بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 52-3
Syarah: Prof. Dr. Khalid Utsman Ats-Tsabt 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
٥٢- باب فضل الرجاء
Bab 52: Keutamaan Roja’
Hadits-3 no. 442: Allah ﷻ Mengampuni Dosa-dosa Hamba-Nya Meskipun Seisi Bumi Asalkan Tidak Syirik
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: « قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي يَابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَابْنَ آدَم، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْاَْرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً » رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ . وَقَالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Dari Anas radhiyallahu anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti Aku mengampunkan dosa yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli berapa pun banyaknya. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu bagaikan awan di langit, kemudian kamu memohon keampunan kepada-Ku, pasti Aku mengampunimu. Wahai anak Adam, sesungguhnya seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi, kemudian kamu mengharap kepada-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku, maka Aku akan mengampuni dosa yang seisi bumi banyaknya itu.”
[HR. At-Tirmidzi no. 3540 Shahih Lighairihi karena banyak hadits penguat lainnya, dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Sahihul Jami no. 4338 dan As-Sahihah no. 127
Makna hadits qudsi secara istilah, dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin:
ما رواه النبي صلّى الله عليه وسلّم عن ربه – تعالى -، ويسمى أيضاً (الحديث الرباني والحديث الإلهي
“Hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Allah Ta’ala, dan disebut juga hadits rabbani dan hadits ilahi.” [Musthalahul Hadiits, 1/5, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin]
Beda Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
- Al-Qur’an adalah mukjizat dan hadits Qudsi bukan.
- Al-Qur’an dinukil secara mutawatir sedangkan Hadits Qudsi umumnya khabar Ahad, terkadang shahih, terkadang hasan, dan terkadang lemah.
- Al-Qur’an itu makna dan lafalnya dari Allah. Dan ia adalah wahyu Allah baik dalam lafal dan maknanya. Sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menurut pendapat yang shahih.
- Al-Quran tidak boleh diriwayatkan dengan makna dan hadits Qudsi boleh dengan makna.
- Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas ta’abbud (ibadah) dan dihitung pahala, Adapun membaca hadits qudsi bukan aktifitas ta’abbud dan tidak boleh dibaca pada qiraah dalam shalat. Namun orang yang membaca hadits qudsi mendapat pahala secara umum (tergantung niatnya, pent.) dan bukan pahala sepuluh kali lipat per huruf seperti yang disebutkan dalam hadits.
- Al-Qur’an dinisbatkan kepada Allah secara mutlak. Maka ketika menukil Al-Qur’an kita mengatakan, “Allah berfirman….”. Sedangkan hadits qudsi, sebagaimana sudah disebutkan, terkadang dalam bentuk penyandaran kepada Allah ﷻ terkadang kepada Rasulullah ﷺ.
Hadits ini menyebutkan tiga hal untuk mendapatkan ampunan :
1. Berdo’a disertai Harapan.
Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits qudsi di atas, yang artinya, “Hai anak keturunan Adam ! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap kepada-Ku, Aku mengampuni atas apa saja (dosa) darimu dan Aku tidak peduli…”
Maksudnya, kendati dosa-dosa dan kesalahanmu amat banyak, itu semua tidak terlalu besar bagi-Ku dan Aku tidak menganggapnya banyak.
Adam maknanya dari tanah. Adam adalah Abul Basyar (bapaknya manusia) secara umum adalah nabi Adam alaihi salam. Anak adam artinya seluruh manusia baik muslim atau kafir dan Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah Abul Basyar kedua. Beliau menjadi bapak seluruh manusia. Karena setelah banjir bandang, hanya orang di kapal Nuh yang selamat. Namun tidak ada satupun yang berketurunan, selain Nuh ‘alaihis salam.
Kendati dosa-dosa seorang hamba itu besar, namun maaf dan ampunan Allâh lebih besar daripada dosa-dosa tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allâh. Sesugguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [az-Zumar/39:53]
2. Senantiasa Istighfar.
Hai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli
Istighfâr ialah meminta maghfirah (ampunan) sementara maghfirah adalah perlindungan dari pengaruh buruk dosa-dosa.
Seringkali kata istighfâr disebutkan beriringan dengan kata taubat. Ketika kedua kata ini beriringan, maka istighfâr itu artinya permohonan ampun dengan lisan, sedangkan taubat artinya berhenti dari dosa-dosa dengan hati dan seluruh organ tubuh.
3. Tauhid Merupakan Faktor Terbesar Penyebab Ampunan
Hai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa hampir sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.
Tauhid merupakan faktor terbesar penyebab ampunan. Barangsiapa tidak mempunyai tauhid, ia tidak mendapatkan ampunan. Barangsiapa membawa tauhid, sungguh ia membawa aspek terbesar penyebab ampunan. Allâh Azza wa Jalla berfiman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki…” [an-Nisâ’/4:48]
Jika tauhid seorang hamba dan keikhlasan kepada Allâh sempurna, syarat-syaratnya ditunaikan dengan hati, lisan dan anggota tubuhnya, atau dengan hati dan lisannya ketika hendak meninggal dunia, maka itu semua menyebabkan dirinya mendapatkan ampunan dari dosa-dosa silamnya dan menghalanginya masuk neraka.
Hati-hati dari Kedzaliman
Hati-hati dari perbuatan dzalim (menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya) meskipun hanya bercanda, karena barangkali yang dicandai bisa merasa sakit hati dan tidak mampu membalas. Atau tidak mau membayar hutang, saling ejek dan lainnya.
Kompensasi dari berbuat dzalim, ada dua:
- Jika punya pahala kebaikan seperti pahala shalat dan puasa, maka akan dibagi-bagikan kepada mereka yang didzalimi di dunia dan belum selesai perkaranya artinya belum ada maaf dan memaafkan.
- Jika yang mendzalimi (mencela dan memaki) sudah habis pahalanya, maka dosa orang yang didzalimi akan ditimpakan dam diberikan kepada orang yang menzalimi.
Inilah yang disebut dengan orang yang bangkrut atau “muflis” di hari kiamat berdasarkan hadits berikut,
أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?”
Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”
Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”
(HR. Muslim).
- Keluasan karunia serta kemurahan Allah ﷻ bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu.
- Perintah agar senantiasa memohon ampunan, berdoa, dan berharap kepada Allah ﷻ.
- Keutamaan tauhid, sehingga dosa sebanyak dan seburuk apa pun bisa diharapkan akan mendapatkan ampunan dari Allah ﷻ, selama pelakunya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم