Kategori Artikel Tazkiyatun Nufus

Tazkiyatun Nufus

Sabar dan Tahan Uji

Kajian Kitab Minhaajul Muslim bersama Ustadz Isnan Efendi Hafidzahullah

•┈┈┈┈┈••❀•◎﷽◎•❀••┈┈┈┈┈•

sabar dan tahan ujiSabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)

Sabar dari segi bahasa bermakna al-habsu atau al-man'u artinya mencegah atau menahan. Dari segi istilah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Wilayah kesabaran ada dua hal:

1. Badan: berkaitan dengan menanggung beban hal-hal yang berkaitan dengan fisik.
2. Jiwa: cakupannya luas tergantung keadaan, antara lain saat di medan perang, bermaksud keberanian. Demikian juga tatkala berkaitan dengan Harta benda, maka cara sabar dengan qonaah. Berkaitan dengan dunia, cara sabarnya dengan zuhud.

Lebih dari 90 kali disebutkan di dalam Alquran. Sabar adalah tugas kita selama hidup. Karena kita disuruh untuk beribadah dan menuntut kita untuk bersabar. Hal-hal tersebut bisa yang disukai atau tidak disukai oleh jiwa.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:

  1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
  2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
  3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Yang disukai misalnya harta, pasangan, anak dan lainnya. Jika tidak bersabar, dikhawatirkan merupakan bentuk istidraj dari Allah .

Para sahabat juga merasakan beratnya bersabar disaat mendapatkan nikmat. Kenikmatan dunia dengan berbagai macamnya merupakan ujian yang berat. Sahabat ‘Abdurrahman bin ’Auf Radhiyallahu anhu berkata: “Dahulu kami diuji bersama Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam dengan kesengsaraan, maka kami (mampu) bersabar. Kemudian setelah Nabi ﷺ meninggal kami diuji dengan kesenangan maka kami tidak bersabar.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2464)

‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiyallahu anhu hendak mengatakan bahwa mereka diuji dengan kefakiran, kesulitan, dan siksaan (musuh) maka mereka mampu bersabar. Namun tatkala (kesenangan) dunia, kekuasaan, dan ketenangan datang kepada mereka, maka mereka bersikap sombong. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi)

Hal-hal yang tidak disukai secara umum seperti kegiatan ibadah, yang secara manusiawi tidak disukai dan memberatkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mendefinisikan Ibadah adalah perbuatan yang menunjukkan segala hal yang disukai oleh Allah ﷻ baik ucapan atau perbuatan, baik yang dhohir maupun bathin.

Kaitannya dengan ibadah, sabar dilihat dari tiga disi: bersabar sebelum ibadah, dalam ibadah dan setelah ibadah. Sebelum beribadah diwujudkan dengan ikhlas dan ini perlu kesabaran. Sabar tatkala sedang beribadah diwujudkan dengan mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ dalam ibadah tersebut, karena syarat diterimanya amal adalah ikhlas dan mutabaah (sesuai contoh Rasulullah ﷺ) dan Sabar setelah ibadah, dengan cara menyimpan ibadah itu untuk diri sendiri saja. Jangan ujub dan ria yang mengharap pujian.

Hal-hal tidak disukai lainnya, adalah menahan diri untuk tidak bermaksiat. Semakin mudah orang mampu bermaksiat maka semakin berat sabarnya, maka makin besar pahalanya.

Hal-hal yang tidak disukai lainnya adalah peristiwa diluar kemauan yaitu taqdir Allah ﷻ, seperti sakit, bencana alam dan lainnya.

Allah menguji hamba dengan hal-hal yang tidak disukai, terdapat dalam sebuah hadits:

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).

Ikutilah kajian materi ini yang disampaikan oleh Ustadz Isnan Efendi Hafidzahullah:

go-sunnah

Mailing List

Masukan email anda:


Mailing List Assunnah-Qatar, adalah sebuah model media virtual yang diupayakan untuk menghidupkan sunnah, berdasarkan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang sesuai dengan apa yang dipahami oleh As-Salafus As-Shalih, insya Allahu Ta'ala. Oleh karena itulah, menjadi sesuatu yang niscaya agar kita meniti manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Update Artikel

Masukan email anda:

Join us on facebook 16 Facebook