ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 30: 1 Safar 1447 / 26 Juli 2025
Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah. 37 Masail sebelumnya dapat disimak di link archive berikut ini: https://tinyurl.com/2p9sra27
Masalah Ke – 38: Mereka Mengingkari Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Pengingkaran dalam sifat seperti dalam firman Allah ﷻ:
وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لا يَعْلَمُ كَثِيراً مِمَّا تَعْمَلُونَ
“akan tetapi kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan “. (QS. Fussilat : 22 ).
Yang dimaksud dengan sifat yakni sifat Allah yang ditetapkan untuk dirinya. Ilhad secara bahasa artinya: menyimpang (miring) dari istiqamah. (seperti halnya liang lahad yang artinya miring dalam kuburan).
Ilhad yang dimaksud dalam hal ini yaitu penyimpangan dalam sifat Allah ﷻ dari pemahaman yang benar yang sudah tetap, diantaranya meniadakan sifat tersebut dari Allah ﷻ. Maka, meniadakan sifat merupakan ilhad ( pengingkaran ), karena miring dari kebenaran dan menyimpang darinya. Kaum jahiliyah mengingkari sifat-sifat Allah, yakni mereka menolaknya dan meniadakannya dari Allah. Dalilnya adalah firman Allah:
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلا أَبْصَارُكُمْ وَلا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لا يَعْلَمُ كَثِيراً مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. Fussilat : 22 ).
Karena mereka menyangka bahwa Allah tidak mengetahui banyak amal perbuatan mereka, maka mereka pun meniadakan sifat ilmu dari Allah.
Ini petunjuk dalil dari ayat, karena al-ilmu adalah sifat yang agung diantara sifat-sifat Allah. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang tersembunyi suatu pun dari amal perbuatan hamba-Nya atau selain itu :
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ
“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati “. (QS. at-Taghabun : 4 ).
Mengetahui yang telah terjadi dan yang akan terjadi, juga mengetahui apa yang belum terjadi jika terjadi bagaimana akan terjadi. Maka ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Barangsiapa mengira bahwa Allah tidak mengetahui sebagian amal perbuatannya maka ia termasuk orang yang mengingkari sifat Allah, meniadakan sifat al-Ilmu.
Kemudian Allah ﷻ berfirman :
وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ
“Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu”. (QS. Fussilat : 23 ).
Yakni telah menjadikanmu berada dalam kebinasaan.
فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. ( QS. Fussilat : 23 ).
Maka ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang meniadakan salah satu sifat dari sifat-sifat Allah maka ia menyerupai kaum Jahiliyah, diancam dengan ancaman yang paling keras. Oleh karena itu, orang-orang yang meniadakan sifat-sifat Allah – Jahmiyah, Mu’tazilah, Asya’irah, dan Maturidiyah – terlah mewarisi prilaku yang buruk ini dari kaum jahiliyah. Mereka terancam dengan ancaman yang keras dan mereka telah berprasangka buruk terhadap Allah.
Termasuk diantara pengingkaran terhadap sifat Allah yaitu mentakwilnya dan memalingkannya dari maknanya yang benar kepada makna yang batil, seperti mentakwil istiwa ( bersemayam ) dengan istila ( menguasai ), dan mentakwil yad ( tangan ) dengan qudrah ( kekuasaan ), dan lain-lain. Juga termasuk pengingkaran dalam sifat Allah yaitu menyerahkan maknanya kepada Allah serta menolak makna yang ditunjukkan oleh nashnya.
Istiwa Allah ﷻ di Atas Arsy
Firman Allah al-Aziiz:
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
“(Yaitu) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” [Thaahaa/20: 5]
Ketika Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:
اْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.
“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.”
Kemudian Imam Malik rahimahullah menyuruh orang tersebut pergi dari majelisnya. [Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawi (I/171), Mukhtasharul ‘Uluw lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 141)].
*****
Masalah Ke-39: Mereka Melakukan Ilhad di dalam Nama-nama Allah
Mengingkari nama-nama Allah ﷻ, sebagaiman firman Allah ﷻ:
وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ
“dan mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah “. (QS. ar-Ra’du : 30 ).
Kaum Jahiliyah mengingkari sifat-sifat dan nama-nama Allah, mereka meniadakannya, sebagaimana firman Allah : “dan mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”. (QS. ar-Ra’du : 30 ).
Arrahmaan termasuk nama Allah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah hendak menulis perdamaian antara dirinya dengan kaum musyrikin di Hudaibiyah, datanglah Suhail bin Amru, kemudian ia berkata : “berikan kami catatan, tulislah sebuah catatan antara kami dan kalian”, maka Nabi pun memanggil seorang pencatat, kemudian Nabi berkata : “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Lantas Suhail berkata : “adapun kata ‘arrahmaan’ aku tidak tahu apa artinya”. Mereka mengatakan : “kami tidak tahu makna ‘arrahman’ kecuali rahman Yamamah – yakni Musailimah – karena Musailamah dipanggil dengan ‘arrahman’, kemudian Allah menurunkan ayat:
كَذَلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا أُمَمٌ لِتَتْلُوَ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ قُلْ هُوَ رَبِّي لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ
“Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah: “Dialah Tuhanku tidak ada Tuhan selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat”. (QS. ar-Ra’du : 30 ).
Maka, kaum musyrikin mengingari nama-nama Allah, maka firqah-firqah sesat yang meniadakan nama-nama Allah seperti Jahmiyah, atau meniadakan makna-maknanya namun menetapkan lafal-lafalnya seperti Mu’tazilah, atau meniadakan sebagian sifat-sifat-Nya dan menetapkan sebagiannya seperti Asy’ariyah, maka mereka pewaris kaum Jahiliyah.
*****
Masalah Ke-40: Mengingkari Keberadaan Allah ﷻ
Tha’til , seperti perkataan firaun dan pengikutnya.
Tha’til asal katanya yaitu mengosongkan sesuatu. Dikatakan: ‘athlul makaan, jika tempat dikosongkan. Dikatakan juga: imra’ah ‘athil, yakni wanita kosong dari perhiasan. Maka Ta’thil yaitu mengosongkan sesuatu dari selainnya.
Ta’thil yang dimaksud di sini yaitu mengosongkan alam semesta dari penciptanya dan meniadakan pencipta alam ini. Alam ini tidaklah melainkan hasil proses alam, begitulah perkataan mereka.
Adapun Muathilah yaitu Firaun, ia berkata:
يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
“Hai kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku “. ( QS. al-Qashash : 38 ).
Perkataan ini merupakan kesombongan dan pengingkaran terhadap kebenaran.
Jenis-jenis Ilhad (penyimpangan dalam sifat Allah):
1. Mengingkari sebagian nama-nama Allah ﷻ atau keseluruhan, seperti mengingkari nama Allah ﷻ Ar-Rahman dan mengandung sifat Rahman. (Mereka menyebut mengandung nama saja tanpa sifat), padahal setiap nama pasti mengandung Dzat. Dengan alasan, nama dan sifat merupakan sesuatu yang berbeda, na’udzubillahmindalik.
Kadiah: keyakinan terhadap nama dan sifat Allah ﷻ sama dengan keyakinan terhadap nama dan sifat Allah ﷻ yang lainnya. Maksudnya, sebagaimana kita meyakini nama-nama dan sifat Allah ﷻ maka keyakinan itulah yang dipakai kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ yang lainnya.
Seperti sebagian masyarakat menerima sifat Allah ﷻ yang duapuluh (sifat khobar – tanpa dalil), seperti sifat wujud dan qidam, tetapi menetapkan sebagai sifat Allah ﷻ memerlukan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan ini tidak ditemukan, maka cukup menyatakan adzahir wal bathin, awal wal akhir (sudah mencakup di dalamnya sifat wujud, qidam dan baqa).
2. Menamakan Allah ﷻ bukan dengan namaNya.
Seperti orang-orang Nasrani memanggil roh Kudus, bapa, dan lainya.
Nama Allah ﷻ tidak bisa bisa diutak atik, seperti nama Nuzul (turun) disifati Allah ﷻ Maha Turun (ini keliru).
Kaidah : setiap nama dari nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ, bersifat taukifiyah (harus ada dalil), dan boleh mengeluarkan sifat dari nama Allah ﷻ, tetapi tidak kebalikannya.
Yaitu, memberikan nama kepada Allah dengan nama yang tidak disebutkan oleh Allah ﷻ. Tindakan semacam ini disebut ilhad karena nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala bersifat tauqifi (ditetapkan oleh Al-Qur’an dan sunah), maka tidak halal untuk menamakan Allah dengan nama yang Allah tidak menamakan diri-Nya dengan nama-nama tersebut, karena hal itu termasuk mengatakan tentang Allah tanpa pengetahuan dan memusuhi hak Allah.
3. Meyakini bahwa nama-nama ini menunjukkan sifat-sifat makhluk, lalu membuat bukti-bukti permisalannya.
Tindakan semacam ini disebut dengan ilhad karena orang yang meyakini bahwa nama-nama Allah menunjukkan permisalan atau penyerupaan Allah terhadap makhluk-Nya, yang demikian telah mengeluarkan makna nama-nama tersebut dari maksud yang sebenarnya dan condong kepada makhluk karena berpaling dari istiqomah, serta menjadikan perkataan Allah dan Rasul-Nya sebagai jalan menuju kekafiran, kareana memisalkan Allah dengan makluk-Nya adalah kafir dan mendustakan firman Allah,
“Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
4. Memberikan nama-nama patung yang diambil dari nama-nama Allah, seperti memberikan nama Lata dari kata Ilah, Uzza dari kata Aziz, dan Manat dari kata Al-Manan.
Tindakan semacam ini disebut ilhad karena nama-nama Allah itu khusus untuk-Nya, maka tidak boleh memindahkan makna-makna itu kepada makhluk-makhluk tertentu agar dia disembah, karena tidak ada sesuatu pun yang berhak disembah kecuali Allah. Ini termasuk ilhad terhadap nama-nama Allah.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم