Kategori Artikel Sunnah

Sunnah

Adab-adab dan Sunnah Puasa

ramadhan mubarokAdab dalam pandangan Islam bukanlah perkara remeh. Bahkan ia menjadi salah satu inti ajaran Islam. Demikian penting perkara ini, hingga para ulama salaf sampai menyusun kitab khusus yang membahas tentang adab ini.

Berikut ringkasan kajian mingguan Assunnah Qatar yang disampaikan oleh Ustadz Syukron Habibie Hafidzahullahuta'aala, yang membahas tentang adab dan sunnah puasa.

1. Ikhlas karena Alloh ta'alaa.

Dari hadits Abu Hurairah di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Sahur.

Istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar kata yang sama dengan sihr, yaitu siin, kha dan ra, yang artinya waktu ketika segala sesuatu nampak samar dan “remang-remang”.
Pembeda antara puasa kami dan ahlul kitab adalah makan sahur. Dari Amr bin 'Ash radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Pembeda antara puasa kita dgn puasa Ahlul Kitab adl makan sahur". (HR Muslim (1096)).

Sunnahnya sahur diakhirkan.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ. قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً

“Kami makan sahur bersama Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian beliau berdiri untuk shalat. Saya (Anas bin Malik) bertanya: “Berapa lama waktu antara azan dan sahur?” Dia menjawab: “Sekitar (bacaan sebanyak) lima puluh ayat.” [HR Al Bukhari (1921) dan Muslim (1097)]

Berlebihan dalam masalah imsak, dengan waktu dan bacaan tertentu, menjadi bidah.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Bilal  azan di waktu malam (sebelum masuk waktu fajar), maka  makan dan minumlah kalian semua sampai kalian mendengar azan Ibnu Ummi Maktum. Kerena beliau hanya azan setelah terbit Fajar. Imsak yang dibuat oleh sebagian orang adalah tambahan terhadap apa yang telah Allah Azza Wa Jalla wajibkan, maka hal itu batil dan perkara yang memberatkan diri dalam agama Allah. Padahal Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan, Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan, Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan.” (HR. Muslim, 2670)

3. Memperbanyak dzikir dan hal-hal yang Sunnah.

Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam  pada bulan Ramadhan ini sangat dermawan, sangat pemurah.

Digambarkan bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam  kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu 'Abbas Radhiyallohu'anhu:

"Nabi Sholallohu'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya al-Qur'an. Jibril menemui setiap malam pada bulan Ramadhan,lalu membacakan kepadanya al-Qur'an. Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam  ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus."[HR.Bukhari dan Muslim].

Ungkapan Ramadhan Karim kurang tepat, yang benar adalah Ramadan mubaarak.

4. Menyegerakan berbuka.

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
“Senantiasa manusia di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (Hadis Riwayat al-Bukhari (4/173) dan Muslim (1093)). Karena yahudi dan nashrani melambatkan berbuka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Agama ini akan sentiasa menang selama manusia menyegerakan berbuka puasa kerana orang-orang Yahudi dan Nashrani suka melewatkannya (dalam berbuka).” (Hadis Riwayat Abu Dawud (2/305), Ibnu Hibban (223). Sanadnya hasan)
 
5. Berbuka dengan ruthob atau thamr atau air.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, (ia berkata):
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbuka dengan beberapa kurma segar (ruthtab), jika tidak ada ruthtab maka beliau berbuka dengan beberapa kurma kering (tamar), jika tidak ada tamar maka beliau minum dengan meminum air.” (Hadis Riwayat Ahmad (3/163), Abu Dawud (2/306), Ibnu Khuzaimah (3/277, 278), at-Tirmidzi (3/70) melalui dua jalan dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Sanad hadis ini sahih)

Syaikh Utsaimin Rahimahullahuta'aala tidak membatasi dengan ganjil, kecuali saat pagi makan kurma ajwa.

6. Wajib menjaga dari sesuatu yang tidak bermanfaat dan perkataan dusta.

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).

7. Doa ketika berbuka.

Do’a/zikir yang paling afdhal adalah do’a yang ma’tsur dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahawa beliau jika berbuka mengucapkan

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

(yang ertinya): “Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala, Insya Allah.” (Hadis Riwayat Abu Dawud (2/306), al-Baihaqi (4/239), al-Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128) an-Nasa’i di dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah (269) ad-Daruquthni (2/185) dan dia berkata: “Sanadnya hasan”)

8. Meninggalkan yang diharamkan dan dimakruhkan.

Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut :
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)

Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus :
“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)

9. Meninggalkan perdebatan dan saling mencela ketika berpuasa.

Apabila dicela maka katakanlah "aku sedang berpuasa...".

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;
"Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, "Inni shoo-imun, inni shoo-imun." (Aku sedang puasa, aku sedang puasa)."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan;
"Termasuk yang dianjurkan adalah jika seseorang dicela oleh orang lain atau diajak berkelahi ketika dia sedang berpuasa, maka katakanlah, "Inni Shoo-imun, inni shoo-imun" "Aku sedang puasa, aku sedang puasa), sebanyak dua kali atau lebih." (Al Adzkar, 183)

10. Melaksanakan sholat lima waktu.

Wajib bagi kita menunaikan shalat wajib pada waktu yang telah ditentukan.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’ : 103)

11. Memperbanyak bersiwak.

Disukainya penggunaan siwak setiap saat, baik bagi yang berpuasa maupun lainnya, dan dibolehkan bagi yang berpuasa untuk menggunakan siwak setelah tergelincirnya matahari dan sebelumnya.

Dalilnya adalah hadits Amir bin Rabi’ah yang disebutkan dalam kitab-kitab sunan, ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkali-kali menggunakan siwak ketika beliau sedang berpuasa.” Ia tidak membedakan apa yang dilihatnya itu, apakah sebelum tergelincirnya matahari atau setelahnya, ia menyebutkannya secara global. Biasanya yang dilihat itu adalah setelah tergelincirnya matahari, karena shalat siang hari itu semuanya setelah tergelincirnya matahari. Sementara siwak itu sendiri sangat dianjurkan penggunaannya sebelum shalat.

Adapun orang-orang yang memakruhkan penggunaannya bagi yang sedang menjalankan puasa, mereka berdalih dengan hadits, “Jika kalian berpuasa, hendaklah kalian ber-siwak di awal hari dan janganlah kalian ber-siwak di akhir hari.” Tapi hadits ini lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Berikut video kajian materi tersebut:

go-sunnah

Mailing List

Masukan email anda:


Mailing List Assunnah-Qatar, adalah sebuah model media virtual yang diupayakan untuk menghidupkan sunnah, berdasarkan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang sesuai dengan apa yang dipahami oleh As-Salafus As-Shalih, insya Allahu Ta'ala. Oleh karena itulah, menjadi sesuatu yang niscaya agar kita meniti manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Update Artikel

Masukan email anda:

Join us on facebook 16 Facebook