بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 52-2
Syarah: Prof. Dr. Khalid Utsman Ats-Tsabt 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
٥٢- باب فضل الرجاء
Bab 52: Keutamaan Roja’
١/٤٤٠-وعن أَبي هريرة، رضيَ اللَّه عنه، عن رَسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنَّهُ قَالَ: “قالَ اللَّه، عَزَّ وَجلَّ، أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدي بِي، وأَنَا مَعَهُ حَيْثُ يَذْكُرُني، وَاللَّهِ للَّهُ أَفْرَحُ بتَوْبةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ يجدُ ضالَّتَهُ بالْفَلاةِ، وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْراً، تَقرَّبْتُ إِلَيْهُ ذِرَاعاً، وَمَنْ تَقَرّبَ إِلَيَّ ذِراعاً، تقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعاً، وإِذَا أَقْبَلَ إِلَيَّ يمْشي، أَقبلتُ إلَيه أُهَرْوِلُ “متفقٌ عليه، وهذا لفظ إحدى رِوايات مسلم. وتقدم شرحه في الباب قبله.
ورُوِيَ في الصحيحين: “وأنا معه حين يذكرني”بالنون, وفي هذه الرواية”حيث”بالثاء وكلاهما صحيح.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman, “Aku menurut sangkaan hamba-Ku dan Aku sentiasa bersamanya selama dia mengingati Aku. Demi Allah, Allah lebih senang menerima taubat hamba-Nya melebihi senangnya seseorang di antara kamu semua yang menemukan kembali barangnya yang telah hilang di tengah padang pasir. Barangsiapa yang mendekat pada-Ku dalam jarak sejengkal, maka Aku mendekat padanya dalam jarak sehasta dan barangsiapa yang mendekat pada-Ku dalam jarak sehasta, maka Aku mendekat padanya dalam jarak sedepa. Jikalau hamba-Ku itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan berlari kecil.” (Muttafaq ‘alaih)
Ini disebutkan dalam salah satu riwayat Imam Muslim. Tentang sejarahnya sudah diuraikan di muka dalam bab sebelumnya – lihat Hadis no. 412.
Diriwayatkan pula dalam kedua kitab shahih Wa ana ma’ahu bina yadzkuruni, dengan nun, sedang dalam riwayat di atas dengan kata haitsu dengan menggunakan tsa’. Keduanya adalah shahih.
- Kata عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي : Tergantung prasangka hamba-Ku dalam berharap kepada-Ku dan ber-husnuzhan kepada-Ku. –
- Kata ضَالَّتَهُ : Binatang tunggangannya yang hilang, yang dipunggungnya diletakkan berbagai bekal dan minuman.
- Kata الْفَلاَةِ : Tanah yang tidak terdapat air di atasnya (tandus).
- Penetapan sifat kalam (berbicara), senang, dan kedatangan bagi Allah. Kewajiban dalam hal aqidah ini dikategorikan pada penetapan tanpa diikuti dengan penyerupaan atau permisalan, serta penyucian tanpa adanya penghilangan.
- Perintah bersikap husnudzan (berprasangka baik) kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya serta segera bertaubat dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan berbagai ketaatan.
- Penetapan kebersamaan Allah ﷻ yang bersifat khusus dengan orang orang Mukmin, yang mana konsekuensinya adalah pemeliharaan, penjagaan, pemberian taufik, pertolongan, dan dukungan.
– Yang dimaksudkan di sini bukan kebersamaan Allah yang bersifat umum, yakni yang mencakup seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia mengetahui keadaan seluruh makhluk dengan ilmu-Nya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
٣/٤٤١-وعن جابِر بن عبدِ اللَّه، رضي اللَّه عنهما، أَنَّهُ سَمعَ النَبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، قَبْلَ موْتِهِ بثلاثَةِ أَيَّامٍ يقولُ: “لاَ يَمُوتَنّ أَحَدُكُم إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ باللَّه عزَّ وَجَلَّ “رواه مسلم
441. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu, bahwasanya dia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda tiga hari sebelum beliau wafat: “Jangan sampai salah seorang di antara kalian mati melainkan dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah ﷻ.”
- Makna لاَ يَمُوتَنّ أَحَدُكُم : Jangan sampai salah seorang dari kalian mati. Yakni, hendaklah dia berusaha supaya berada dalam keadaan berprasangka baik kepada-Nya ketika didatangi kematian.
- Makna يُحْسِنُ الظَّنَّ : Berbaik sangka. Maksudnya adalah mengharap rahmat dan maafnya.
“Demi Allah, sungguh Allah lebih senang dengan taubat Seorang hamba Nya melebihi senangnya salah seorang di antara kalian yang menemukan kembali binatang tunggangannya yang hilang di tengah padang pasir.”
Asalnya larangan (jangan sekali-kali) berarti ada pengharaman, maka berbaik sangka kepada Allah ﷻ hukumnya adalah wajib. Jika berbaik sangka kepada Allah ﷻ, maka dia akan mendapatkan apa yang dia harapkan.
Berbaik sangka ketika mati artinya dia akan menjumpai Allah ﷻ, Tuhan yang maha Pengampun, dia akan menghadap Dzat yang maha penyayang kepada hambaNya. Maka, hendaknya dalam kondisi sehat yang lebih kuat adalah rasa takut, hingga dapat membentengi dia dari sesuatu yang diharamkan. Tetapi, sebagian ulama berpendapat hendaknya seimbang antara takut dan roja.
Dalilnya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang pemuda yang sedang menjelang sakaratul maut (saat menjelang kematian), maka beliau bertanya kepada pemuda tersebut:
«كَيْفَ تَجِدُكَ؟». قَالَ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّى أَرْجُو اللَّهَ وَإِنِّى أَخَافُ ذُنُوبِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ «لاَ يَجْتَمِعَانِ فِى قَلْبِ عَبْدٍ فِى مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ» رواه الترمذي وابن ماجه وغيرهما.
“Apa yang kamu rasakan (dalam hatimu) saat ini?”. Dia menjawab: “Demi Allah, wahai Rasulullah, sungguh (saat ini) aku (benar-benar) mengharapkan (rahmat) Allah dan aku (benar-benar) takut akan (siksaan-Nya akibat dari) dosa-dosaku”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah terkumpul dua sifat ini (berharap dan takut) dalam hati seorang hamba dalam kondisi seperti ini kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkannya dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutkannya”.
HR at-Tirmidzi (no. 983), Ibnu Majah (no. 4261) dan al-Baihaqi dalam “Syu’abul iman” (no. 1001 dan 1002), dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi, al-Mundziri dan syaikh al-Albani dalam “Shahihut targiib wat tarhiib” (no. 3383).
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan adanya sifat berharap dan takut kepada Allah secara seimbang dalam diri seorang hamba, sekaligus menunjukkan keutamaan bersangka baik kepada Allah Ta’ala, terutama pada waktu sakit dan saat menjelang kematian.
Demikian juga kisah-kisah para ulama yang menangis hingga kematiannya, takut akan azab Allah ﷻ.
Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata Maka, hendaknya berbaik sangka kepada Allah ﷻ setelah beribadah, seperti Allah ﷻ menerima shalat kita, kalau tidak, maka ini hanya angan-angan. Dan berbaik sangka diimbangi dengan amalan yang menuntutnya, jika tidak ada amalan-amalan shalih, maka hanya omong kosong belaka.
Peringatan!
Ada yang mengatakan: “Di dalam hadits tersebut terdapat larangan meninggal dunia dalam keadaan tidak berhusnuzh zhan kepada Allah ﷻ. Namun, yang demikian itu di luar kemampuan makhluk, karena hal itu berarti pembebanan di luar kemampuan hamba.”
Menjawab hal tersebut dapat dikatakan, yang dimaksudkan adalah berprasangka baik kepada Allah ﷻ: dan mengambil beberapa sebab yang mengantarkan kepada hal tersebut dengan memperbaiki amal perbuatan dan benar dalam berkeyakinan, agar kematian datang kepada seseorang ketika dia dalam keadaan seperti itu.
Yang demikian itu sama sebagaimana firman Allah ﷻ:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali ‘Imran (31: 102)
- Tekad kuat Nabi untuk membimbing umatnya, serta kasih sayang beliau kepadanya dalam semua keadaannya meskipun beliau sedang sakit yang mengantarkan beliau kepada kematian. Beliau senantiasa menasihati dan menunjukkan umat Islam untuk menempuh jalan keselamatan. Semoga Allah memberi beliau sebaik-baik balasan.
- Larangan keras untuk berputus asa, serta perintah untuk berharap, khususnya pada saat akan meninggal dunia.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم