بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: Doha, 9 Jumadil Akhir 1447 / 30 November 2025


https://ia800902.us.archive.org/6/items/kumpulan-kajian-assunnah-qatar/Bab%20Jenazah%20Shalat%20Jenazah%20-%20Lanjutan%20Ustadz%20Hanafi.mp3?_=1

KITAB SHALAT
Bab Tentang Hukum-hukum Jenazah | Bagian Ke-12

Kelima: Hukum-hukum Seputar Shalat Jenazah – Bagian 2

Rukun-rukun Shalat Jenazah:

– Berdiri dalam shalat.
– Bertakbir empat kali. (Yaitu bacaan takbir, bukan mengangkat tangannya).
– Membaca al-Fatihah.
– Bershalawat kepada Nabi ﷺ.
– Berdo’a untuk mayit. (Inti shalat jenazah).
– Melakukan hal-hal tersebut secara berurutan.
– Salam.

Do’a dalam Shalat Jenazah

Tidak ada do’a khusus dalam shalat jenazah. Namun yang afdhal adalah seperti yang disebutkan Nabi ﷺ dalam sunnah-sunnah yang ma’tsur.

Ibnu Abdil Barr Rahimahumullah dalam kitab Al-Istidzkar 3/38 berkata: Menurut seluruh ulama, tidak ada do’a-do’a tertentu dalam shalat jenazah.

Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, mendoakan mayit yang utama yang matsur adalah yang datang dari Nabi ﷺ jika seseorang menghafalnya, namun jika tidak hafal, maka silakan berdo’a apa saja selama ditujukan untuk mayit (Syarah Al-Mumthi’ 5/164).

Hukum membaca do’a setelah takbir keempat

Masalah ini ahli ilmu rahimahumullah berbeda pendapat,

Terdapat dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 16/128: “Kemudian takbir yang keempat dan tidak ada doa setelah (takbir) keempat. Dan ini yang Nampak dalam mazhab Hanafiyah dan Hanabilah. Dikatakan dalam mazhab Hanafiyah membaca (Rabban Atina Fiddunya hasanah .. dst) (yang lainnya) mengatakan (Rabban La tuzigh qulubana.. dst). Pendapat lain mengatakan memilih antara diam dan berdoa. Sementara menurut Syafiiyyah dan Malikiyah, berdoa setelah takbir keempat.”

Pendapat dianjurkan berdoa setelah takbir keempat itu yang lebih mendekati kebenaran.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalil akan anjurannya maksudnya bagi yang mengatakan dianjurkannya adalah:

أن عبد الله بن أبي أوفى رضي الله عنهما كبر على جنازة بنت له فقام بعد التكبيرة الرابعة قدر ما بين التكبيرتين يستغفر لها ويدعو , ثم قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصنع هكذا.

Sesungguhnya Abdullah bin Abu Aufa radhiallahu anhuma takbir untuk anak perempuannya. Setelah takbir yang keempat, beliau berdiri seperti di antara dua takbir (sebelumnya) untuk memohonkan ampunan dan berdoa untuknya. Kemudian setelah itu beliau mengatakan, “Biasanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam melaksanakan seperti ini.”

Dalam redaksi yang lain,

كبر أربعاً فمكث ساعة حتى ظننا أنه سيكبر خمساً, ثم سلم عن يمينه وعن شماله, فلما انصرف قلنا له ، فقال : إني لا أزيدكم على ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يصنع, أو هكذا صنع رسول الله صلى الله عليه وسلم (رواه الحاكم في المستدرك والبيهقي قال الحاكم : حديث صحيح)

“Beliau takbir yang keempat dan berhenti lama sampai kami mengira akan takbir yang kelima. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri. Ketika selesai kami katakan kepada beliau, kemudian beliau mengatakan, “Sesungguhnya saya tidak menambah apa yang saya lihat dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam lakukan. Atau beginilah yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam.” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak. Baihaqi dan Hakim mengatakan, “Hadits shahih”)

Syarh Al-Muhadzab, 5/199.

Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya terdapat dalil dianjurkanya berdoa setelah takbir terakhir sebelum salam. Di dalamnya juga ada perbedaan dalam masalah ini. Yang terkuat adalah dianjurkan (berdoa) berdasarkan hadits ini.” (Nailul Authar, 4/80)

  • Tidak disyariatkan mengangkat tangan pada saat membaca do’a dalam shalat jenazah. Ini tidak pernah dipraktekkan oleh nabi dan para sahabat (Pendapat madzhab Syafi’i)
  • Tidak disyariatkan untuk memohon ampun atau mendo’akan jenazah yang belum baligh, karena baginya belum ada dosa karena tidak ada hukum padanya. Dan dia bisa memberi syafa’at. (Imam Al-Bughuti dalam Kasyaf Al-Qina 2/115).

Jumlah Salam dalam Shalat Jenazah

  • Satu kali salam ke kanan: Mayoritas ulama berpendapat bahwa salam cukup dilakukan satu kali ke arah kanan saja. Ini didasarkan pada amalan para sahabat Nabi yang diriwayatkan hanya melakukan salam sekali, seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Abu Hurairah.

Ibnu Qudamah mengatakan,

التسليم على الجنازة تسليمة واحدة، عن ستة من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وليس فيه اختلاف إلا عن إبراهيم. وروي تسليمة واحدة عن علي، وابن عمر، وابن عباس، وجابر، وأبي هريرة، وأنس بن مالك، وابن أبي أوفى، وواثلة بن الأسقع.

Salam ketika shalat jenazah dilakukan sekali, menurut riwayat dari 6 sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada perbedaan dalam hal ini kecuali dari Ibrahim. Dan diriwayatkan salam sekali dari beberapa sahabat Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Ibnu Abi Aufa, dan Watsilah bin Asqa’,

Diantara yang mendasari pendapat jumhur ulama adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَكَبَّرَ عَلَيْهَا أَرْبَعًا وَسَلَّمَ تَسْلِيمَةً وَاحِدَةً

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat jenazah, beliau bertakbir 4 kali dan melakukan salam sekali. (HR. ad-Daruquthni 1839 dan dishahihkan al-Albani)

  • Dua kali salam ke kanan dan ke kiri: Pendapat ini menyamakan shalat jenazah dengan salat fardhu biasa yang memiliki salam dua kali. Meskipun demikian, terdapat riwayat bahwa Rasulullah ﷺ pernah melakukan satu kali salam, dan ini dianggap lebih sesuai dengan sunah (amalan yang diajarkan dan dicontohkan).

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa salam dalam shalat jenazah dilakukan 2 kali, berdasarkan hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,

ثلاث خلال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعلهن تركهن الناس، إحداهن التسليم على الجنازة مثل التسليم في الصلاة

Ada 3 sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau rutinkan, tapi ditinggalkan masyarakat. salah satunya, salam ketika shalat jenazah sebagaimana salam ketika shalat wajib. (HR. Baihaqi dalam as-Sughra, 7239 dan dihasankan al-Albani).

Sikap makmum: mengikuti imam dalam salam.

Sunnah-sunnah Shalat Jenazah:

1. Mengangkat tangan setiap kali takbir.

– Pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat disunnahkan mengangkat tangan di setiap takbir.

Dalam masalah ini terdapat hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dihasankan oleh asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah dan dihasankan pula oleh selain beliau. Mereka bersandar kepada hadits ini dan kepada perbuatan Ibnu ‘Umar sendiri, serta kepada amalan mayoritas ‘ulama dari kalangan shahabat dan yang lainnya. Semua ini menguatkan satu.

– Menurut Hanafiyah disunnahkan ketika takbiratul ihrom saja.

asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Shahih al-Bukhari berkata, “yakni bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengangkat kedua tangannya pada semua takbir (shalat jenazah). Inilah sunnah. Adapun yang berpendapat tidak mengangkat tangan kecuali hanya pada takbir pertama maka itu adalah pendapat yang tertolak.

2. Membaca ta’awudz sebelum memulai bacaan (al-Fatihah).

3. Berdo’a untuk kebaikan dirinya dan kaum muslimin.

4. Membaca bacaan/dzikir shalat tanpa diperdengarkan.

5. Berhenti sejenak setelah takbir keempat dan sebelum salam.

6. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, di atas dada.

7. Menoleh ke kanan setelah salam.

Posisi Imam di depan Jenazah

Yang rajih:
1. Untuk jenazah laki-laki sejajar kepala.
2. Untuk Jenazah perempuan sejajar bagian tengah.

Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا

“Aku pernah di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menyalati jenazah wanita yang meninggal pada masa nifasnya. Beliau berdiri (sejajar dengan) bagian tengah jenazah tersebut.” (HR. Bukhari no. 1332 dan Muslim no. 964)

Hadis di atas adalah dalil disyariatkan bagi imam salat jenazah untuk berdiri sejajar di tengah-tengah jenazah ketika yang disalatkan adalah jenazah perempuan. Adapun jika jenazahnya laki-laki, yang disyariatkan adalah imam berdiri sejajar dengan bagian kepala jenazah. Pendapat yang membedakan posisi imam ketika jenazah laki-laki atau perempuan ini merupakan pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan juga pendapat yang sahih dari mazhab Syafi’iyyah. (Lihat Al-Ausath, 5: 418; Al-Majmu’, 5: 224-225; dan Al-Mughni, 3: 452)

 

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta padaMu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun padaMu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم