Pada Zaman Shahabat
PERBEDAAN
PENDAPAT
46 Awal Munculnya
Perbedaan
Sebab Perbedaan
Pendapat Sahabat
Pertama: Diantara Sahabat Ada Yang Pernah Mendengar Sebuah Hukum Dalam
Suatu Kasus Atau Fatwa Dari Rasulullah, Sementara Sahabat Yang Lain Tidak
Mendengarnya, Lalu Ia Berijtihad Dengan Pendapatnya Mengenai Hal Itu
Ketika mereka berpencar-pencar
diberbagai daerah dan mereka menjadi
panutan disana.
4. Mereka tidak mendengar
hadits sama sekali
Contohnya, Ibnu Mas’ud pernah ditanya tentang seorang
wanita yang ditinggal mati suaminya. Sementara suami wanita
itu belum menetapkan berapa mahar yang akan diberikan
kepada si istri. Ibnu Mas’ud tidak menjumpai hadits, akhirnya
melakukan ijtihad dengan pendapatnya dan memutuskan
bahwa wanita tersebut berhak menerima mahar seperti
mahar yang diberikan suaminya kepada istrinya yang lain,
tidak lebih dan tidak kurang. Wanita itu juga memiliki masa
'iddah, dan berhak mendapatkan harta warisan dari
suaminya. Kemudian berdirilah Ma'qal bin Yassar dan
bersaksi, Rasulullah pernah memberi keputusan seperti itu.
Mendengar itu Ibnu Mas’ud sangat bergembira.
Contohnya, Abu Hurairah berpendapat, barangsiapa yang pada pagi
hari di bulan Ramadhan dalam keadaan junub, maka puasanya tidak
sah, hingga ia mendengar hadits dari sebagian istri Rasulullah yang
bertentangan dengan pendapatnya, lalu ia mencabut pendapatnya itu.
Contohnya, Fathimah binti Qais memberikan persaksiannya dihadapan
Umar bin al-Khaththab, ia ditalak dengan talak tiga, dan Rasulullah
memutuskan bahwa dirinya tidak berhak lagi menerima nafkah dan tempat
tinggal. Namun Umar menolak persaksiannya seraya berkata, “Tidak
mungkin kita meninggalkan al-Quran hanya berdasarkan ucapan seorang
wanita yang tidak diketahui: apakah ia berkata benar atau dusta”.
Contohnya, Ibnu Amr pernah memerintahkan kepada para istrinya, apabila mandi junub, agar membuka
semua ikatan pintalan rambut. Aisyah menjelaskan dahulu beliau mandi bersama Rasulullah dari satu
bejana, dan hanya menuangkan air ke kepalanya sebanyak tiga cidukan tangan, tidak lebih dari itu.
1. Hasil ijtihad mereka
sesuai dengan hadits
2. Terjadi adu argumentasi antara
kedua sahabat tersebut. Hingga nyata
baginya sisi pendalilan dari sebuah
hadits, lalu mencabut hasil ijtihad
yang dilakukannya dan kembali
kepada hadits yang telah didengarnya
3. Suatu hadits sampai kepada mereka.
Namun, menurut perkiraan mereka,
kemungkinan besar tidak seperti itu.
Bahkan mereka meragukan
kebenaran hadits tersebut
Pada masa Nabi
(Masa Tasyri’),
permasalahan
langsung diputuskan
oleh beliau.
Samsuril Wadi