بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 13 Dzulqa’dah 1446 / 11 Mei 2025
KITAB SHALAT
BAB TENTANG ORANG YANG TIDAK SAH MENJADI IMAM SHALAT
Imamah dalam shalat adalah tanggung jawab yang sangat besar. Ia membutuhkan kualifikasi yang wajib dimiliki oleh seorang imam, atau dianjurkan untuk dimiliki oleh seorang imam. Imam juga harus terbebas dari beberapa kriteria yang dapat menghalanginya mengemban tugas ini, atau yang dapat mengurangi kapasitas dirinya sebagai imam, yaitu sebagai berikut:
ORANG FASIK TIDAK BOLEH MENJADI IMAM SHALAT
Orang fasik adalah orang yang telah menyimpang dari garis istiqamah karena melakukan salah satu dosa besar yang tidak sampai ke batas kemusyrikan.
Fasik ada dua jenis: Fasik secara amalan, dan fasik secara keyakinan.
- Fasik secara amalan adalah seperti orang yang melakukan perbuatan zina, mencuri, meminum minuman keras dan sejenisnya.
- Fasik secara keyakinan adalah seperti keyakinan faham Syi’ah Rafidhah, Mu’tazilah dan Jahmiyyah.
- Rafidhah adalah suatu aliran yang menisbatkan dirinya kepada syiah (pengikut) ahlul bait, namun mereka berlepas diri (baro’) dari Abu Bakar dan Umar bin Khathab, serta seluruh sahabat yang lain kecuali beberapa dari mereka, juga mengkafirkan dan mencela mereka.
Sebagian ulama menyatakan bahwa sebab penamaan Rafidhah adalah karena mereka meninggalkan dan menolak (rofadho) kepemimpinan (imaamah) Abu Bakar dan Umar. Dengan meyakini bahwa kepemimpinan yang seharusnya sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah ditangan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhum.
- Mu’tazilah adalah sebutan untuk sebuah kelompok menyimpang yang muncul pada awal abad ke-2 Hijriyah. Kelompok ini didirikan oleh Washil bin Atha’, ketika ia banyak berbicara tentang hukum pelaku dosa besar dan mengatakan bahwa pelaku dosa besar fil manzilah bayna manzilatain (berada di antara dua posisi), yaitu bukan mukmin dan bukan kafir. Ia menyatakan hal ini saat berada dalam majelis Hasan al-Bashri rahimahullah, seorang ulama besar tabi’in. Lalu akhirnya Washil bin Atha’ memisahkan diri dari majelis Hasan al-Bashri karena persoalan ini, sehingga sejak itu mereka disebut Mu’tazilah).
Penyimpangan dari Mu’tazilah adalah:
- Menolak semua sifat Allah.
- Dalam masalah takdir, Mu’tazilah adalah Qadariyyah yaitu menolak takdir.
- Menyatakan Al-Qur’an itu makhluk (bukan kalamullah).
- Mirip dengan Khawarij yaitu menganggap pelaku dosa besar kekal dalam neraka.
- Orang mukmin dianggap tidak masuk neraka, namun cuma mendatangi saja. Karena kalau masuk neraka, tak mungkin keluar lagi dari neraka sama sekali.
- Menganggap bahwa surga dan neraka tidak kekal (akan fana).
- Menyatakan Allah di mana-mana, di setiap tempat (Allah bi kulli makan).
- Mengingkari adanya siksa kubur.
- Jahmiyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan At-Tirmidzi. Dahulu, ia adalah seorang ulama dan ahli fikih. Ia disebutkan sebagai salah satu ulama madzhab Hanafi. Namun, ia memiliki perhatian besar terhadap ilmu logika.
Kelompok ini secara totalitas mengingkari nama dan sifat Allāh Ta’āla dengan pertimbangan bahwa menetapkan nama dan sifat Allāh akan terjatuh dalam penyerupaan kepada Allāh Ta’āla.
Sedangkan penyerupaan kepada Allāh adalah sebuah kekafiran, maka mereka ingkari nama dan sifat Allāh Ta’āla tersebut. Ini yang paling parah.
*****
Haram hukumnya mengangkat imam yang fasik. Karena orang yang fasik tidak dapat diterima beritanya. Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟
“Hai orang-ordng yang beriman, jika datang kepadamu ordng fasik, membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti…” (QS. Al-Hujuraat: 6)
Karena berita orang fasik tidak diterima, maka dia tidak bisa di percayai dalam perkara syarat-syarat shalat dan hukum-hukumnya. Disamping itu, orang fasik adalah teladan buruk bagi orang lain, menjadikannya sebagai imam akan menimbulkan banyak madharat.
Nabi ﷺ bersabda: “seorang wanita tidak boleh menjadi imam bagi pria. Seorang Arab badui tidak boleh mengimami muslim yang sudah berhijrah. Orang yang fasik, tidak boleh mengimami seorang mukmin, kecuali apabila ia dipaksa oleh orang yang berkuasa, sementara ia takut menghadapi ancaman pedang dan cambuknya.”
Simpul dalilnya adalah ungkapan, “…Orang yang fasik tidak boleh mengimami orang mukmin…” Orang fasik adalah orang yang melenceng dari kebenaran.
Shalat bermakmum kepada orang fasik adalah dilarang. Orang seperti itu tidak boleh diangkat menjadi imam, selagi masih dapat dihindarkan. Pihak-pihak berwenang dilarang mengangkat orang fasik menjadi imam shalat. Sebab mereka diperintahkan untuk memerhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Karenanya, mereka tidak boleh memposisikan kaum muslimin dalam shalat yang mereka tidak sukai. Bahkan para ulama berbeda pendapat tentang sah tidaknya shalat bermakmum kepada orang fasik. Bila kenyataanya demikian, maka hal yang semacam itu harus dihindarkan dari mereka.
1. Imam mempunyai tanggung jawab yang besar.
Abu Hurairah -Radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
اَلِْإمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مَؤْتَمَنٌ اَللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِيْنَ
“Imam adalah penanggung jawab dan Muadzin adalah yang diberi amanah, Ya Allah berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib)
Makna اَلِْإمَامُ ضَامِنٌ adalah tanggung jawab dalam hal penyempurnaan shalat.
2. Orang yang fasik tidak layak menjadi imam shalat.
Keabsahan shalat dibelakang orang fasik para ulama berbeda pendapat, dan bagi makmum hukumnya makruh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmu Fatawa 23/358: Para Imam sepakat makruhnya shalat di belakang orang fasik tapi para ulama berselisih tentang sah atau tidaknya shalat di belakang imam orang yang fasik:
1. Tidak sah, pendapat imam Malik dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat.
Mustafa Ar-Raiban berkata: Tidak sah shalat di belakang imam orang yang fasik secara mutlak. Baik fasik itikad atau amali, Maka tidak sah dijadikan imam.
2. Hukumnya sah, menurut jumhur Ulama dari Syafi’i yah, Hanafiyah dan Malikiyah. Namun hukumnya makruh. Mereka berdalil dengan hadits:
- Dari Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
Mereka mengimami kalian shalat; apabila mereka benar, maka kalian mendapatkan pahalanya; dan apabila mereka salah, kalian tetap mendapatkan pahalanya, dan dosanya ditanggung oleh mereka. [HR al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab al Adzan, Bab Idza lam Yutim al Imam wa Atamma Man Khalfaha, no. 653].
- Imam Bukhari meriwayatkan, Amalan para sahabat pada zaman al Hajaj bin Yusuf ats Tsaqafi, di antaranya Ibnu ‘Umar yang shalat di belakang al Hajjaj, sedangkan al Hajjaj adalah seorang fasiq.
- Ini adalah suatu kaedah yang disebutkan oleh Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumthi’. Kaedahnya adalah,
كل من صحت صلاته صحت إمامته
“Setiap orang yang sah shalatnya (ketika sendirian), maka sah shalatnya ketika menjadi imam” (Syarhul Mumthi’, 4: 217, 227, 236, dan 238).
- Keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ
Hendaknya yang menjadi imam shalat suatu kaum adalah yang paling hafal al Qur`an. [HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab al Masaajid wa Mawadhi’ Shalat, Bab Man Ahaqqu bil Imamah, no. 1709].
Hal ini mencakup fasiq, dan yang lainnya.
Hukum Shalat Di Belakang Ahlul Bid’ah
1. Jika bid’ah yang dilakukan adalah bid’ah mukaffiroh (yang mengeluarkan pelakunya dari Islam), maka tidak boleh shalat di belakang imam seamcam itu. Semisal imam tersebut kebiasaannya adalah pengagung kubur dan bertawasul pada penghuni kubur dan beristighotsah kepada selain Allah, seperti ini adalah bid’ah mukaffiroh (pelakunya jadi batal Islamnya).
2. Jika bid’ah yang dilakukan oleh imam adalah bid’ah yang bukan mukaffiroh (artinya tidak sampai mengkafirkan pelakunya), seperti shalat di belakang orang yang merayakan Maulid Nabi, maka boleh dan sah shalat di belakang imam semacam itu.
Ibnu Abi Zamaniin meriwayatkan dari Syabib ia mengatakan: Bahwa Najdah Al Haruri (orang khowarij) bersama teman-temannya datang (ke Makkah) maka ia melakukan perjanjian damai dengan Ibnu Zubair (yang menguasai Makkah saat itu, pent) lalu ia (Najdah) mengimami orang-orang selama sehari semalam dan Ibnu Az-Zubair sehari semalam, maka Ibnu Umar shalat di belakang mereka berdua, Sehingga seseorang mengkritik Ibnu Umar lantas beliau menjawab: Kalau mereka menyeru, ‘Mari kepada amal yang baik’, maka kita menyambutnya, dan jika mereka menyeru, ‘Mari kita bunuh jiwa’, maka kami mengatakan: Tidak!!. Dan beliau mengeraskan suaranya.
[‘Usulussunnah karya Ibnu Abi Zamanin : 3/1003 dinukil dari Mauqif ahlissunah, dan Al-Baihaqi meriwayatkan yang semakna: 3/122 dalam As-Sunanul kubra]
*****
Orang yang tidak mampu melakukan rukuk atau sujud, atau duduk di antara dua sujud dan sejenisnya, tidak boleh menjadi imam, kecuali untuk orang yang semisal dengannya,yakni orang yang juga tidak dapat melaksanakan sebuah rukun atau syarat dalam shalat.
Ulama berbeda pendapat tentang bermakmum kepada orang yang tidak mampu melakukan shalat dengan sempurna:
1. Jumhur ulama dari Malikiyah dan Ulama Hanabilah menyatakan tidak sah jika imam tidak mampu melakukan rukun shalat seperti rukuk atau sujud.
2. Pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah, Hukumnya boleh. Imam Asy Syafi’i dan para sahabatnya berhujjah dengan hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat sakit yang shalat dalam keadaan duduk, sementara makmum berjama’ah dengan berdiri.
Pendapat yang rajih adalah boleh, seperti dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dan Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumthi’. Kaedahnya adalah,
كل من صحت صلاته صحت إمامته
“Setiap orang yang sah shalatnya (ketika sendirian), maka sah shalatnya ketika menjadi imam” (Syarhul Mumthi’, 4: 217, 227, 236, dan 238).
Jika imam ada udzur seperti tidak mampu rukuk :
1. Jika imam di awal shalat mulai dalam keadaan duduk, maka makmum mengikuti dengan cara duduk.
2. Jika di awal shalat imam berdiri, dan di pertengahan ada udzur, maka makmum menyempurnakan shalat dalam keadaan berdiri.
3. Jika imam rukuk dan sujud dengan isyarat, maka makmum melakukannya dengan sempurna.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم