Muamalah
Fikih Ekonomi Islam: Urgensi Mengenal Konsep Syariat Islam dalam Pengelolaan Harta
- Details
- Category: Muamalah
- Created: Friday, 15 October 2010 08:52
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله - صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا - إلى يوم الدين.
أما بعدKeagungan agama Islam tidak dapat dibatasi, bagaimana tidak? Allah telah menetapkan orang yang komitmen dengan Islam akan menang dan yang berpaling darinya akan merugi. Agama yang terbaik tidak ektrim, mudah, jelas dan tidak ada aib dan kurang sama sekali. Ditambah lagi ia baik dan cocok untuk semua zaman dan tempat.
Allah mengutus rasul terbaik, penutup sekalian nabi dan orang terbaik dari semua yang ada untuk menyampaikan agama ini dengan membawa ilmu yang manfaat dan agama yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah,
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walupun orang-orang musyrik tidak menyukainya". (Qs. at-Taubah: 33).
Dengan ilmu yang manfaat dan agama yang benar inilah Islam akan jaya.Ibnul Qayim menyatakan, “Ayat ini menunjukkan Allah telah menyempurnakan dan memenangkan agama ini atas seluruh agama penduduk bumi. Hal ini menjadi penguat hati kaum mukminin, kabar gembira dan penguat mereka serta membuat mereka selalu percaya penuh terhadap janji Allah yang pasti terjadi. Sehingga tidak ada prasangka terhadap apa yang terjadi pada perjanjian Hudaibiyah berupa penekanan dan sikap mengalah Rasul sebagai kemenangan musuh Allah dan tidak juga kekalahan Rasulullah dan agama-Nya. Hal ini tidak mungkin, karena Allah telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa agama yang benar dan berjanji akan memenangkannya atas seluruh agama yang ada.” (Zadul Ma'ad, 2/129 dinukil dari Raudhatun Nadiyah Syarhu al-Aqidah al-Wasitiyah, op.cit hal. 6).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya, para ulama adalah pewaris para nabi dan sungguh para nabi tidak mewarisi dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, maka telah mengambil bagian sempurna darinya.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).
Karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya agar membuka akal untuk berpikir dan mengambil pelajaran. Juga Islam menghapus dan memberangus tabir kebodohan dan keterbelakangan.
Urgensi Mengenal Konsep Syariat Islam dalam Pengelolaan Harta (al-Muamalat al-Maliyah).
Di zaman sekarang masalah pengelolaan harta khususnya jual beli dan bentuk-bentuknya berkembang pesat dan cukup pelik untuk dimengerti dari yang tradisional, konvensional sampai yang multilevel. Hal ini menuntut setiap muslim untuk mengerti hukum syariat tentang hal itu, ditambah dewasa ini kaum muslimin sangat meremehkan dan tidak memperhatikan lagi masalah halal dan haram dalam usaha mereka. Padahal, kehalalan satu usaha mencari nafkah merupakan masalah besar dan penting dalam pandangan para salaf shalih. Mereka telah memberikan perhatian sangat besar dan serius dalam hal ini, sebab ini sangat mempengaruhi makanan dan minuman yang dimakan seseorang. Cukuplah bagi kita hadits nabi yang berbunyi,
Dan Ia berfirman, 'Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.' (Qs. al-Baqarah: 172). Kemudian, beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo'a, 'Ya Rabb, Ya Rabb, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!” (Dikeluarkan oleh Muslim dalam az-Zakah no. 1015 dan at-Tirmidzi dalam Tafsirul Qur'an, no. 2989).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan, bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan makan makanan yang halal. Sedangkan makan makanan yang haram dapat merusak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima.” (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, 1/260 dinukil dari Bai' al-Taqsith Ahkamuhu wa Adabuhu, Hisyam bin Muhammad bin Sa'id Alu Barghasy, cetakan pertama tahun 1419 H., Dar al-Wathan, KSA, hal. 10).
“Sesungguhnya, tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.” (Bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab al-Shalat Bab Fadhlu Shalat, no. 614 dari Ka'b bin 'Ujrah pada sebagian dari hadits panjang. Abu 'Isa al-Tirmidzi berkata, ”Hadits ini hasan gharib dan dishahihkan oleh Ahmad Muhamamd Syakir dalam komentar beliau terhadap Sunan al-Tirmidzi, hal. 2/515 dan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 501).
Jika kita heran dan bertanya-tanya, “Mengapa bencana menimpa kita, kemakmuran sulit dicapai, ketenangan hidup dan kemenangan tak juga diraih? Mengapa doa-doa kita tidak terkabulkan?”
Kemungkinan jawabannya adalah kelalaian kita dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder yang baik dan ketidakpedulian kita tentang masalah halal dan haramnya. Hal ini telah disinyalir oleh Rasulullah dalam hadits di atas dan juga para ulama, di antranya Yusuf bin Asbath yang berkata, “Telah sampai kepada kami, bahwa doa seorang hamba ditahan naik ke langit lantaran buruknya makanan (makanannya tidak halal).” (Jami'ul 'Ulum wa al-Hikam, 1/275. Dinukil dari Bai' al-Taqsith, op.cit hal. 11). Wajar saja bila Khalifah 'Umar bin al-Khaththab -meski masih banyak sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memukul orang dengan dirrah, lalu berkata, “Janganlah berdagang di pasar kami, kecuali orang faqih, [mengerti tentang jual beli], jika tidak, maka dia makan riba.”(Dinukil dari kitab Bai' al-Taqsith, op.cit hal. 11). Demikian juga Imam Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Siapa yang berdagang sebelum mengerti fiqih, maka ia akan tercebur ke dalam riba, kemudian tercebur lagi dan kemudian akan tercebur lagi.” artinya terjerumus ke dalamnya dan kebingungan.”(Dinukil dari kitab Bai' al-Taqsith, op.cit hal. 11).
Ini di zaman Umar dan Ali yang masih banyak para ulama. Bagaimana di zaman sekarang yang sudah beraneka ragam corak dan bentuk perdagangan dan sedikitnya para ulama?!!!
Tidak diragukan lagi, bahwa makanan dan usaha yang halal menuntut setiap manusia agar sadar dan mengetahui dengan baik setiap muamalat yang dilakukannya, mana yang haram dan mana yang halal, serta yang syubhat (tidak jelas).
Hal ini semakin tampak urgensinya bila melihat sebagian besar transaksi perdagangan mereka dewasa ini terpengaruh (suasana) pasar yang ada, yang dalam banyak bentuknya tidak berdiri diatas syariat dan aturan Allah. Ditambah ketidaktahuan kaum muslimin terhadap ajaran Islam seputar permasalahan ini.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. Artikel www.PengusahaMuslim.com