PERKEMBANGAN ILMU FIQIH
DARI MASA KEMASA
(Diringkas dari Penjelasan Dr. Amir Bahjat dan
Kitab Shohih Fiqih Sunnah)
Disusun oleh:
Samsuril Wa’di, S.H., M.Pd., Ph.D.,
Kajian Rutin Senin Pagi di Masjid At-Tawheed
Al-Khor Community Qatar (2025/1447)
FIQIH
Objek
Sumber Ilmu
Keutamaan
Pengertian
Hukum
Mempelajari
Bahasa
Syariat
Istilah
Pemahaman
Ilmu tentang masalah-masalah
agama secara umum
Ilmu tentang hukum-hukum syariat far'iyah
(cabang) atau ilmu tentang hukum-hukum
syariat amaliyah (praktis) yang berkaitan
dengan perbuatan mukallaf
Keutamaan umum menuntut ilmu syari
Keutamaan khusus ilmu fiqih
Fardhu ‘Ain
Fardhu Kifayah
Perbuatan hamba dari segi keterkaitan hukum syariat
dengannya
Kembali kepada ilmu ushul fikih secara
rinci. Ilmu ushul menjelaskan bahwa ia
bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah dan ijma’
Samsuril Wadi
Imam Ibnul Jauzi
rahimahullah berkata:
"Dalil terbesar atas
keutamaan sesuatu
adalah melihat hasilnya,
dan barangsiapa yang
merenungkan hasil
fikih, ia akan
mengetahui bahwa ia
adalah ilmu yang paling
utama."
(Ibnul Jauzi, Saydul
Khatir, hlm. 100)
1
TAHAPAN-
TAHAPAN
FIQIH
Tahap Pertama: Masa Tasyri'
(Legislasi) (sampai 11 H)
Tahap Ketiga: Masa Mazhab
Fiqih (Kira kira sampai 1.300 H)
Tahap Kedua: Masa Fiqih
Sebelum Mazhab Fiqih (Kira
kira sampai 100 H)
Khusus pada masa kenabian.
Setelah wafatnya Nabi
Muhammad , tasyri'
terhenti.
Tahap sebelum mazhab-
mazhab ini meliputi masa
sahabat dan masa tabi'in
Tahap Keempat: Era Modern
(sejak 1.300 H sampai saat ini)
Metode pembagian para peneliti dan penulis buku terhadap sejarah fiqih bervariasi, itu terjadi karena
pembagian mereka terhadap tahapan-tahapan yang dilaluinya. Ada yang membagi fiqih pada masa kenabian,
fiqih pada masa sahabat, fiqih pada masa tabi'in, fiqih pada masa Abbasiyah, fiqih pada masa mazhab-mazhab,
dan seterusnya. Ada yang membaginya menjadi 6 tahapan bahkan ada yang lebih, Ada pula yang membaginya
menjadi 4 tahapan: masa kanak-kanak, masa muda, masa dewasa, dan masa tua. Ada juga yang membagi
menjadi masa stagnasi dan taklid, kemudian masa kebangkitan modern. Namun disini Dr. Amir bahjat merasa
yang lebih sesuai dan mudah diingat adalah pembagian 4 tahapan disertai penjelasannya.
2
Para ulama membahas tahapan fiqih,
dalam beberapa kitab, diantaranya:
Madkhal ila al-Fiqh al-Islami (Pengantar
Fiqih Islam), Madkhal ila asy-Syari'ah al-
Islamiyah (Pengantar Syariat Islam),
Tarikh al-Fiqh al-Islami (Sejarah Fiqih
Islam), maupun Tarikh at-Tasyri' (Sejarah
Legislasi), sebagian besar buku-buku ini
berputar pada satu poros yang sama.
Samsuril Wadi
TAHAP PERTAMA:
MASA TASYRI' (LEGISLASI)
(SAMPAI 11 H)
MASA
TASYRI'
(LEGISLASI)
Sejarah
Sumber-
Sumber
Tasyri'
Mulai sejak
diutusnya Nabi
Muhammad
dan berakhir
dengan wafatnya
beliau
As-Sunnah
Al-Qur'an
Karena suatu sebab
peristiwa tertentu
Tasyri' dalam arti menciptakan hukum syariat hanya khusus pada tahap ini.
Fase Mekkah
Fase Madinah
Secara ibtida' (permulaan)
Perhatian tasyri' ilahi terhadap ushuluddin tetap
berlanjut.
Tasyrihukum-hukum yang bersifat rinci.
Tadarruj (Bertahap) dalam Tasyri'
Karena Sebab pertanyaan
Ciri-Ciri
Penting
Minimnya Peluang Perbedaan
Pendapat Fiqih
Mendidik para sahabat dan
mengajarkan serta
membimbing mereka dalam
fiqih, fatwa, dan ijtihad.
Berfokus pada ushuluddin (pokok-pokok agama)
(berfokus bukan terbatas)
Sedikitnya tasyri' yang bersifat rinci.
Tadarruj dalam pensyariatan hukum
Tadarruj dalam pensyariatan satu hukum
3
Kitab Al-Fikr As-Sami fi
Tarikh Al-Fiqh Al-Islami
karya Al-Hajwi Ats-
Tsa'labi.
Adapun IJMA’ adalah
kesepakatan ulama suatu
zaman setelah Nabi
Muhammad atas
suatu hukum syariat.
Perkataan sahabat adalah hujjah (dalil). Ijtihad
para sahabat dan tabi'in setelah wafatnya Nabi
, tidak disebut tasyri', melainkan ijtihad.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa sahabat yang
berfatwa pada masa Nabi Muhammad berjumlah empat
belas orang, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
Abdurrahman bin Auf, Mu'adz bin Jabal, Ammar bin Yasir,
Hudzaifah, Zaid bin Tsabit, Ibnu Ad-Darda', Abu Musa,
Ubay bin Ka'ab, Ubadah bin Ash-Shamit, dan Ibnu Mas'ud.
Samsuril Wadi
TAHAP KEDUA:
MASA FIQIH SEBELUM
MAZHAB FIQIH
(KIRA KIRA SAMPAI 100 H)
MASA
FIQIH
SEBELUM
MAZHAB
FIQIH
Masa Sahabat
Sumber-Sumber
Fiqih Tahap Ini
Masa Tabi’in
Setelah wafatnya Nabi Muhammad , tasyri' terhenti, tetapi ijtihad, istinbath (pengambilan hukum), fatwa, dan
fiqih terus berlanjut. Para sahabat mengambil hukum dari Al-Qur'an dan As-Sunah, kemudian memberikan fatwa
kepada orang-orang. Sejumlah sahabat yang ahli fiqih muncul, tetapi mereka berbeda dalam banyaknya
riwayat fiqih dan fatwa yang dinukil dari mereka.
Kemudian muncul setelah itu sejumlah ahli fiqih dari kalangan Tabi’in yang belajar dari para sahabat, maka
terbentuklah tingkatan Sahabat dan Tabi’in dalam Fase Fiqih Sebelum Madzhab-Madzhab Fiqih.
Sumber yang Musnad
(dengan sanad)
Sumber yang Tidak
Musnad
Mushannaf Abdurrazzaq
Ash-Shan'ani
Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah
Al-Ausath karya Ibnu Al-
Mundzir
Kitab-kitab fiqih muqaran
(fiqih Khilaf/ perbandingan
mazhab) secara umum.
4
Samsuril Wadi
Sahabat yang fatwa-nya banyak diriwayatkan berjumlah 130 orang, sebagaimana yang disebutkan
oleh Imam Ibnu Hazm dan dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam I'lam Al-Muwaqqi'in.
Fatwa-fatwa dari masing-masing
mereka dapat dikumpulkan dalam
satu bagian yang sangat kecil.
SAHABAT
YANG BANYAK
BERFATWA
Fatwa dari setiap mereka dapat
dikumpulkan menjadi satu jilid tebal.
Al-Mutawassithun
(Fatwa dalam jumlah sedang)
• Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu
• Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
• Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu
• Aisyah binti Abi Bakar radhiyallahu anha
• Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu
• Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu
• Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu
13
• Abu Bakar radhiyallahu 'anhu (paling alim)
• Utsman radhiyallahu 'anhu
• Ummu Salamah radhiyallahu 'anha
• Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
• Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu
• Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
• Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu
• Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu 'anhu
• Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu
• Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu
• Sa'ad bin Abi Waqqas radhiyallahu 'anhu
• Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhu.
• Abu Ad-Darda' radhiyallahu 'anhu
• Al-Hasan radhiyallahu 'anhu
• Al-Husain radhiyallahu 'anhu
• Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu
• Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu
• Asma' binti Abu Bakar radhiyallahu 'anha
• Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu
Tsauban radhiyallahu 'anhu
• Buraidah radhiyallahu 'anhu
• Dan lain-lain radhiyallahu ta'ala 'anhum.
Fatwa-fatwa mereka semua dapat
dikumpulkan dalam satu bagian
kecil, setelah meneliti dengan
menelaah.
Al-Muktsirun
(Yang Banyak Berfatwa) 7
Al-Muqillun
(Fatwa dalam jumlah sedikit) 110
5
Semua sahabat adalah ahli ijtihad bil-
quwwah (karena mereka menyaksikan
turunnya wahyu dan bahasa Arab
adalah bahasa mereka yang fasih),
bukan ijtihad bil-fi'l (secara aktual).
Adapun yang meriwayatkan fatwa dan
menjadi mufti atau qadhi (hakim), tidak
semua sahabat melakukannya.
Samsuril Wadi
MADRASAH
MADINAH
Abdullah
bin Abbas
MADRASAH FIKIH
MASA SHAHABAT
Zaid bin
Tsabit
MADRASAH
MAKKAH
MADRASAH
IRAK/KUFAH
Abdullah
bin Umar
Abdullah bin
Mas’ud
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah ta'ala berkata dalam I'lam Al-Muwaqqi'in: Fikih dan ilmu tersebar di
kalangan umat melalui murid-murid Ibnu Mas'ud, murid-murid Zaid bin Tsabit, murid-murid Abdullah
bin Umar, dan murid-murid Abdullah bin Abbas”.
Pendirinya
6
Imam Malik berkata:
"Imam orang-orang di
Madinah setelah Umar
adalah Zaid bin Tsabit,
dan imam orang-orang
setelahnya adalah
Abdullah bin Umar."
Umar radhiyallahu 'anhu pernah
mengutus Ibnu Mas'ud ke Irak, ke
Kufah, dan berkata kepada
penduduk Kufah: "Belajarlah
darinya. Demi Allah, aku telah
mengutamakan kalian dengannya
daripada diriku sendiri."
Samsuril Wadi
MADINAH
KUFAH
FIQIH PADA
MASA TABIIN
MAKKAH
BASHRAH
SYAM
YAMAN
Tujuh Fuqaha
(Al-Fuqaha As-
Sab'ah)
Alqamah (bin
Qais An-
Nakha'i)
Atha' (bin Abi
Rabah)
Al-Hasan (bin
Yasar Al-Bashri)
Makhul Asy-
Syami
Thowus Bin
Kaisan
Salim (bin
Abdullah bin
Umar
Ibrahim An-
Nakha'i
Thawus (bin
Kaisan)
Muhammad
bin Sirin
Nafi’
(maula/budak
Ibnu Umar)
Hammad (bin
Abi Sulaiman)
Mujahid (bin
Jabr)
Abu Qilabah
(Abdullah bin
Zaid Al-Jarmi)
Az-Zuhri
(Muhammad bin
Ubaidullah bin
Syihab Az-Zuhri)
Abu Hanifah
Ikrimah
(maula Ibnu
Abbas)
Qatadah (bin
Di'amah As-
Sadusi)
Ubaidullah (bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud)
Urwah (bin Az-Zubair)
Qasim (bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq)
Sa'id (bin Al-Musayyib)
Abu Bakar (bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam)
Sulaiman (bin Yasar)
Kharijah (bin Zaid bin Tsabit)
Masruq (bin
Al-Ajda')
Abidah (As-
Salmani)
Syuraih Al-
Qadhi
7
Samsuril Wadi
MADRASAH
MADINAH
Ibnu Abbas
MADRASAH FIKIH
MASA SHAHABAT
& TURUNANNYA
Ibnu Tsabit
MADRASAH
MAKKAH
MADRASAH
IRAK/KUFAH
Ibnu Umar Ibnu Mas’ud
Alqomah
Ibrahim
Hammad
Abu Hanifah
Muhammad bin Al-
Hasan Asy-Syaibani
Amr bin Dinar
Sufyan bin Uyainah
Nafi’
Salim
Az-Zuhri
Malik
Asy-Syafi’i
Ahmad bin Hambal Abu Yusuf
8
Samsuril Wadi
TAHAP KETIGA:
MASA MAZHAB FIQIH
(KIRA-KIRA SAMPAI 1.300 H)
MAZHAB-
MAZHAB
YANG TELAH
PUNAH
Mazhab Sufyan Ats-
Tsauri
Mazhab Imam Abu Amr
Abdurrahman bin Amr
Al-Auza’i di Syam
Mazhab Imam Hasan
Al-Bashri
Mazhab Abu
Muhammad Sufyan bin
Uyainah, berasal dari
Kufah, tinggal di Mekah
Mazhab Abu Tsaur
Mazhab Al-Laits bin
Sa’ad Al-Ashfahany,
tinggal di Mesir
Mazhab Ishak Bin
Rahawaih
Mazhab Ibnu Jarir
Ath-Thobari
(Maliki & Syafi'i mengklaim dia)
W110 H W161 H
W157 H W175 H
W198 H W228 H
W240 H W310 H
9
Bukan berarti bahwa
perkataan mereka tidak
ada lagi dalam kitab-kitab,
tetapi banyak tersebar.
Samsuril Wadi
4 IMAM
MADZHAB
Imam Malik
(Mazhab Maliky)
Imam Abu Hanifah
(Mazhab Hanafy)
Imam Asy-Syafi’I
(Mazhab Syafi’iy)
Imam Ahmad
(Mazhab Hambaly)
150 H80 H
150 H 204 H
179 H93 H
241 H164 H
10
1
3
2
4
Samsuril Wadi
Abu
Hanifah
Tahun
Ilmu &
Kecerdasan
Ibadah &
Ketakwaan
Nama &
Nasab
An-Nu'man bin Tsabit bin Zuta atau Zauta, Ada perbedaan pendapat;
sebagian mengatakan beliau orang Persia, sebagian mengatakan
beliau orang Arab.
Disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar, dikatakan dari dua jalur
bahwa Abu Hanifah membaca seluruh Al-Qur'an dalam satu rakaat.
Abu 'Ashim An-Nabil berkata: “Abu Hanifah dijuluki Al-Watad (pasak)
karena banyaknya shalatnya”.
Beliau lahir pada tahun 80 Hijriah, dan wafat pada tahun 150 Hijriah.
Beliau pernah melihat Anas bin Malik radhiyallohu anhu.
Dikatakan kepada Imam Malik, “Apakah Anda pernah melihat Abu
Hanifah?” Beliau menjawab: “Ya, aku melihat seorang pria yang jika dia
berbicara kepadamu tentang tiang ini untuk menjadikannya emas, dia
akan mampu membuktikan argumennya”.
Seorang pria berkata kepadanya: Bertakwalah kepada Allah!?” Beliau
gemetar, wajahnya pucat, menunduk dan berkata: Semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan. Betapa butuhnya manusia setiap saat
kepada orang yang mengatakan hal seperti ini kepada mereka”.
Ibnu Mubarak berkata: “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”.
Imam Syafi'i rahimahullah berkata: Manusia dalam fikih adalah
tanggungan Abu Hanifah”.
11
Samsuril Wadi
Tahap Ketiga:
Stabilitas
Tahap Kedua:
Perluasan,
Pertumbuhan &
Penyebaran
(sampai 710 H)
Tahap Pertama:
Pembentukan &
Pengumpulan
(sampai 204 H)
Imam Abu Hanifah
Tahapan
Perkembangan
Mazhab Hanafi
& Ulama’nya
Abu Yusuf Al-Qadhi (113-183 H)
Muhammad bin Al-Hasan (W189 H)
Zufar bin Al-Hudzail (W 158 H)
Al-Hasan bin Ziyad Al-Lu’lu’i (W204 H)
Kitab Al-Kharaj Al-Mabsuth (Al-Ashl)
Al-Jami' Ash-Shaghir
Al-Jami' Al-Kabir
Az-Ziyadat
As-Siyar Al-Kabir
As-Siyar Ash-Shaghir
Zhahir Ar-Riwayah
Ath-Thahawi
As-Sarakhsi
Al-Kasani
Al-Karkhi
Al-Quduri
Al-Marghinani
An-Nasafi
Ibnu Nujaym Al-Hanafi Al-Bahr Ar-Ra'iq Syarh Kanz Ad-Daqa'iq
Ibnu Abidin Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Durr Al-Mukhtar Syarh
Tanwir Al-Abshar (Hasyiyah Ibnu Abidin )
Berkembang
secara kolektif
Mukhtashar Ath-Thahawi
Al-Mabsuth
Bada'i' Ash-Shana’i’
Mukhtashar Al-Karkhi
Mukhtashar Al-Quduri (Al-Kitab)
Bidayat Al-Mubtadi
Kanz Ad-Daqa'iq
Ringkasan Mazhab Imam Abu Hanifah rahimahullah: Mazhab Imam Abu Hanifah rahimahullah adalah mazhab yang berkembang secara kolektif. Beliau memiliki
majelis di mana fikih diajarkan, dan di dalamnya terdapat diskusi dan perdebatan. Terkadang mereka membahas satu masalah selama sebulan hingga mencapai
kesimpulan dan kemudian ditulis dalam kitab-kitab Zhahir Ar-Riwayah. Di antara tokoh mazhab ini adalah Imam Abu Yusuf Al-Qadhi, yang menjabat sebagai hakim di
Kekhalifahan Abbasiyah, dan juga Imam Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani. Keduanya dikenal sebagai Ash-Shahiban. Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani
menyusun kitab-kitab dalam mazhab Imam Abu Hanifah, di antaranya Al-Ashl (yang dikenal sebagai Al-Mabsuth), dan lain-lain. Mazhab ini melewati beberapa tahapan;
Tahap pertama adalah tahap pembentukan, penulisan, dan pengumpulan. Kemudian, para ulama mulai menelaah pendapat-pendapat yang dikumpulkan oleh Muhammad
bin Al-Hasan Asy-Syaibani, dan mereka menyusun kitab-kitab ringkasan, mengoreksi riwayat, dan menentukan mana yang menjadi pegangan dalam mazhab dan mana
yang tidak. Kemudian datanglah tahap berikutnya, yaitu tahap stabilitas, yang berfokus pada penjelasan matan-matan yang telah disusun.
12
(Syarh dari Tuhfat Al-Fuqaha’
Abu Al-Laits As-Samarqandi)
Al-Hidayah Syarh Al-Bidayah
Samsuril Wadi
Malik
bin
Anas
Tahun
Ilmu &
Kecerdasan
Ibadah &
Ketakwaan
Nama &
Nasab
Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashbahi. Terdapat perbedaan
pendapat mengenai nasab beliau setelah itu, namun disepakati bahwa
beliau berasal dari Qahthan. Beliau terkenal dengan Imam Darul Hijrah.
Saudari Imam Malik ditanya tentang kesibukannya di rumah, ia menjawab,
Kesibukannya adalah mushaf dan tilawah”.
Ibnu Wahb berkata: “Jika aku mau, aku bisa memenuhi papan-papanku dengan
perkataan Malik: 'Aku tidak tahu,' niscaya aku akan melakukannya.
Beliau lahir pada tahun 93 Hijriah, dan wafat pada tahun 179 Hijriah. Beliau
mengucapkan syahadat saat wafatnya, Kemudian beliau berkata: “Bagi Allah-
lah segala urusan, sebelum dan sesudah”.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Manusia benar-benar akan
mengendarai unta untuk mencari ilmu, lalu mereka tidak menemukan orang
yang lebih berilmu daripada ulama Madinah”. (HR. Tirmidzi). Sufyan bin
Uyainah mengatakan: bahwa itu adalah Malik”. Beliau berkata: “Tidak ada
yang seperti beliau di muka bumi ini”.
Ibnu Mahdi rahimahullah berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang
lebih disegani, lebih sempurna akalnya, dan lebih bertakwa daripada Malik”.
Beliau memenuhi syarat untuk berfatwa dan duduk untuk memberikan
manfaat pada usia 21 tahun. Namun, beliau tidak langsung berfatwa pada
usia 21 tahun begitu saja. Beliau berkata: “Aku tidak berfatwa kecuali setelah
70 orang alim yang berpengalaman bersaksi bahwa aku layak untuk itu”.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang beliau: “Jika para ulama
disebutkan, maka Malik adalah bintangnya”.
13
Samsuril Wadi
Tahap Ketiga:
Fase Stabilitas
Tahap Kedua:
Fase
Perkembangan
(sampai 616 H)
Tahap Pertama:
Fase
Perkembangan
(sampai 282 H)
Imam Malik
Tahapan
Perkembangan
Mazhab maliki
& Ulama’nya
Abdurrahman bin Al-Qasim (W191 H)
Asad bin Al-Furat
Sahnun
Muwattha'
Al-Mudawwanah
Imam Asyhab Al-Mishri (W204 H)
Ibnu Abi Zaid
Al-Qadhi Abdul Wahhab
Ibnu Abdil Barr
Al-Baji, Abu Al-Walid
Ibnu Rusyd (Al-Jadd)
Al-Qadhi Iyadh
Ibnu Al-Hajib Jami' Al-Ummahat
Al-Qarafi
Ar-Risalah
At-Talqin
Al-Kafi fi Fiqh Ahlil Madinah
Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatta'
Al-Muqaddimat Al-Mumahhidat
Al-Mustanbiqah
Masail Sahnun
Ibnu Wahb (W199 H) Al-Jami’
At-Tamhid -khusus sisi hadits
Al-Istidkar -khusus sisi fikih
Ihkam Al-Fushul
Adz-Dzakhirah
Khalil Mukhtashar Khalil
Al-Haththab Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Khalil
Ad-Dardir Asy-Syarh Al-Kabir 'ala Mukhtashar Khalil
Ad-Dasuqi Hasyiyah ala syarah Ad-Dardir
Al-Furuq
14
Samsuril Wadi
Asy-
Syafi’i
Tahun
Ilmu &
Kecerdasan
Ibadah &
Ketakwaan
Nama &
Nasab
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Nasabnya bertemu dengan Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada kakeknya Abdu Manaf.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi (murid Asy-Syafi’i) berkata: Beliau
mengkhatamkan Al-Qur'an di bulan Ramadan sebanyak 60 kali khatam”.
Al-Husain Al-Karabisi berkata: “Aku bermalam bersama Asy-Syafi’i, dan beliau
salat sekitar sepertiga malam. Aku tidak melihatnya menambah lebih dari 50
ayat, dan jika lebih, maka 100 ayat”.
Beliau lahir di Gaza pada tahun 150 Hijriah. Beliau wafat pada tahun 204
Hijriah di Mesir. Beliau melakukan perjalanan Pertama ke Mekkah (Sufyan
bin Uyainah) lalu ke Madinah (Malik) dan Baghdad (Muhammad bin Al-Hasan)
Beliau menghafal Al-Qur'an pada usia 7 tahun dan menghafal Al-Muwattha'
pada usia 10 tahun. Gurunya di Mekah, Muslim bin Khalid Az-Zanji,
mengizinkannya untuk berfatwa pada usia 15 tahun.
Ar-Rabi' bin Sulaiman berkata: Asy-Syafi’i membagi malam menjadi tiga
bagian: sepertiga untuk menulis, sepertiga untuk salat, dan sepertiga untuk
tidur”.
Sufyan bin Uyainah, guru Asy-Syafi’i, berkata: Asy-Syafi’i adalah orang
terbaik di zamannya”.
Imam Ahmad berkata: "Tidak ada seorang pun yang menyentuh tinta dan
pena kecuali Asy-Syafi’i memiliki kebaikan di lehernya“. Beliau juga berkata:
"Sesungguhnya Asy-Syafi’i seperti matahari bagi dunia dan seperti kesehatan
bagi manusia. Apakah ada yang bisa lepas dari keduanya?“.
15
Samsuril Wadi
Fase Awal
(Mazhab
Qadim/Lama)
Ketika beliau pindah ke Mesir,
beliau menyusun ulang
beberapa kitab tersebut. Karya-
karya, pandangan, dan ijtihad
yang beliau kemukakan di Mesir
FASE
MADZHAB
ASY-SYAFI’I
Ketika Imam Syafii pergi ke
Baghdad, beliau menyusun
kitab-kitab dalam fikih dan usul
fikih.
Fase Akhir
(Mazhab
Jadid/Baru)
Tidak diragukan lagi bahwa Mazhab Qadim dan Mazhab Jadid tidak berarti bahwa Imam Syafii menghapus
seluruh fikihnya di fase sebelumnya, lalu datang dengan fikih baru yang berbeda. Perbedaan ini hanya
terletak pada beberapa ijtihad dan beberapa masalah. Yang menjadi pegangan bagi mazhab Syafi’i adalah
Mazhab Jadid, yaitu yang beliau susun dalam kitabnya Ar-Risalah (yang juga disebut Ar-Risalah Al-Jadidah)
dan juga dalam kitabnya Al-Umm.
16
Samsuril Wadi
Tahap Ketiga: Fase
Pemurnian Mazhab
(At-Tahrir Al-Awwal)
Tahap Kedua:
Fase Perkembangan
dan Penyebaran
Tahap Pertama:
Fase Pendirian
(sampai 282 H)
Imam Asy-Syafi’i
Tahapan
Perkembangan
Mazhab
Asy-Syafi’i
& Ulama’nya
Al-Buwaiti
Ar-Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi
Al-Muzani
Al-Umm
Al-Qaffal
Al-Isfarayini
Al-Mawardi
Al-Juwaini
Abu Ishaq Asy-Syirazi
Al-Ghazali
Ar-Rafi'i Al-Muharrar
An-Nawawi
Al-Qaffal Al-Marwazi (Ash-Shogir)
Thariqah Al-Iraqiyyin (Metode Ulama Irak)
Al-Hawi Al-Kabir
Nihayatul Mathlab
Al-Muhadzdzab
Al-Wajiz
Al-Mukhtashar
Thariqah Al-
Khurasaniyyin
(Metode Ulama
Khurasan)
Minhaj At-Thalibin
(Al-Minhaj)
Ar-Ramli Nihayatul Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhaj
Ibnu Hajar Al-Haitami Tuhfatul Muhtaj Bisyarhi Al-Minhaj
Al- Mukhtasar
Beliau perawi kitab-kitab Syafii
Ibnu Suraij Al-Qaffal Asy-Syasyi (Al-Kabir)
Al-Wasith Al-Basith
Syarh Fath Al-Aziz -Syarh Al-Wajiz
Raudhat At-
Thalibin
Tahap Keempat:
Fase Pemurnian
Kedua Mazhab (At-
Tahrir Ats-Tsani)
17 Orang pertama penyusun kitab ilmu
usul fikih dengan nama Ar-Risalah
As-Subki, lalu
Al-Muthi’i
Al-MajmuSyarh
Al-Muhadzdzab
Al-Luma’ (Ushul Fiqh)
Samsuril Wadi
Ahmad
Tahun
Ilmu &
Kecerdasan
Ibadah &
Ketakwaan
Nama &
Nasab Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani
Abdullah putra Imam Ahmad berkata: Ayahku shalat setiap siang dan malam 300 rakaat.
Ketika beliau sakit karena luka-luka setelah dicambuk dan diseret, sakit itu
melemahkannya. Maka beliau shalat setiap siang dan malam 150 rakaat”.
Imam Ahmad berkata: “Aku tidak pernah menulis satu hadis pun kecuali aku telah
mengamalkannya. Sampai aku melewati hadits bahwa Nabi Muhammad
berbekam
dan memberi Abu Thayyib satu dinar, maka aku pun memberi tukang bekam satu dinar
ketika aku berbekam”.
Beliau lahir pada tahun 164 Hijriah dan wafat pada tahun 241 Hijriah. Ibnu Al-Jauzi
berkata: “Ahmad mengelilingi dunia dua kali untuk mengumpulkan Al-Musnad”.
Abdullah bin Ahmad berkata: “Abu Zur'ah berkata kepadaku, Ayahmu menghafal
beribu ribu hadits”. Lalu ditanyakan kepadanya, "Bagaimana engkau tahu?" Abu Zur'ah
menjawab, "Aku berdiskusi dengannya, lalu aku mengambil darinya semua bab hadits”.
Ar-Rabi' berkata: “Syafi’i berkata kepada kami, 'Ahmad adalah imam dalam delapan sifat:
Imam dalam hadits, Imam dalam fikih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al-Qur'an, Imam
dalam kefakiran, Imam dalam zuhud, Imam dalam wara' (kehati-hatian), Imam dalam
sunnah”.
Abdurrazzaq Ash-Shan'ani berkata: “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih
faqih dan lebih wara' daripada Ahmad bin Hanbal”.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku keluar dari Baghdad dan tidak meninggalkan
seorang pun di sana yang lebih utama, lebih berilmu, lebih faqih, dan lebih bertakwa
daripada Ahmad bin Hanbal”.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata: Wahai Abu Abdillah, jika hadis itu sahih menurut
kalian, beritahukanlah kepada kami agar kami kembali kepadanya. Kalian lebih
mengetahui tentang riwayat-riwayat yang sahih daripada kami”.
18
Samsuril Wadi
Tahap Ketiga:
Fase Stabilitas
Madzhab
Tahap Kedua:
Fase Pemurnian
dan Penyaringan
(At-Tahrir wat
Tanqih)
(sampai 885 H)
Tahap Pertama:
Fase Pendirian
(At-Ta’sis)
(sampai 403 H)
Imam Ahmad
Tahapan
Perkembangan
Mazhab
Hambali
& Ulama’nya
Ashab Al-Masail (pemilik masalah-
masalah lebih dari 100 orang)
Abu Bakar Al-Khallal
Ghulam Al-Khallal,
(Abu Bakar Abdul Aziz)
Beliau tidak mendokumentasikan mazhabnya
Al-Hasan bin Hamid
Al-Qadhi Abu Ya'la
Ibnu Qudamah (W620 H)
Ibnu Taimiyah (Aljadd)
Ibnu Muflih
Ala'uddin Al-Mardawi
Musa Al-Hajjawi -Syam Al-Iqna' li Thalib Al-Intifa'
Ibnu An-Najjar Al-
Futuhy Al-Mishri
Al-Muharrar
Al-Furu'
Al-Inshaf fi Ma'rifati Ar-Rajih min Al-Khilaf
Abu Al-Qasim Al-Khiraqi Al-Mukhtasar
Ar-Riwayatain walWajhain
Al-Mubdi' Syarh Al-Muqni
Al-Muntaha (Muntaha Al-Iradat)
Mar'i bin Yusuf Al-Karmi Ghayah Al-Muntaha fi Al-Jam'i
bain Al-Iqna' wal Muntaha
Manshur Al-Bahuti Kasyyaf Al-Qina' 'an Matn Al-Iqna'
Dalil Ath-Thalib li
Nail Al-Mathalib.
Masail Imam Abu Dawud
Shalih & Abdullah Imam Ahmad
Ishaq bin Manshur Al-Kausaj
Harb bin Ismail Al-Kirmani
Masail Ibnu Hani
Jami' Ulum Al-
Imam Ahmad
Zad Al-Musafir
Tahdzib Al-Ajwibah
Pendirian diwakili oleh Imam Ahmad.
Penyebaran oleh Ashab Al-Masail.
Pengumpulan oleh Al-Khallal.
Peringkasan oleh Al-Khiraqi.
Pengkodifikasian kaidah untuk istinbath
& pemahaman oleh Al-Hasan bin Hamid
At-Ta'liqah Al-Kabirah
Al-Mughni
Zad Al-Mustaqni'
19
Al-Kafi
Al-Muqni
Al-'Umdah
Muntaqa Al-Akhbar
Ar-Rawdh Al-Murbi' Umdat Ath-Thalib
Jika ingin mengetahui:
1. Nash-nash Imam Ahmad dalam
suatu masalah, merujuk ke Al-
Jami' li Ulum Al-Imam Ahmad.
2. Riwayat & berbagai pandangan
dalam suatu masalah, merujuk ke
Al-Inshaf karya Al-Mardawi.
3. Dalil-dalil mazhab, merujuk ke
Al-Mughni karya Ibnu Qudamah.
Asy-Syarh Al-Kabir karya Ibnu
Abi Umar. Al-Mumti' Syarh Al-
Muqni' karya Ibnu Al-Munajja.
Samsuril Wadi
Kondisi
Masyarakat Pada
Abad Pertama
dan Kedua
Ulama yang benar-benar meneliti dan memperhatikan al-
Quran, as-Sunnah, dan atsar, sehingga mereka memiliki
kemampuan untuk memberikan fatwa kepada masyarakat
dan memberikan jawaban atas berbagai peristiwa yang
terjadi. Di mana mereka lebih banyak memberikan jawaban
daripada mendiamkannya, dan golongan ini dinamakan
mujtahid.
Ulama yang memperoleh pengetahuan tentang al-Quran
dan as-Sunnah yang memungkinkan mereka mengetahui
prinsip-prinsip fiqih dan pokok-pokok permasalahannya
dengan dalil-dalilnya secara terperinci. Mereka
memperoleh pandangan secara umum tentang
permasalahan lainnya dari dalil-dalilnya, dan mendiamkan
sebagian yang lainnya. Mereka berkonsultasi dengan para
ulama, karena mereka tidak memiliki perlengkapan yang
sempurna sebagaimana yang dimiliki mujtahid mutlak.
Jadi, mereka adalah mujtahid di suatu persoalan, tapi
bukan mujtahid di persoalan lainnya.
Sikap Ulama’
Tidak bertaklid kepada
satu madzhab tertentu
Samsuril Wadi
20
Ibnu Hammam dalam at-Tahrir, berkata: Sekali
waktu mereka meminta fatwa kepada seseorang dan
pada waktu yang lain, mereka meminta fatwa pada
selainnya, tanpa berkomitmen dengan satu fatwa saja”.
Sikap
Bermadzhab
Pada Para
Mujtahid Setelah
Abad Kedua
Kemauannya yang terbesar ialah
mengetahui berbagai persoalan yang
pemah dijawab oleh para mujtahid
sebelumnya, yaitu dalil-dalilnya yang
terperinci, menelitinya kembali,
memperbaiki, dan mentarjih dalil
yang satu atas dalil yang lainnya. Ia
membetulkan sedikit dari pendapat-
pendapat yang pernah dikemukakan
imamnya, dan memberikan koreksian
Kemauannya yang terbesar ialah
mengetahui permasalahan yang
ditanyakan oleh orang yang meminta
fatwa kepadanya dari hal-hal yang
belum pernah dibicarakan oleh mufti
sebelumnya. Orang seperti ini lebih
membutuhkan imam yang dianutnya
dalam ushul yang membuka jalan
dalam semua permasalahan.
Sikap Ulama’
Muncul sikap bermadzhab pada mujtahid tertentu dan jarang sekali
ada orang yang tidak berpegang pada madzhab mujtahid tertentu.
Samsuril Wadi
21
Jika koreksi yang dilakukannya lebih
sedikit dibandingkan pendapatnya
yang sejalan (dengan pendapat imam
madzhab), maka ia dikategorikan
sebagai “Ashab al-Wujuhdalam
madzhab tersebut.
Jika koreksi yang dilakukannya lebih
banyak dibandingkan pendapatnya
yang sejalan (dengan pendapat imam
madzhab), maka penyendiriannya itu
tidak dikategorikan sebagai satu
aspek (wajh)” dalam madzhab
tersebut. Mereka dinamakan
Mujtahid al-Mutlaq al-Muntasib
(mujtahid mutlak tapi masih bernisbat
kepada madzhabnya).
Kadang tipe orang seperti ini
memberikan sejumlah koreksi
terhadap pendapat imamnya, dengan
al-Quran, as-Sunnah, atsar para salaf,
dan qiyas. Tetapi ini hanya sedikit, jika
dibandingkan dengan pendapat imam
yang disetujuinya. Orang seperti ini
disebut al-Mujtahid fi al-Madzhab
(mujtahid dalam madzhab).
Yang Terjadi Pada
Masyarakat
Setelah Abad
Keempat
Perdebatan yang sengit dalam
ilmu fiqih dan perinciannya
Merasa tenang dengan sikap
taklid yang mereka lakukan,
sehingga tanpa disadari
sedikit demi sedikit meresap
di dalam hati mereka
Kondisi masyarakat
menjadi tidak menentu
Samsuril Wadi
22
Orang sebelum mereka telah menulis berbagai buku tentang
ilmu kalam yang kebanyakan isinya adalah "konon katanya",
pemaparan dan jawaban, membuka jalan perdebatan
Perdebatan tidak akan pernah berhenti hingga adanya
pendapat yang jelas dari salah seorang Ulama’ terdahulu
tentang masalah yang diperdebatkan. Demikian juga, ketika
banyak para qadhi yang tidak amanah, maka fatwa mereka
tidak diterima, terkecuali jika masyarakat tidak ragu akan
kebenarannya karena pernah dijawab oleh Ulama’ sebelumnya
Muncul setelah itu, generasi yang bertaklid buta yang tidak
mampu membedakan antara yang hak dan batil, antara debat
dan istinbath. Akhirnya, tersebarlah sikap fanatik kepada
madzhab yang merupakan faktor pemicu tercerai-berainya
persatuan Islam. Suatu kelompok mengklaim kelompok
lainnya sebagai sesat, bahkan keluar dari madzhab dianggap
keluar dari agama. Seolah-olah orang yang dianutnya itu
adalah nabi yang diutus kepadanya, dan wajib ditaati.
Muncul empat majelis di Masjidil Haram. Setiap orang
membela jamaah madzhabnya sendiri. Dengan demikian, iblis
mencapai salah satu targetnya, yaitu mencerai-beraikan kaum
Muslimin dan memecah persatuan mereka.
Fitnah yang lebih besar muncul pada generasi selanjutnya. Sikap taklid semakin mendarah daging pada setiap
penganutnya. Sehingga dengan alasan taklid tersebut mereka merasa tidak perlu memperdalam urusan agama
HUKUM
BERMAZHAB
DENGAN SALAH
SATU DARI 4
MAZHAB FIQIH
Aspek Kesepakatan
(Mawadhi'ul Ittifaq)
Aspek Perbedaan
(Mawadhi'ul Ikhtilaf)
Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama
rahimahumullah bahwa fanatisme terhadap salah satu
mazhab adalah hal yang tercela. Maksudnya adalah
ketika seseorang menjadikan mazhab sebagai standar
wala' (loyalitas) dan bara' (antipati).
Mempelajari fikih melalui mazhab-mazhab ini, dengan
mengetahui masalah-masalahnya dan dalil-dalilnya, tidak
diragukan lagi adalah pemahaman dalam agama dan
syariat, serta pemahaman dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Misalnya: Ada seorang Syafi'i, lalu tidak mau menikahkan
putrinya dengan orang Maliki, tidak mau duduk bersama
orang Hanafy, atau tidak mau shalat di belakang imam
Hambali.
Sekarang fanatisme terhadap mazhab telah berkurang
dan melemah. Namun, muncul fanatisme melawan
mazhabdengan dalih "memerangi fanatisme“.
Mereka menganggap mazhab ini sebagai kesesatan
untuk berintisab kepadanya, tidak mewakili syariat dan
tidak berkaitan dengan fikih dalil, melainkan hanya
pendapat-pendapat pribadi, mereka juga mencela
orang yang mengikuti salah satu mazhab.
Fanatisme
Mazhab
Sebagian orang merasa wara' (hati-hati) dalam hal ini.
Ketika ditanya: "Apa mazhabmu?" ia menjawab, "Saya
berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah." Ia
membayangkan bahwa intisab kepada salah satu mazhab
berarti meninggalkan Al-Qur'an dan Sunnah. Ini adalah
kesalahpahaman, semua Mazhab adalah fiqih dalil.
Semua mazhab ini
tanpa kecuali
adalah fiqih dalil
23
Samsuril Wadi
Fanatisme Mazhab adalah Tercela, yaitu Seseorang
loyal kepada mereka yang semazhab dengannya
dan memusuhi pengikut mazhab-mazhab yang lain.
Menerima keberadaan 4 mazhab fiqih, dan
tidak menyerukan untuk menghapus mazhab-
mazhab ini atau meninggalkan kitab-kitabnya.
Bolehnya seorang mutamazzhib mengambil pendapat imamnya,
menisbatkannya kepada imamnya, dengan keyakinan akan kekuatannya setelah
meneliti pada dalil-dalil pendapat tersebut. Artinya, seorang mutamazzhib telah
mencapai derajat kualifikasi dan tarjih. Dia meneliti masalah tersebut, lalu
pendapat imamnya yang dia ikuti mazhabnya menjadi rajih baginya.
ASPEK
KESEPAKATAN
DALAM
MASALAH
BERMAZHAB
Orang yang bermazhab (yaitu yang berintisab kepada salah
satu mazhab), jika ia telah mencapai derajat ijtihad dan
menyalahi mazhab imamnya karena kuatnya pendapat lain,
maka ia telah berbuat baik dan tidak boleh diingkari
perbuatannya itu. Contohnya: Abu Yusuf Al-Qadhi dan
Muhammad bin Al-Hasan menyelisihi Abu Hanifah, Ibnu Abdil
Barr menyelisihi Imam Malik dalam masalah khiyar al-majlis,
Al-Muzani menyelisihi Syafi’I dalam beberapa masalah.
Menerima tamazzhub dalam arti belajar di sekolah fikih
ushuliyah dengan perhatian pada dalil dan mencari pendapat
yang rajih, meskipun itu adalah intisab kepada mazhab.
Intisab (penisbatan diri) kepada
mazhab secara lisan diperbolehkan
selama intisab tersebut tidak
menimbulkan fanatisme.
Tarjih adalah ijtihad, Adapun
kecenderungan jiwa kepada
suatu mazhab bukanlah
ijtihad dan bukan pula
murajjih (penguat) syar’i.
Mengumpulkan pendapat
ulama lalu berkata,
Pendapat fulan rajih.“ bukan
berarti perselisihan selesai.
24
Para ulama semuanya menerima keberadaan
mazhab-mazhab ini, tidak menganggapnya
sebagai sesuatu yang ditolak secara syari’at,
muncul secara alami dan merupakan Taqdir/
ketetapan Allah secara kauni (alamiah).
Hampir tidak akan ditemukan
seorang pun dari fuqaha terkemuka
kecuali dia berafiliasi dengan salah
satu dari empat mazhab fikih dan
belajar di salah satunya.
Samsuril Wadi
Pihak Yang
Mewajibkan
Tamadzhab
Pihak Yang
Melarang
Tamadzhub
SIKAP
TERHADAP
INTISAB
KEPADA SUATU
MAZHAB
Pihak Yang
Membolehkan
Tamadzhab
(Kebanyakan
Ulama)
Tamadzhab dalam arti
berpegang teguh pada
salah satu mazhab,
mengambil keringanan
dan ketegasannya, serta
tidak beralih ke mazhab
lain.
Syekh Al-Amin Asy-Syinqithi
rahimahullah berkata: “Para ushuliyyin
belakangan dari semua mazhab
sepakat semuanya atas kewajibannya”.
Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata: “Telah terjadi ijma' (konsensus)
kaum Muslimin untuk mengikuti mereka (para imam mazhab) dan
mempelajari mazhab-mazhab mereka.
Abu Muhammad Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah ta’ala berkata:
“Maka hendaklah diketahui oleh siapa saja yang mengambil seluruh
pendapat Abu Hanifah, atau seluruh pendapat Malik, atau seluruh
pendapat Syafi'i, atau seluruh pendapat Ahmad, dari kalangan orang
yang mampu melakukan nazhar (penelitian), bahwa ia telah
menyelisihi ijma' umat.(Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam)
Ibnu Hubairah Al-Wazir Al-Hanbali rahimahullah, ketika menjelaskan
empat mazhab, berkata: “Yang telah disepakati oleh umat bahwa setiap
mazhab tersebut boleh diamalkan”.
Ibnu Farhun rahimahullah ta'ala berkata: “Telah terjadi ijma’ manusia
untuk taqlid (mengikuti) mereka, dan kesepakatan para ulama untuk
mengikuti mereka, meneladani mazhab-mazhab mereka, mempelajari
kitab-kitab mereka, dan kesepakatan mereka atas dasar-dasar
pengambilan hukum mereka”.
25 Wajib bagi muqallid untuk mengikuti
salah satu mazhab, dan tidak boleh
baginya untuk talfiq (mencari-cari
rukhsah/ keringanan dalam fatwa), yaitu
dia berkata: "Saya kadang mengambil
pendapat Hanafiyah, kadang Syafi'iyah,
kadang Hanabilah,"
Samsuril Wadi


Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin
selain-Nya. (Al-A'raf: 3)
Kewajiban
Mengamalkan
Al-Qur’an &
As-Sunnah




 
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. (An-Nisa': 59)





Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (Al-Hasyr: 7)
 



Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu
dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya. (Az-Zumar: 55)






Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat. (Al-Ahzab: 21)
 






Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salalm bersabda:
 : «

  :

»[]
Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang tidak akan tersesat selagi (kalian) berpegang
teguh dengan keduanya yaitu al-Quran dan sunahku. HR al-Hakim 1/284. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam
shahihul Jamino: 2937.
26
Samsuril Wadi
Obyektif terhadap mereka, yakni mencintai mereka, memuliakan, menghormati, dan
memberikan pujian kepada mereka karena kedalaman ilmu dan ketakwaan mereka,
keteguhan mereka dalam mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah serta mendahulukan
keduanya daripada pendapat mereka sendiri.
Harus hati-hati dalam memilih pendapat yang paling besar kemungkinannya untuk
meraih keridhaan Allah, lebih aman dan lebih jauh dari syubhat.
SIKAP
TERHADAP
ULAMA
PANUTAN
Mempelajari pendapat-pendapat mereka sebagai sarana untuk mencapai kebenaran,
dan meninggalkan segala yang bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah.
27
Samsuril Wadi
Pada masalah yang tidak ada nashnya, sikap yang benar ialah memperhatikan hasil
ijtihad yang mereka lakukan. Sebab, bisa jadi, mengikuti ijtihad mereka lebih dekat
kepada kebenaran daripada mengikuti hasil ijtihad kita sendiri. Karena mereka lebih
berilmu dan lebih bertakwa daripada kita.
1. Para imam bukanlah orang yang terlepas dari
kekeliruan (ma'shum). Masing-masing mereka
mengalami kekeliruan dalam beberapa masalah
(yang menyelisihi sunnah).
4. Tidak boleh berpaling dari pendapat ulama yang
hujjahnya jelas berdasarkan hadits shahih, kepada
pendapat lain yang memiliki alasan untuk menolak
hujjah ini, meskipun ia lebih alim. Kemungkinan
kesalahan karena berpegang pada pendapat ulama
lebih banyak daripada berpegang pada dalil syariat
yang merupakan hujjah yang tidak mungkin keliru.
SIKAP
TERHADAP
ULAMA
PANUTAN
2. Tidak ada seorang pun dari para imam yang
sengaja menyelisihi Sunnah Rasulullah, baik dalam
masalah kecil maupun besar. Karena mereka telah
bersepakat tentang wajibnya mengikuti sunnah
Rasul, dan bahwa setiap orang bisa diambil serta
ditinggalkan pendapatnya kecuali Rasulullah.
28
Samsuril Wadi
3. Alasan pendapat para imam bertentangan
dengan sunnah
Pertama, tidak
meyakini bahwa Nabi
pernah
mengatakannya
5. Para imam bersepakat tidak membolehkan
bertaklid kepada mereka dengan taklid buta, yaitu
sikap fanatik oleh orang yang mengaku sebagai
pengikut mereka, mereka berpegang dengan
pendapat dan madzhab imam mereka seolah-olah
hal tersebut turun dari langit.
Kedua, tidak meyakini
bahwa permasalahan
tersebut yang
dimaksud oleh Hadits
Ketiga, meyakini
hadits itu
bertentangan
dengan dalil yang
menunjukkan ke-
mansukh-annya atau
tafsirannya.
a. Hadits tersebut sama sekali
tidak sampai kepadanya.
b. Mungkin hadits tersebut
sampai kepadanya, tetapi ia
menganggap hadits tersebut
tidak shahih.
c. Dia meyakini hadits tersebut
dhaif dengan ijtihadnya, baik
keyakinan ini benar atau keliru.
d. Dia menetapkan kriteria
Faqih untuk hadits ahad yang
perawinya seorang yang adil
dan kuat hafalannya.
e. Suatu hadits sudah sampai
kepadanya dan shahih
menurutnya, tapi ia lupa.
a. Tidak mengetahui maksud
dilalah (pengertian yang
ditunjukkan) suatu hadits.
b. Dia meyakini, pada dasarnya
tidak ada suatu dilalah yang
benar dalam hadits itu.
c. Dia meyakini, dilalah
tersebut bertentangan dengan
dalil yang menunjukkan bahwa
bukan itu yang dimaksud.
TAHAP KEEMPAT:
ERA MODERN
(SEJAK 1.300 H SAMPAI SEKARANG)
2. Munculnya Majelis Fikih (Majami' Fiqhiyah)
6. Klaim Pembaharuan Dalam Ushul Fikih
CIRI-CIRI
FIQIH DI ERA
MODERN
4. Muncul Majalah-Majalah Fikih (Majallat Fiqhiyah)
5. Dibuatnya Situs Web Fikih di Internet (Mawaqi' Syabakiyah)
7. Banyaknya Nawazil Fikih (Kasus-Kasus Baru)
8. Muncul dan Berdirinya Fakultas Syariah dan Jurusan Fikih
3. Munculnya Ensiklopedia Fikih
1. Mencetak Kitab-Kitab Fikih
29
Samsuril Wadi
Mencetak
Kitab-Kitab
Fikih
Pencetakan kitab-kitab ulama yang disusun oleh ulama zaman dahulu, dan
penerbitan ulang serta tahkiknya (penelitian dan verifikasi), serta pengalihannya dari
naskah-naskah manuskrip yang jarang beredar dan naskah-naskah cetak.
Mencetak Kitab-kitab yang hanya
disusun tentang masalah ijma'
Al-Ijma, Ibnu Al-Mundzir
Maratib Al-Ijma,Ibnu Hazm
Naqd Maratib Al-Ijma, Ibnu Taimiyah
Al-Iqna' fi Masa'il Al-Ijma,Ibnu Al-Qattan Al-Fasi
Ijma'at Al-'Ibadat, Mu'assasah Ad-Durar As-Saniyyah
Mazhab Hanafi: Bada'i' As-
Sana'i', Hasyiyah Ibnu Abidin.
Mazhab Maliki: Syarh Khalil,
Mawahib Al-Jalil, Al-Mudawwanah,
Al-Muwatta.
Mazhab Syafii: Al-Umm, Tuhfat
Al-Muhtaj, Raudhat At-Thalibin,
Al-Hawi.
Mazhab Hanbali: Kasyyaf Al-
Qina, Asy-Syarh Al-Kabir.
Mencetak Buku-buku dalam bidang
Fikih Komparatif (Al-fiqh Al-
Muqaran)/ khilaf 'ali; masalah-
masalah khilafiyah (perbedaan
pendapat) beserta dalil.
Al-Awsath, Ibnu Al-Mundzir
Ikhtilaf Al-Ulama, Al-Wazir Ibnu Hubairah
Bidayat Al-Mujtahid wa Nihayat Al-Muqtashid, Ibnu Rusyd
Al-Mughni karya Ibnu Qudamah
Asy-Syarh Al-Kabir karya Ibnu Abi Umar
FIQIH
MAZHAB
30
1
PERPUSTAKAAN
Samsuril Wadi
Penting Bagi Penuntut Ilmu Untuk Mengetahui Bagaimana
Berinteraksi Dengan Perpustakaan Fikih:
Jika ia ingin mengetahui dalil suatu masalah, buku apa yang sesuai?
Jika ia ingin mengetahui perbedaan pendapat dalam suatu masalah,
buku apa yang sesuai?
Jika ia ingin mengetahui apakah suatu masalah termasuk ijma' atau
tidak, buku apa yang sesuai?
Jika ia ingin mengetahui riwayat-riwayat di dalamnya, buku apa yang
sesuai?
. dan seterusnya.
Misalnya, seseorang ingin mengetahui dalil suatu masalah fikih, lalu ia berkata: Saya sudah
merujuk kitab Al-Inshaf karya Al-Mardawi, tetapi saya tidak menemukan dalilnya.Padahal, kitab
Al-Inshaf karya Al-Mardawi tidak ditulis untuk menjelaskan dalil suatu masalah, melainkan
untuk menjelaskan riwayat-riwayat dalam mazhab. Jadi, tidak bisa dikatakan: Mengapa tidak
disebutkan satu pun dalil?Karena memang tujuan penulisannya bukan itu.
PERPUSTAKAAN
31
Samsuril Wadi
Majelis Fikih yang berafiliasi dengan Organisasi
Kerja Sama Islam (sebelumnya disebut Organisasi
Konferensi Islam), yang kantor pusatnya berada di Jeddah.
Munculnya
Majelis
Fikih
Sebab: Mengingat banyaknya masalah-masalah baru (mustajiddat) dan nawazil
yang kadang-kadang memiliki kerumitan yang tidak cukup jika hanya dikeluarkan
fatwa individu dari seorang ulama saja.
Majelis Fikih yang berafiliasi dengan Rabithah Al-
Alam Al-Islami (Liga Dunia Islam), yang kantor pusatnya
berada di Mekah.
Majelis fikih regional atau khusus untuk beberapa
negara, seperti Majelis Fikih yang mencakup ulama India,
Majelis Penelitian Islam di Kairo, Majelis Fikih di
Sudan,Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan sebagainya.
Majelis fikih adalah badan-badan ilmiah di mana sejumlah ulama berkumpul
untuk meninjau masalah-masalah, kemudian mengeluarkan keputusan atau fatwa.
Umumnya, keputusan-keputusan ini dikeluarkan dengan suara mayoritas, dan tidak
harus dengan ijma' dari semua anggota.
2
Majelis Organisasi Konferensi Islam, yang disebut Majelis
Fikih Internasional (Al-Majma' Al-Fiqhi Ad-Dawli).
CONTOHNYA
Samsuril Wadi
32
Munculnya
Ensiklopedia
Fikih
Ensiklopedia Fikih Kuwait (Al-Mawsu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah)
Ensiklopedia Hukum Thaharah (Mawsu'at Ahkam At-Thaharah)
Ensiklopedia Transaksi Keuangan: Asal dan Kontemporer
(Mawsu'at Al-Mu'amalat Al-Maliyah: Ashalatan wa Mu'asharatan)
karya Syekh Dubayan Ad-Dubayan
Ensiklopedia Masalah Fikih Kontemporer (Mawsu'at Al-Qadhaya
Al-Fiqhiyah Al-Mu'ashirah).
Ensiklopedia fikih yang ditulis di era modern ini bertujuan untuk mengumpulkan
khilaf 'ali, tetapi disusun secara alfabetis.
Al-Jami' fi Al-Washaya wa Al-Awqaf wa Al-Hibbat karya Syekh Khalid
Al-Musyaiqih
Contoh Versi Elektronik: Jami' Al-Fiqh Al-Islami.
3
Ensiklopedia ini mengumpulkan masalah-masalah fikih dari empat mazhab. Ia
tidak bertujuan untuk memperluas dalil untuk setiap masalah, tetapi ia
mengumpulkan dan mengatakan, "Yang mu'tamad (dipegang) menurut Hanafiyah
adalah ini, yang mu'tamad menurut Malikiyah adalah ini, yang mu'tamad menurut
Syafi'iyah adalah ini, dan yang mu'tamad menurut Hanabilah adalah ini." Kadang-
kadang ia menyebutkan dalil-dalil secara ringkas, tetapi ia tidak mencakup
semua dalil. Namun, tidak benar jika sepenuhnya mengandalkan kitab ini untuk
tahrir al-mazhab (menetapkan pandangan mazhab).
Metode penyusunannya berdasarkan huruf alfabet, bukan berdasarkan bab.
CONTOH
VERSI
CETAK
Samsuril Wadi
33
Muncul
Majalah-
Majalah Fikih
Majelis Rabithah juga memiliki majalah yang dicetak.
Majelis Fikih Internasional ini telah mengeluarkan
keputusan-keputusan yang dicetak dalam beberapa jilid,
memiliki situs web, dan juga memiliki majalah yang sangat
besar yang berisi semua diskusi yang terjadi bahkan
dalam sesi. Majalah Majelis Fikih Islam Internasional, Anda
akan menemukan jilidnya berisi penelitian-penelitian.
Majalah-majalah fikih adalah majalah yang berfokus pada penelitian fikih.
Majalah Asosiasi Fikih Saudi (Majallat Al-Jam'iyah Al-
Fiqhiyah As-Sa'udiyah)
CONTOHNYA
Majalah Penelitian Fikih Kontemporer (Majallat Al-
Buhuts Al-Fiqhiyah Al-Mu'ashirah)
4
Samsuril Wadi
34
Dibuatnya
Situs Web
Fikih di
Internet
Al-Multaqa Al-Fiqhi
Asy-Syabakah Al-Fiqhiyah
Email
Telepon
WhatsApp
5
Interaktif
Sistus Web
Samsuril Wadi
Telegram
Televisi
Live FB
Semua Sosial
Media lainnya
35
Sejumlah ulama telah melakukan tajdid dalam
metode penyajian/ penulisan. Misalnya, dulu ada
metode Syafi'iyyah dan metode Hanafiyyah.
Kemudian datang ulama yang menggabungkan
kedua metode tersebut dalam satu kitab. Ini tidak
ada masalah padanya.
Klaim
Pembaharuan
Dalam Ushul
Fikih
36
6
Samsuril Wadi
Maksud tajdid dalam ushul al-fiqh bukanlah pembaharuan dalam arti inovasi/ metode dalam
penulisan dan penyajian. Misalnya, mengatakan bahwa kitab-kitab ushul al-fiqh terdahulu yang
ditulis oleh ulama terdahulu memiliki kesulitan, sehingga kita perlu menulis syarah (penjelasan),
menyederhanakannya, mendekatkan pemahamannya, atau membuat musyajjarat (diagram pohon)
dan pelajaran-pelajaran sederhana dalam ushul al-fiqh.
Menyerukan tajdid dalam isi
ilmu ini, pada kaidah-kaidah
ilmu/ syariat dan kaidah-
kaidah pemahaman syariat
yang diikuti oleh para salaf.
Ketika Imam Asy-Syafi'i menulis dalam ushul al-fiqh, beliau
mendokumentasikan kaidah-kaidah yang diikuti oleh para sahabat
dan tabi'in dalam memahami syariat. Kaidah-kaidah ini tidak dapat
diperbarui. Misalnya, apakah kita bisa mengatakan: Dulu orang
Arab menjadikan fa'il (subjek) marfu(dhommah), tetapi yang sesuai
untuk era sekarang adalah menjadikan fail itu majrur (kasrah) atau
manshub (fathah).
Kaidah-kaidah pemahaman syariat tidak dapat diperbarui. Misalnya,
Para sahabat dan salaf memahami bahwa amar (perintah)
menunjukkan wujub (kewajiban). Tetapi di era sekarang, iman
manusia melemah dan mereka malas, sehingga perlu meninjau
kembali masalah amar untuk wujub dan menjadikan amar untuk
istihbab (sunah) / ibahah (kebolehan).
Seruan ditolak
sepenuhnya
Beberapa pola
seruan berkaitan
dengan tajdid
'Aqlaniyyin (rasionalis)
Tanwiriyyin (pencerah)
Liberaliyyin (Liberal)
Seruan untuk menjadikan ilmu maqashid asy-syari'ah (tujuan-tujuan syariat)/mashalih (maslahat
dunia) sebagai ilmu yang mengatur ijtihad dan istinbath (pengambilan hukum), bahwa tidak ada
kebutuhan besar terhadap ilmu ushul al-fiqh, dan ilmu maqashid asy-syari'ah adalah ilmu yang
mencukupi dari ilmu ushul al-fiqh.
Banyaknya
Nawazil
(peristiwa
baru) Fikih
Misal Nawazil: sekarang ada nawazil di semua bab. Dalam bab thaharah, misalnya, apa hukum
penggunaan air limbah yang telah diolah? Jika kita melihat bab salat, salat di pesawat, salat,
misalnya, membaca dari ponsel (mushaf di ponsel), apakah boleh menyentuh mushaf tanpa
bersuci jika itu di ponsel atau tidak boleh? Dan hal-hal yang tidak terhitung jumlahnya.
Nawazil dalam Zakat (An-Nawazil fi Az-Zakat) karya Dr. Abdullah Al-Ghufaili
Masalah-Masalah Pembatal Puasa (Musykilat Al-Mufaththirat) karya Dr. Fuad
Al-Hasyimi
Nawazil yang Berkaitan dengan Pengobatan dalam Puasa (An-Nawazil Al-
Muta'alliqah bi At-Tadawi fi Ash-Shiyam) karya Syekh Usamah Khallawi
Manasik Ibnu Jamaah Al-Kinani dan Manasik Ibnu Jasir
37
7
Imam Syafi'i berkata:



 
Sesungguhnya tidaklah menimpa seseorang dari manusia suatu nazilah (peristiwa baru)
melainkan di dalam Kitab Allah 'Azza wa Jalla terdapat penjelasan petunjuk di dalamnya.
Didirikan sebuah pusat yang khusus mempelajari dan melayani masalah-masalah Nawazil,
yang berlokasi di Universitas Imam, bernama Pusat Keunggulan Penelitian dalam Fikih
Masalah Kontemporer (Markaz At-Tamayyuz Al-Bahthi fi Fiqh Al-Qadhaya Al-Mu'ashirah). Pusat
ini telah menerbitkan sejumlah studi dan penelitian, serta menerbitkan Ensiklopedia Masalah
Fikih Kontemporer. Pusat ini juga telah mengadakan sejumlah seminar dan konferensi.
Fikih Nawazil (Fiqh An-Nawazil) karya Syekh Muhammad Husain Al-Jizani
CONTOHNYA
Samsuril Wadi
Muncul dan
Berdirinya
Fakultas
Syariah dan
Jurusan Fikih
Fakultas Syariah di Universitas Imam Muhammad bin Suud
8
Setiap mahasiswa yang ingin lulus sarjana, magister atau doktor diharuskan
untuk menulis penelitian. Beberapa penelitian ini dicetak dan beberapa
tidak, tetapi ini telah menggerakkan penelitian fikih dan risalah ilmiah, baik
itu Penelitian Skripsi S1, Tesis S2 maupun Disertasi S3.
Fakultas Syariah di Universitas Umm Al-Qura
Fakultas Syariah di Universitas Qassim
Fakultas Syariah di Universitas Islam Madinah
Fakultas Syariah di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan
Arab) Jakarta
Seluruh Fakultas Syariah di Universitas dan Sekolah Tinggi dalam
Negri baik Negri maupun swasta.
CONTOHNYA
Samsuril Wadi
38
SEBAB DAN SIKAP
TERHADAP
PERBEDAAN PENDAPAT
Madrasah Ahlul Hijaz
(Makkah & Madinah)
Madrasah Ahlul Iraq
(Kufah)
39
MADRASAH &
KECENDERUNGAN
FIQIH
Para sahabat yang berada di Madinah jauh lebih
banyak daripada sahabat yang pindah ke Kufah.
Sanad-sanad (rantai periwayatan) yang mereka
miliki lebih sahih dan lebih akurat. Sebagian dari
mereka mengatakan: Sanad-sanad yang paling
sahih adalah sanad-sanad penduduk Madinah.
Jadi, mereka tidak terlalu membutuhkan qiyas
(analogi) karena melimpahnya hadits & sahabat
diantara mereka.
Di Kufah banyak muhadditsin (ahli hadits) namun
hadits-hadits disana lebih sedikit dibanding Ahlul
Madinah.
Hal ini menyebabkan banyak ra'yi (pendapat
pribadi/rasio) muncul di madrasah Kufah lebih
banyak daripada di madrasah Hijaz.
Mungkin hadits itu sampai kepada mereka dengan
sanad yang lemah, sehingga mereka tidak
mengamalkannya.
Karena banyaknya hadits yang Ahlul Hijaz miliki, mereka mulai membantah Ahlul Iraq, dan disinilah mulai muncul bantahan-bantahan
hingga kemudian terjadi pertemuan, misalnya antara Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani dan Imam Malik, serta Qadhi Abu Yusuf. Imam
Syafi'i belajar dari fuqaha Ahlul Madinah dari Imam Malik, dan belajar dari fuqaha Ahlul Mekah dari Muslim bin Khalid Az-Zanji, serta
belajar dari fuqaha Ahlul Iraq dari Muhammad bin Al-Hasan. Maka, masalah-masalah yang ada di antara kedua madrasah ini mulai hilang.
Samsuril Wadi
AHLUL HADITS
Perhatian kuat mereka terhadap hadits dan atsar.
Perhatian mereka terhadap qiyas berada di tingkat kedua.
Mendahulukan hadits diatas qiyas secara mutlak, baik
hadits itu ahad maupun mustafidh, dan baik masalah itu
termasuk yang umum terjadi maupun tidak.
40
MADRASAH &
KECENDERUNGAN
FIQIH
Gambaran
Pandangan
1
Dalam masalah hujjiyah, Ahlul Hadits mengagungkan hadits dengan
manthuq-nya (makna tersurat), mafhum-nya (makna tersirat), dan
ma'qul-nya (makna yang dapat dipahami secara rasional) yaitu qiyas.
Samsuril Wadi
AHLUR RAYI
Memiliki perhatian terhadap hadits yang lebih sedikit daripada
Ahlul Hadits, dan perhatian mereka terhadap qiyas sangat kuat.
Mendahulukan qiyas diatas khabar ahad dalam beberapa keadaan,
seperti yang umum terjadi, tidak secara mutlak.
41
MADRASAH &
KECENDERUNGAN
FIQIH
Catatan
Tidak ada seorang imam pun kecuali dia telah berpendapat dengan rayi.Artinya, ketika kita mengatakan
madrasah Ahlur Ra'yi, bukan berarti madrasah Ahlul Hadits tidak berpendapat dengan rayi.
Tidak ada seorang imam pun diantara mereka kecuali dia telah mengikuti hadits. Hanya saja perbedaan
itu meskipun tampak pada prinsipnya, namun pada kenyataannya hanya pada beberapa masalah parsial
di mana atsar (riwayat dari sahabat) terbukti sahih dikalangan Ahlul Hijaz tetapi tidak dikalangan Ahlul
Iraq. Maka, Ahlul Hijaz mengamalkannya, sedangkan Ahlul Iraq meninggalkannya karena tidak sampai
kepada mereka atau karena ada cacat pada atsar tersebut menurut mereka.
2Gambaran
Pandangan
Misalnya, sebagian ulama Kufah tidak menerima hadits ahad yang datang dari satu orang, tetapi bertentangan dengan qiyas. bisa jadi qiyas terhadap
nash Al-Qur'an, Maka mereka akan mengatakan, "Hadits ini bertentangan dengan qiyas ayat Al-Qur'an, sedangkan ini hadits yang tidak diriwayatkan
kecuali oleh satu orang, mungkin dia salah, mungkin dia sendirian." Maka mereka tidak menerimanya dalam beberapa tempat. Demikian pula,
mereka mungkin bersikap keras dalam menerima hadits ahad dalam masalah-masalah yang umum terjadi dan tersebar luas. Mereka mengatakan,
"Masalah yang terkenal dan diketahui, tidak ada riwayat tentangnya kecuali dari satu orang." Maka mereka sangat ragu-ragu dalam menerimanya.
Samsuril Wadi
ZHOHIRIYAH
Membatasi perhatian pada
zhahir nash (teks lahiriah)
Beralih ke istishhab pada
masalah yang tidak ada
nash padanya.
42
MADRASAH &
KECENDERUNGAN
FIQIH
Muncul setelah
zaman Empat Imam
Menolak berhujjah dengan
qiyas.
Menolak berhujjah dengan
atsar sahabat.
Catatan: Mayoritas ulama menganggap mazhab Zhahiri sebagai mazhab yang tidak diakui. Dan sebagian berpendapat bahwa
mazhab ini tidak diperhitungkan dalam perselisihan. Sebagian lagi mengatakan bahwa mazhab Zhahiriyah adalah bid'ah yang
muncul setelah tahun 200 Hijriah. Sebabnya karena tidak ada kitab yang disusun berdasarkan mazhab Dawud saat ini.
Gambaran
Pandangan
3
Dawud bin Ali Al-
Hammam Az-Zhahiri
Dawud mengingkari qiyas khafi (analogi tersembunyi) dan hanya menerima qiyas jali (analogi jelas). Berbeda
dengan Ibnu Hazm yang mengingkari qiyas secara keseluruhan, beliau berijtihad secara mandiri sesuai dengan
ushul Ahluz Zhahir yang secara umum sama dengan ushul Dawud. Dalam masalah mafhum (pemahaman), Dawud
berpendapat dengan hujjiyah mafhum mukhalafah (pemahaman kebalikan) dan hujjiyah mafhum laqab (pemahaman
dari sebutan), yang merupakan mafhum terlemah. Adapun Ibnu Hazm mengingkari mafhum secara keseluruhan.
Dalam masalah hujjiyah, Zhahiriyah hanya mengambil
manthuq hadits (makna tersurat). Adapun mafhum
hadits, sebagian mereka mengambilnya seperti
Dawud, dan sebagian lagi hanya mengambil manthuq
saja dan meninggalkan mafhum (makna tersirat), dan
ma'qul (makna secara rasional) seperti Ibnu Hazm.
Ibnu Hazm tidak berhujjah dengan atsar sahabat.
yaitu bahwa hukum asal segala sesuatu adalah
ibahah (boleh). Istishhab menetapkan hukum asal.
Samsuril Wadi
AL-AQLIYAH
(RASIONALIS)
Mengabaikan hadits terutama hadits ahad, dan
meremehkan kedudukan serta keabsahannya.
Perhatian terhadap pandangan maslahat (kemaslahatan)
dan mendahulukan akal dan maslahat di atas nash.
43
MADRASAH &
KECENDERUNGAN
FIQIH
Pewaris madrasah
Mu'tazilah
2
Gambaran
Pandangan
Kita akan menemukan mereka mengatakan misalnya, Hadits-hadits ini hanya memperhatikan keadaan sahabat, dan
kita tidak bisa mengamalkannya. Hadits-hadits yang Nabi Muhammad
sampaikan kepada sahabat ketika mereka
berada di padang pasir dan sebagainya, kita tidak bisa menerapkannya di abad ke-21 ini. Ini adalah hal yang sangat
berbahaya dan tidak diragukan lagi merusak syariat.
Samsuril Wadi
Munculnya ketika kitab-kitab Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab dan dibaca oleh sebagian umat Islam, lalu mereka terpengaruh
olehnya.
Mu'tazilah membantah Ahlul Hadits dan menganggap akal lebih utama
daripada nash syar'i dan hadits.
Madrasah Mu’tazilah bukan termasuk madrasah fiqih yang diakui
Mu'tazilah tidak memiliki fiqih yang diriwayatkan, artinya tidak ada
kitab yang mengatakan, Ini adalah fiqih menurut mazhab Mu'tazilah.
Namun, mereka memiliki teori-teori dalam ushul fiqih yang dibantah
oleh para ulama.
44
MADRASAH
MUTAZILAH
Mereka menulis serta mengarang dalam ushul fiqih, sehingga para
ulama perlu menyebutkan pendapat-pendapat ini, menganalisisnya,
dan membantahnya.
Samsuril Wadi
Antara Ahlul Hadits
dengan Ahlur Rayi
Madrasah Aqliyah
Antara Ahlul Hadits
dan Azh-Zhohiriyah
SEKILAS
PERBEDAAN
YANG SANGAT
JELAS PADA
MADRASAH
Ahlur Rayi tidak menolak hadits secara
keseluruhan, namun tampak jelas
perbedaannya dengan Ahlul Hadits pada
kedudukan Hadits Ahad dan kedudukan
Qiyas, terutama ketika bertentangan antara
keduanya.
Tampak jelas perbedaannya pada
pandangannya terhadap Qiyas, Azh-
Zhohoriyah menolak Qiyas pada sebagian
keadaan mereka.
Mendahulukan Perhatian Maslahat Akal
dibandingkan Zhahir Nash.
45
Samsuril Wadi
Madrasah Mutazilah
Bukan Madrasah fiqih yang diakui, mereka
menganggap akal lebih utama daripada nash
syar'i dan hadits.
Pada Zaman Shahabat
PERBEDAAN
PENDAPAT
46 Awal Munculnya
Perbedaan
Sebab Perbedaan
Pendapat Sahabat
Pertama: Diantara Sahabat Ada Yang Pernah Mendengar Sebuah Hukum Dalam
Suatu Kasus Atau Fatwa Dari Rasulullah, Sementara Sahabat Yang Lain Tidak
Mendengarnya, Lalu Ia Berijtihad Dengan Pendapatnya Mengenai Hal Itu
Ketika mereka berpencar-pencar
diberbagai daerah dan mereka menjadi
panutan disana.
4. Mereka tidak mendengar
hadits sama sekali
Contohnya, Ibnu Masud pernah ditanya tentang seorang
wanita yang ditinggal mati suaminya. Sementara suami wanita
itu belum menetapkan berapa mahar yang akan diberikan
kepada si istri. Ibnu Masud tidak menjumpai hadits, akhirnya
melakukan ijtihad dengan pendapatnya dan memutuskan
bahwa wanita tersebut berhak menerima mahar seperti
mahar yang diberikan suaminya kepada istrinya yang lain,
tidak lebih dan tidak kurang. Wanita itu juga memiliki masa
'iddah, dan berhak mendapatkan harta warisan dari
suaminya. Kemudian berdirilah Ma'qal bin Yassar dan
bersaksi, Rasulullah pernah memberi keputusan seperti itu.
Mendengar itu Ibnu Masud sangat bergembira.
Contohnya, Abu Hurairah berpendapat, barangsiapa yang pada pagi
hari di bulan Ramadhan dalam keadaan junub, maka puasanya tidak
sah, hingga ia mendengar hadits dari sebagian istri Rasulullah yang
bertentangan dengan pendapatnya, lalu ia mencabut pendapatnya itu.
Contohnya, Fathimah binti Qais memberikan persaksiannya dihadapan
Umar bin al-Khaththab, ia ditalak dengan talak tiga, dan Rasulullah
memutuskan bahwa dirinya tidak berhak lagi menerima nafkah dan tempat
tinggal. Namun Umar menolak persaksiannya seraya berkata, Tidak
mungkin kita meninggalkan al-Quran hanya berdasarkan ucapan seorang
wanita yang tidak diketahui: apakah ia berkata benar atau dusta.
Contohnya, Ibnu Amr pernah memerintahkan kepada para istrinya, apabila mandi junub, agar membuka
semua ikatan pintalan rambut. Aisyah menjelaskan dahulu beliau mandi bersama Rasulullah dari satu
bejana, dan hanya menuangkan air ke kepalanya sebanyak tiga cidukan tangan, tidak lebih dari itu.
1. Hasil ijtihad mereka
sesuai dengan hadits
2. Terjadi adu argumentasi antara
kedua sahabat tersebut. Hingga nyata
baginya sisi pendalilan dari sebuah
hadits, lalu mencabut hasil ijtihad
yang dilakukannya dan kembali
kepada hadits yang telah didengarnya
3. Suatu hadits sampai kepada mereka.
Namun, menurut perkiraan mereka,
kemungkinan besar tidak seperti itu.
Bahkan mereka meragukan
kebenaran hadits tersebut
Pada masa Nabi
(Masa Tasyri’),
permasalahan
langsung diputuskan
oleh beliau.
Samsuril Wadi
PERBEDAAN
PENDAPAT
47
Sebab Perbedaan
Pendapat Sahabat
Kedua, Para Sahabat Melihat Rasulullah Melakukan Suatu
Amalan, Lalu Sebagian Sahabat Ada Yang Menyimpulkan
Amalan Tersebut Sebagai Qurbah (Ibadah), Dan Sebagian
Yang Lainnya Menyimpulkannya Sebagai Kemubahan
Contohnya, para sahabat melihat Rasulullah berlari kecil ketika
melakukan thawaf. Mayoritas sahabat berpendapat, berlari kecil, ketika
melakukan thawaf, hukumnya sunnah. Sementara Ibnu Abbas
berpendapat, Rasulullah melakukan hal itu untuk maksud tertentu, yakni
untuk membatalkan ucapan orang-orang Musyrik, "Orang-orang Islam
telah dihancurkan oleh demam Madinah." (Jadi beliau lakukan itu untuk
menunjukkan kekuatan kaum Muslimin) bukan karena disunnahkan.
Contohnya, para sahabat menyaksikan haji yang dikerjakan oleh
Rasulullah. Lalu sebagian sahabat mengira, ketika itu beliau melakukan
haji tamattu', sebagian lagi mengira, beliau mengerjakan haji qiran, dan
sebagian lainnya lagi mengira bahwa beliau mengerjakan haji ifrad.
Contohnya, riwayat yang menyebutkan, Ibnu Umar berkata, "Rasulullah
melaksanakan umrah pada bulan Rajab." Ketika mendengar hal itu, Aisyah
berkomentar bahwa Ibnu Umar lupa.
Ketiga, Ikhtilaf (Perselisihan) Karena Faktor Dugaan
Keempat, Ikhtilaf Karena Lupa
Samsuril Wadi
PERBEDAAN
PENDAPAT
48
Sebab Perbedaan
Pendapat Sahabat
Kelima, Ikhtilaf Akibat Kesimpulan Yang Kurang Akurat
Contohnya, Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: Sesungguhnya
mayat akan disiksa disebabkan keluarganya me-nangisinya”. Aisyah memberikan
komentar bahwa ini merupakan dugaan dari Ibnu Umar yang keliru dalam
memahami hadits. Kisah sebenarnya, ketika Rasulullah melewati jenazah wanita
Yahudi yang sedang ditangisi oleh keluarganya, maka beliau bersabda: Mereka
itu menangisinya, padahal mayat tersebut disiksa di kuburannya”. Tapi, Ibnu Umar
mengira, siksa tersebut disebabkan oleh tangisan, dan juga mengira, hukuman
tersebut umum untuk semua mayat.
Contohnya, masalah berdiri untuk jenazah. Sebagian berpendapat, berdiri ini
dimaksudkan untuk menghormati para malaikat. Dengan demikian, hukum
berdiri ini berlaku umum untuk jenazah Mukmin dan kafir. Ada yang
berpendapat, berdiri ini dilakukan karena mengingat dahsyatnya prahara
kematian. Berarti, hukum ini juga umum untuk jenazah Mukmin dan kafir. Ada
pula yang berpendapat, Rasulullah berdiri, ketika jenazah Yahudi melintas, karena
beliau tidak suka kalau posisi jenazah tersebut lebih tinggi daripada kepala
beliau. Dengan demikian, hukum ini hanya khusus untuk jenazah kafir saja.
Contohnya, Rasulullah melarang menghadap kiblat ketika buang hajat, lalu suatu
kaum berpendapat tentang keumuman hukum ini dan ketentuan ini tidak di-
mansukh-kan. Jabir pernah melihat beliau buang air kecil sambil menghadap
kiblat, satu tahun sebelum beliau wafat, sehingga ia berpendapat bahwa hukum
larangan sudah di-mansukh-kan. Sementara itu Ibnu Umar sendiri pernah melihat
beliau buang hajat sambil membelakangi kiblat, sehingga ia membantah
pendapat lain yang berlainan dengan hal itu.
Keenam, Ikhtilaf Dalam Menentukan 'Illah Sebuah Hukum
Ketujuh, Ikhtilaf Dalam Mengkompromikan Dua Pendapat Yang Berbeda
Samsuril Wadi
Tidak Shaihnya dalil
menurut seorang
Alim
Tidak sampainya
dalil kepada seorang
Alim
Dalil itu bukan hujjah
(argumen) menurut
seorang Alim
Perbedaan dalam
dalalat al-alfazh
(indikasi lafaz)
Hal-hal yang
mempengaruhi dalil
dari segi ta'mim
(peng-umuman) dan
takhshish
(pengkhususan)
Perbedaan dalam
tahqiq al-manath
(penerapan hukum
pada kasus tertentu)
SEBAB-SEBAB
PERBEDAAN
PARA ULAMA
Perbedaan Dalam
Penunjukan dan
Pemahaman Dalil
Sehingga ia berfatwa berbeda dengan hadis karena hadis
tersebut belum sampai kepadanya. karena tidak ada
seorang ulama pun yang menguasai seluruh hadits Nabi
Muhammad .
Contohnya, Perbedaan dalam kesucian kulit bangkai
dengan penyamakan. Imam Ahmad telah sampai
kepadanya hadis: Setiap kulit yang disamak, maka ia
suci. Namun, beliau tidak berpendapat dengannya
karena hadis tersebut tidak sahih menurutnya.
Contohnya, para ulama berbeda pendapat mengenai
kewajiban berturut-turut dalam puasa kaffarat yamin
(denda sumpah) tiga hari . Imam Ahmad berpendapat
wajibnya berturut-turut, sedangkan Imam Malik
berpendapat tidak wajibnya.
Contohnya, perbedaan ulama dalam keumuman mafhum
(pemahaman). mazhab Hanbali menjadikan mafhum
mukhalafah umum dalam semua kasus. Sebagian ulama
mengatakan tidak mencakup semua kasus. Contoh pada
hadits: Apabila air telah mencapai dua qullah, maka ia
tidak membawa kotoran (najis).
Contohnya, perbedaan dalam hujjiyah al-mafhum.
Menurut mazhab Hanafi, mafhum mukhalafah tidak
dijadikan hujjah. Oleh karena itu, sebagian berpendapat
bahwa hadis tentang kambing sa'imah (yang
digembalakan) tidak menunjukkan bahwa kambing
ma'luf (yang diberi makan) tidak ada zakatnya.
Artinya, para ulama sepakat tentang keabsahan hadis,
hadis itu sampai kepada semua, dan sahih menurut
semua, serta cara memahaminya disepakati oleh semua.
Perbedaan muncul dalam penerapan hadis ini setelah
memahami maknanya pada kasus tertentu. Contohnya,
uang kertas itu harta ribawi (yang berlaku padanya riba).
Perbedaan Dalam
Keabsahan Dalil
49
Samsuril Wadi
Perbedaan ulama
tidak boleh menjadi
sebab perselisihan
dan perpecahan
Memaafkan orang
yang berbeda
pendapat dalam
masalah ijtihad
Tidak boleh
mencari-cari
rukhsah/ keringanan
Kebenaran dalam
masalah khilaf itu
satu
SIKAP
TERHADAP
PERBEDAAN
PARA ULAMA
Sehingga seseorang menyerang orang lain, menganggapnya fasik, mengkafirkannya,
atau mencelanya karena perbedaan ini. Contohnya, apa yang diriwayatkan dari
sebagian mereka bahwa ketika dikatakan kepadanya bahwa Malik tidak berpendapat
dengan khiyar majlis, ia berkata, Malik harus diminta bertaubat. Jika tidak bertaubat, ia
harus dibunuh.
Para ulama membedakan antara masalah ijtihad dan masalah khilaf (perbedaan
pendapat) yang ada nash di dalamnya. Seorang ulama berijtihad dalam suatu masalah
karena nash belum sampai kepadanya, lalu nash itu sampai kepadanya setelah itu.
Seorang mujtahid (orang yang berijtihad) jika berijtihad dalam suatu masalah dan
benar, ia mendapatkan dua pahala. Jika ia berijtihad dan salah, ia mendapatkan satu
pahala. Jadi, ia berada di antara satu pahala dan dua pahala.
Jika seseorang mengambil rukhsah dari setiap mazhab, maka semua keburukan akan
terkumpul padanya. Contohnya, Mazhab Abu Hanifah membolehkan pernikahan
tanpa wali, tapi mensyaratkan saksi. Mazhab Malik mengatakan bahwa saksi tidak
disyaratkan dalam pernikahan, tapi mensyaratkan ilan. Imam Ahmad tidak
mensyaratkan ilan, hukumnya mustahab. Kemudian dia mengambil seorang wanita
dan berkata, Saya menikahimu, lalu mereka naik mobil dan pergi. para salaf berkata:
Barangsiapa yang mencari-cari rukhsah, maka ia telah menjadi zindiq (munafik/sesat).
(Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayan al-'Ilm wa Fadhlihi). Jika ia bertanya kepada
ulama, lalu ulama itu memberinya azimah (hukum yang lebih berat), lalu ia
meninggalkan pendapatnya dan mencari ulamayang kedua dan ketiga sampai ia
menemukan yang memberinya rukhsah, inilah yang disebut mencari-cari rukhsah.
Kita tidak mengatakan setiap mujtahid itu benar. mujtahid itu diberi pahala, ia bisa
benar dan bisa salah, tetapi kebenaran ada pada salah satu dari mereka. Karena hadis
mengatakan: Apabila seorang hakim berijtihad lalu ia benar, maka ia mendapatkan dua
pahala. Dan apabila ia berijtihad lalu ia salah, maka ia mendapatkan satu pahala. (HR.
Bukhari Muslim). Jadi, kita tidak mengatakan bahwa kebenaran itu relatif atau
kebenaran itu banyak .
Perbedaan pendapat
tidak boleh
dijadikan hujjah
Ijma' adalah dalil, tetapi perbedaan pendapat bukanlah dalil. Sebagian orang mengira
bahwa adanya perbedaan pendapat adalah dalil atas kebolehan.
50
Samsuril Wadi




REFERENSI:
1. Kutaib: dan Penjelasan
Penulis Dr. Amir Bahjat
2. Kitab: 
Oleh Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim