamkanlah dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) tafsir kepadanya.” – (HR. Ahmad dalam al-Musnad, 1: 328 dengan sanad yang hasan)

Hingga akhirnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tumbuh sebagai anak muda yang cerdas dan unggul, memiliki pemahaman yang mengagumkan terhadap makna ayat Al-Qur’an.

Kemudian, pembahasan fikih ini sudah ada banyak ulama menjelaskannya, seperti hanya pembahasan satu madzhab saja, seperti Ibnu Suja’ untuk madzhab Syafi’i, ada juga yang sesuai madzhab di suatu negeri. Ada juga yang mengarang mendetail dengan dalil-dalil madzhab, ada juga dengan ijtihad dan penelitian yang mendalam.

Banyaknya karangan yang ada, terkadang masing-masing orang menggunakan sesuai dengan apa yang dia pelajari, maka dia akan mengatakan ini adalah madzhab yang bagus, ta’ashub dan meninggalkan pendapat yang lain.

Abu malik memberikan beberapa alasan-alasan penulisan buku ini:

  1. Adanya kekurangan dalam buku-buku Fikih lama baik dalam bentuknya maupun isinya, seperti dari segi bahasa menggunakan istilah-istilah lama yang tidak dipahami sekarang.
  2. Banyaknya kekurangan buku-buku Fikih modern, meskipun sudah tertata rapi dalam setiap babnya. Namun banyak dimasukkan ulama yang tidak dikenal, tidak diketahui sumber pengambilan pendapat dan tanpa melihat pendalilan yang lebih kuat.
  3. Perselisihan ulama hadits dan ulama fikih :
    – Ulama hadits yang hanya mencari sisi kesahihan haditsnya saja. Lebih memperhatikan asal.
    – Ulama fikih yang melihat secara langsung yang tidak memperhatikan kesahihan hadits yang dijadikan landasan.
    Padahal keduanya tidak bisa dipisahkan. Seperti dua sayap antara ilmu hadits dan fikih.

Itulah landasan utama diterbitkannya buku ini.

Fikih secara bahasa artinya memahami. Dan Secara syariah adalah ilmu tentang masalah-masalah agama.

Hukumnya fardhu ‘ain (karena berkaitan dengan masing-masing individu) seperti hukum istinja dan bersuci dan fardhu kifayah (jika sudah ada yang memahami maka cukup bagi yang lain untuk tidak mempelajarinya) seperti hukum waris.

Perkembangan Ilmu Fikih

Ada hal yang perlu dipahami, tahapan dalam syariat:

  1. Pada Masa Nabi ﷺ, tahapan pensyariatan, dari diutusnya Nabi ﷺ sampai tahun 11 H.
  2. Sebelum madzhab muncul sampai tahun 100 H.
  3. Tahapan Madzhab Fikih
  4. Masa kontemporer 1300 H sampai sekarang.

Ucapan Empat Imam Madzhab untuk Tidak Taklid

AL – IMAM ABU HANIFAH -رحمه الله- mengatakan,

“Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami tanpa mengetahui dari mana kami mengambilnya. ” Dalam riwayat lain, beliau mengatakan, ” Haram bagi siapapun yang tidak mengetahui dalil yang saya pakai untuk berfatwa dengan pendapat saya. Karena sesungguhnya kami adalah manusia, perkataan yang sekarang kami ucapkan, mungkin besok kami rujuk (kami tinggalkan).

AL – IMAM MALIK -رحمه الله- mengatakan,

“Saya hanyalah manusia biasa, mungkin salah dan mungkin benar. Maka perhatikanlah pendapatku, apabila sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka ambillah. Dan apabila tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.”

AL – IMAM ASY – SYAFI’I -رحمه الله- mengatakan,

“Semua permasalahan yang sudah disebut dalam Hadits yang shahih dari Rosulullah صلى الله عليه وسلم dan berbeda dengan pendapat saya, maka saya rujuk dari pendapat itu ketika saya masih hidup ataupun sudah mati.”

AL – IMAM AHMAD -رحمه الله- mengatakan,

“Janganlah kalian Taqlid kepadaku dan jangan Taqlid kepada Malik atau Asy – Syafi’i atau Al – Auza’i ataupun (Sufyan) Ats-Tsauri. Tapi ambillah (dalil) dari mana mereka mengambilnya.”

Tahapan 1: Masa Pensyariatan:

1. Masa Mekah (Al-ahdul maki)

  • Fokus pada dasar agama yaitu Tauhid.
  • Sedikit pensyariatan yang terperinci.

2. Masa Madinah (Al-ahdul Madani)

  • Melanjutkan perhatian tentang dasar agama.
  • Pensyariatan hukum dengan rinci.

Sumber Pensyariatan: Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan metode turunnya:

  • Ibtidai : Tidak ada asalnya (sebab turunnya) atau bukan karena pertanyaan.
  • Bisuaal: Timbul dari pertanyaan sahabat. Seperti masalah zihar (engkau seperti punggung ibuku) hingga turun surat Mujadilah.
  • Ada sebabnya : Seperti latar belakang puasa 10 Muharram.

Yang perlu dipahami dalam periode ini:

  1. Pensyariatan itu khusus pada masa itu.
  2. Sedikitnya peluang terjadinya ikhtilaf (perbedaan).
  3. Tahapan-tahapan syariat: baik pada pensyariatan hukum-hukum seperti Shalat, puasa dan lainnya atau pensyariatan satu hukum tertentu, seperti pengharaman khamr.
  4. Melatih sahabat untuk berijtihad. Seperti kasus junub pada musim dingin dan tidak tahu tayamum.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم